Tiba-tiba air mata gadis kembang desa itu meleleh menelusuri pipi merahnya. Rambutnya yang hitam bercahaya, panjang dan mengombak itu pun dijambak-jambak sebegitu rupa hingga banyak yang rontok. Ia menangis tersedu-sedu dan sesekali meluncurkan teriakan-teriakan histeris. Bajunya di robek-robek dan kadang-kadang ia meronta-ronta seperti anak kecil. Wajahnya yang cantik itu pun sering digaruk-garuk oleh dirinya sendiri. Ia benar-benar sudah tak lagi mengenal dirinya.
Melihat tingkahnya yang aneh itu, orang-orang di sekitarnya terheran-heran. Ayahnya, Haji Tomi hanya mampu menghela nafas resah tak karuan. Ibunya, Suaibah, sangat iba, namun ia pun tak sanggup berbuat apa-apa.
Bukan kematian sang kekasih yang menjadikannya seperti itu, tetapi penolakan atas lamaran pemuda kaya yang bernama Hasan itulah awal dari segala keanehan yang menimpanya. Dalam hatinya hanya ada Roi, sang kekasih yang telah menjadi bagian hidupnya, yang telah di bunuh seseorang yang sampai detik itu masih belum di ketahui pelakunya.
Banyak orang yang menganggap gadis itu sudah gila. Ayah dan ibunya semakin sedih dan bingung. Hasan yang melihat kejadian itu sama sekali tidak resah, bahkan ia menikmatinya dengan senyuman masam. Ayahnya sudah berusaha mencarikan obat, tapi putri tunggalnya itu pun tak kunjung sembuh. Meskipun Suaibah selalu memanjatkan doa atas kesembuhan putrinya di tiap malam, tapi tuhan belum juga mengabulkannya. Kedua orang tuanya itu sudah berusaha keras dan berbagai cara demi kesembuhannya pun di usahakan, baik lewat para dokter maupun ruawatan para dukun, tetapi selalu menuai kegagalan. Putri tunggalnya itu tetap seperti orang gila. Akhirnya Haji Tomi dan Suaibah hanya bisa pasrah menerima cobaan.
Nama gadis itu Larasati, perawan desa yang menjadi lirikan mata para pemuda. Ia benar-benar cantik dan mempesonakan. Sebelum menolak lamaran Hasan, ia sudah sering menolak cinta para lelaki. Akan tetapi,setelah dengan Hasan, ia menjadi seperti itu . Sebenarnya kedua orang tuanya mencurigai Hasan, tapi karena tak ada bukti, maka kedua orang tuanya tidak berani sembarang tuduh.
"Diam adalah salah satu cara untuk selamat", pikir Haji Tomi.
Hasan adalah anak orang terkaya di desa itu, tapi cinta dan kebahagiaan bagi Larasati tidak bisa di ukur dengan kekayaan. Larasati belum bisa melupakan Roi dan ia tetap bertahan untuk tidak mencintai lelaki lain selain Roi. Katanya, "kekayaan adalah fitnah terbesar di dunia ini. Cintaku pada Roi takkan pernah terbeli oleh apapun."
°°°
Pada suatu sore, di saat orang-orang pulang dari sawah, tiba-tiba Larasati berlari-lari menuju tepian desa, sebuah tanah lapang yang di tumbuhi rerumputan hijau dan di kelilingi semak belukar. Ia berteriak-teriak memanggil nama Hasan. Ia tidak menangis, tapi ia seperti orang yang takut kehilangan sesuatu. Setelah puas berteriak-teriak, ia mengadahkan mukanya ke angkasa. Rambutnya yang terurai panjang berkilau itu di tariknya kuat-kuat dan bajunya yang kumal itu pun dilepasnya satu persatu hingga tak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh indahnya.
Dalam keadaan telanjang itu ia berkata, "Inilah aku! Wanita yang telah kehilangan sang kekasih. Bukan Roi kekasihku, tetapi Hasan-lah yang telah menyatu dengan ruhku. Di mana Hasan? Oh, Hasan kekasihku! Datanglah engkau, datanglah dan peluklah tubuhku ini!"
Sebentar Larasati terdiam. Kemudian ditataplah orang-orang yang melihatnya dengan tatapan mata yang menakutkan. Lalu ia berkata, "Kemarilah engkau,wahai orang-orang yang melihatku dengan mata yang mabuk keindahan! Lihatlah buah dadaku yang putih dan montok ini! Lihatlah dan lihatlah betapa cantiknya diriku ini! Kulitku yang mulus dan lekuk tubuhku yang seperti gitar ini,alangkah menjadikanku wanita yang sempurna. Lihatlah wanita yang sudah saatnya menikah ini dengan gairah cinta yang meledak ledak! Mengapa kalian masih tetap melotot seperti itu? Katakan, di mana Hasanku yang tampan itu berada?"
"Ha, ha, ha..., kalian itu seperti codot yang mengintai mangsanya. Mangsalah aku kalau berani! Kemarilah kalian, kemari! Peluk diriku dengan gairah muda yang mendidih dan dengan tangan-tangan lelaki yang perkasa! Cinta, marilah kita bercinta seperti Yusuf dan Zulaikha!"
"Hasan di manakah dirimu sekarang, sayangku? Aku sangat merindukanmu, seperti kerinduan sang bayi pada susu ibunya."
Larasati benar-benar telah gila. Orang-orang semakin ramai menghampirinya. Mereka berjejal-jejal menontonnya. Para lelaki menelan air liur mereka. Bagi mereka, baru kali ini ada tontonan yang merangsang gairah kelelakian di desanya.
Seorang dari mereka bergumam, "Alangkah indah tubuh gadis itu,"
"Ia cantik sekali dan sangat menggairahkan," sahut lelaki setengah baya
"Lekuk tubuhnya dan kulitnya yang mulus itu sangat mengganggu perasaanku. Oh, alangkah nikmatnya jika aku bisa menidurinya," tambah seorang pemuda yang pernah di tolak cintanya.
Sementara kaum permpuan menjerit-jerit jijik sambil menutup mata mereka karena malu. Satu dari mereka berteriak, "Sudahlah,Sudahi saja permainan kotormu itu! Kalau ingin pamer tubuh, tolong jangan di sini."
"Bagaimana mungkin orang gila bisa mendengar kata-katanya," batin seorang pria hitam.
"Sadarlah kau, Larasati!" Seru teman sebaya Larasati.
"Biarkan saja ia tetap seperti itu. Kalau tidak ingin lihat, pulang saja kalian!"seru seorang lelaki kepada kaum perempuan.
"Dasar, kalian lelaki memang senang melihat kemolekan tubuh wanita," sahut seorang ibu muda.
Larasati masih mengomel, tertawa dan kadang menangis sendiri. Sampai pada akhirnya ayahnya datang dan mengajaknya pulang. Ketika ayahnya coba menutupi tubuhnya dengan kain, ia menolaknya dan memaki-maki dirinya sendiri. Setelah ayahnya dengan paksa memakaikan pakaiannya, ia kembali melepaskan dan malah menari-nari mengelilingi ayahnya sembari tertawa keras. Ayahnya malu sekali melihat tingkah gila putrinya itu. Akhirnya dengan paksa ayahnya menyeretnya pulang walau dalam keadaan telanjang.
Setelah itu warga ramai memperbincangkan kegilaan Larasati." Kasihan orang secantik itu manjadi gila. Jangan-jangan Larasati dibikin gila oleh Hasan. Nyatanya tadi ia menyebut-nyebut nama Hasan, sedangkan kita tahu bahwa cintanya hanya untuk Roi yang telah tiada. Bukan apa yang di katakan itu adalah merupakan pertanda?" Kata orang wanita muda kepada kawan-kawanya.
"Itu bisa jadi, tapi tak ada bukti," jawab seorang ibu tua.
Banyak orang yang curiga terhadap Hasan, tapi mereka tidak berani blak-blakkan untuk mengatakannya, karena Hasan sendiri tidak menampakan sesuatu yang mencurigakan. Kelakuan Hasan benar-benar tampak seperti biasanya, tidak merasa dirisaukan atas peristiwa itu, bahkan terhadap kawan-kawannya dia sering berkata," Andaikan Larasati itu jodohku, maka aku akan menerima apa adanya."
Setelah kejadian yang memalukan itu, Haji Tomi akhirnya mengurung dan memasungnya Larasati di dalam kamar dan mengunci pintunya dari luar. Mulai saat itu para warga tidak pernah lagi melihat Larasati, gadis cantik kembang desa yang telah gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poet [ Completed ] ✔
Literatura FemininaPernah Menjadi Rank: #1 Kalimatku #2 Senandung #3 Gangguanjiwa #3 Kegilaan #5 Sufi #6 Larasati #10 Desa Dalam isak tangis, Larasati bersenandung: Inilah duniamu, wahai kekasihku! Darah cinta tak lagi mengalir, Air mata adalah lidahku. Derai tawa ta...