📌 Senandung Larasati 9

143 18 5
                                    

   Larasati telah sampai di kampung halamannya. Matanya menatap ke sana ke mari, tapi tidak di jumpainya seekor burung pun yang main di dahan. Meskipun kebakaran hutan telah reda dan langit pun sudah mulai beberapa kali mentitik-titikkan air, namun pohon-pohon masih tampak kering. Daun-daun mulai bersemi. Rumahnya pun tampak lusuh menghitam akibat sentuhan-sentuhan asap kebakaran hutan.

   Larasati bersama kedua orang tuanya langsung meletakan barang bawaannya di atas meja. Kemudian mereka bertiga ramai-ramai membersihkan rumahnya yang lusuh itu dengan giat sekali. Hampir seharian mereka melakukan bersih-bersih rumah yang sudah cukup lama ditinggalkannya itu.

   Malam telah tiba. Bayangan Syahrul kembali bercokol di benak Larasati. Janjinya untuk setia kepada Syahrul sering melintas dalam ingatannya. Larasati kembali merindukan kehadiran Syahrul dalam mimpi-mimpinya. Akan tetapi, Syahrul tidak lagi pernah menghiasi mimpi-mimpi Larasati.

   Hanya kadang-kadang Larasati membesuk makam Syahrul yang gundukannya telah rata dengan tanah. Kuburan Syahrul sudah tampak seperti tanah datar yang tidak menampakkan kalau di situ pernah ditanam sesosok mayat. Gubuk Syahrul yang bersebelahan dengan kuburannya pun telah hangus menjadi hamburan debu-debu.

   Larasati berfikir, "Inilah permainan hidup! Dulu ada sekarang tidak ada. Dulu tak ada sekarang ada. Ada Roi yang akhirnya mati dibunuh. Ada Hasan yang akhirnya masuk penjara, gila dan mati menjadi hantu. Ada Syahrul yang mati menjalankan nilai-nilai kemanusiaan. Dan ada Haidar yang juga masuk penjara. Dulu tak ada kebakaran hutan namaun akhirnya ada juga. Dulu ada sekarang tak ada, dulu tak ada sekarang ada."

   "Dulu tak ada ayah, ibu dan aku, tapi sekarang ada karena ada kakek dan nenek. Dulu cintaku hanya untuk Roi. Akhirnya ku persembahkan kepada Syahrul. Entah apa yang ada menjadi tak ada, dan yang tak ada menjadi ada? Hanya Allah yang maha mengetahuinya."

   °°°

   Akhirnya Larasati selalu merenung dan merenung. Ia tak habis-habisnya mengajak akalnya untuk berfikir dan berfikir. Ia sering membaca dan membaca. Membaca petanda alam dan membaca buku-buku agama. Ia ingin menghabiskan kehidupannya dengan bisa memahami segalanya. Ia benar-benar ingin menjadi manusia yang mulia di mata Allah. Cintanya kepada gemerlap dunia telah sirna tanpa bekas. Termasuk cintanya kepada Roi dan Syahrul yang pernah dijanjikannya akan dinikahinya di surga. Tak ada cinta, tak ada kekasih dam tak ada yang dirindukannya kecuali Allah yang Maha Perkasa.

   Demikian senandung Larasati pada suatu malam di kehidupan barunya:

Lirikan mata hatiku,
Lirikan suci: pesona ilahi merengkuh hakiki.
Alam, jiwa dan keabadian
Cerita sepanjang penghayatan menyibak ta'bir
Dalam keselarasan.
Telah melebur Engkau dalam sukmaku, ruhku pun memanggil-Mu dalam keheningan ini.
Kepersembahkan segala budi meniti jalan-Mu,
Karena tak ada sengketa dalam rumah-Mu.
Senandung kasih ini adalah cahaya-Mu,
Datang dan mengisi ruang hampaku.
Sampai tak lagi kukenali gemerlap dunia,
Sebab wajah-Mu lebih indah dari setiap keindahan.
Allah, izinkan aku melukis kebesaran-Mu di sini,
Hatiku yang telah menobatkan-Mu menjadi
Kekasih abadiku.
Tak peduli badai mengamuk
Atau halilintar mencambuk.
Sebab, bagiku bahaya itu juga fatamorgana.
Semuanya itu penuh dengan kenisbian, baik cinta maupun kedengkian.
Tapi cinta kepada Engkau adalah cinta yang tak terbantahkan, karena Engkau adalah sang penganugerah cinta.
Cukup, biar sampai di sini
Aku memuja manusia dan dunia,

Karena kutahu semuanya akan tiada. Ada tak ada adalah karena Yang Ada, dan Engkaulah Yang Ada itu. Engkau selalu Ada dan Ada sekalipun segalanya telah tiada.
Setiap kebijakan ada dalam sinar mata-Mu, dan itulah yang aku dambakan sebagai bekal untuk kehidupanku nanti
Maka, terimalah lirikan mata hati ini,
Pesona jiwa karena takluk pada keindahan-Mu.

~FallFarizqi

The Poet [ Completed ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang