👀 Part 13 : Cerai

151 23 2
                                    

  Fajar kadzib sebentar memancar, namun suasana kembali gelap lagi. Sayup-sayup terdengar kokok ayam sahut-menyahut. Sebentar diiringi dengan kumandang adzan Subuh. Setelah menunaikan ibadah shalat Subuh, Larasati mematungkan diri dalam kamar untuk merenungkan peristiwa demi peristiwa yang telah menimpanya.

   Cahaya pagi sudah mulai menerangi alam. Semua anggota rumah mewah itu sudah terbangun. Haidar menemui ibunya dan berkata, "Hari ini aku ingin bercerai saja dengan Larasati."

   Ibu Haidar kaget dan bertanya, " Memangnya ada apa dengan kalian berdua?"

   "Pertama, aku tidak mencintainya. Kedua, Larasati bukan istri yang baik."

   "Apa yang kau maksudkan dengan ia bukanlah istri yang baik?"

   "Aku tidak mau menceritakannya. Yang jelas dan jadi keputusanku saat ini bahwa aku ingin menceraikannya."

   "Tunggu dulu! Kita harus musyawarahkan semua ini dengan ayahmu dan kedua orang tua Larasati. Haji Tomi adalah sahabat baik ayahmu. Kamu jangan mengecewakan ayahmu!"

   "Baiklah, kumpulkan saja mereka semua."

°°°


   Setelah menikmati sarapan pagi, mereka berkumpul di ruangan tamu. Haji Tomi bertanya-tanya ada apa gerangan? Larasati sudah mulai bisa menebak inti pertemuan itu. Baim terseyum tanpa merasa akan ada sesuatu yang aneh. Kemudian ibu Haidar memulai pembicaraan, "Pertemuan ini sangat penting sekali demi kebaikan keluarga kami dan keluarga bapak Haji Tomi."

   "Maaf, sebaiknya ibu lebih jelas lagi," sela Haji Tomi.

   Baim menambahkan,"Benar, katakan saja apa yang hendak kau katakan kepada kami."

   Haidar berkata, "pertemuan ini tidak lain adalah untuk menyetujui niat saya menceraikan Larasati."

   Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Haidar, Suaibah terkejut. Hati Suaibah seakan tersayat-sayat pisau kepedihan. Sebaiknya Larasati bisa memaklumi keinginan Haidar. Sementara Baim dan Haji Tomi menatap Haidar dengan pandangan terheran-heran.

   Kemudian Baim berkata," Haidar, kalau ada masalah, mari kita carikan solusinya bersama-sama. Kamu jangan asal ambil keputusan tanpa berpikir panjang."

   "Kami nurut saja, jika itu adalah yang terbaik buat nak Haidar," kata Haji Tomi dengan suara pasrah.

   Ibu Haidar berkata, "Haidar menganggap Larasati tidak bisa menjadi seorang istri yang baik."

   "Apa maksudnya?" Sela Suaibah.

   "Mungkin karena saya tidak bisa membahagiakannya di atas ranjang, bu!" Sahut Larasati dengan polos sekali.

   "Bukankah kalian berdua sebelumnya pernah melakukan hubungan badan?" tanya Baim tidak percaya.

   Selain Larasati dan Haidar, mereka semua masih belum mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Kemudian ibu Haidar bertanya kepada anaknya, "Apakah Larasati tidak mau melayanimu?"

   "Larasati sudah berusaha melayaniku dengan susah payah, namun ternyata ..." jawab Haidar.

   "Ternyata apa," tanya Baim penasaran. Haji Tomi hanya dalam diam. Suaibah pun demikian. Haidar tidak bisa menjawab pertanyaan ayahnya. Ibu Haidar jadi tidak mengerti apa yang ingin di jelaskan anaknya. Larasati tertunduk malu. Selanjutnya Baim mengulang pertanyaanya. Tetapi Haidar masih diam saja. Haidar masih belum bisa menjelaskannya. Semuanya saling pandang, kecuali Larasati yang masih menundukan wajahnya.

   Keadaan menjadi sepi. Kemudian Larasati mengangkat wajahnya seraya berkata, "Saya tidak habis mengerti. Enam hari yang lalu Haidar dan saya bersenggama di luar nikah. Tampaknya saat itu dia benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa. Saya sendiri merasa bahwa saya sudah tidak perawan lagi. Akan tetapi, tadi malam, ... ya, tadi malam kami berdua mencoba memadu kasih untuk yang kedua kalinya, namun gagal. Kegagalan itu di sebabkan karena ternyata saya bukanlah wanita yang utuh, wanita yang sanggup memberikan kepuasan seksual kepada suaminya. Haidar kecewa dan ingin menceraikan diriku. Bagiku itu sah-sah saja. Sebab agama sendiri mengizinkan hal itu untuk dilakukan."

   Semuanya mendengarkan pengakuan Larasati dengan seksama. Sungguh tak disangka, ternyata Larasati adalah wanita yang polos. Ia berani mengatakan apa adanya kepada mereka. Di samping itu, kata-kata akhir Larasati seperti orang yang sedang khutbah saja, karena Larasati menjelaskan dengan dasar hukum agama.

   Selanjutnya Larasati berkata," Aku ikhlas diceraikannya. Bagiku, agama sendiri menganggapku sebagai istri yang menyandang aib yang halal untuk di ceraikan."

   Semuanya termerenung. Semuanya baru sadar ternyata Larasati lebih faham tentang hukum agama. Namun, yang menjadi pertanyaan bagi mereka adalah, kenapa enam hari yang lalu setelah Haidar menggauli Larasati, dia tidak merasakan kekecewaan? Kalau memang demikian adanya, kenapa pula dia bersedia menikah dengan Larasati, tidak mengatakan semua ini sebelumnya? Pasti ada yang tidak beres atas kejadian tempo lalu.

   Pertanyaan demi pertanyaan itu bergantian hinggap di benak orang tua Haidar dan ayah ibu Larasati. Kemudian ibu Haidar bertanya, "Apakah kalian berdua tidak sungguhan melakukan hubungan intim?"

   "Kami benar-benar melakukannya, dan saya merasakan kepuasan. Tapi entah mengapa, rasanya beda sekali?"

   "Berarti kamu sudah sering melakukannya hingga kamu tahu perbedaan-perbedaan rasa itu?"

   Haidar dikejutkan oleh komentar ayahnya. Dia buru-buru menenangkan diri. Dia takut belangnya diketahui keluarganya.

   Selanjutnya Larasati berkata, "Mungkin Haidar salah sasaran. Sebab saya sendiri pada waktu itu tidak merasakan kenikmatan yang luar biasa seperti kata teman-temanku yang telah menikah."

   Perkataan Larasati mengesankan bahwa kejadian itu dikehendaki oleh keduanya. Namun Haji Tomi berfikir lain. Dia sedikit curiga kepada Haidar. Dalam benaknya terlintas pertanyaan, "Apakah benar yang dikatakan anakku itu? Jangan-jangan anakku diperdaya Haidar sedemikian rupa sehingga ia tidak sadar untuk melakukan itu."

   "Sudahlah! Kalau Larasati sudah ikhlas dan ridla untuk diceraikan Haidar, apa boleh buat?" Kata ibu Haidar memecah keheningan.

   "Saya persilahkan mas Haidar untuk menceraikan saya! Saya ikhlas," kata Larasati pasrah.

   Suaibah pun kagum dengan keteguan hati Larasati. Ibu Haidar menganggukan kepala pertanda bahwa dia mengizinkan Haidar menceraikan Larasati. Haji Tomi terima-terima saja. Akan tetapi Baim tampak tidak menyetujuinya. Kemudian dengan suara datar dia mengajukan usul, "Bagaimana kalau nak Larasati menjalani oprasi saja. Bukankah itu jalan yang terbaik demi mempertahankan pernikahan kalian berdua?"

   "Saya tidak akan melakukannya. Lebih baik saya seperti ini saja. Saya melihat tak ada ketulusan cinta di raut wajah mas Haidar, buat apa saya mempertahankan pernikahan ini," jawab Larasati.

   "Baiklah, kalau memang itu yang harus terjadi, aku tidak memaksa. Anggap saja semua ini hanyalah sebatang mimpi yang di patahkan oleh tangan-tangan kenyataan hidup," kata Baim menyerah

   Akhirnya penceraian pun terjadi. Larasati telah menjadi janda muda yang masih perawan ting-ting. Sumpah Larasati untuk menjadi perawan seumur hidupnya yang pernah dikirakannya itu pun rupanya menjadi kenyataan. Keperawanan Larasati tidak akan pernah hilang kecuali ia melakukan oprasi.

"Ada jalan lain untuk membahagiakan suami, tapi tidak ada jalan lain untuk melarikan diri dari sebuah kenyataan. Aku tetap ingin menjadi perawan seumur hidupku,"

Kata Larasati dalam heningnya hati yang telah bangkit dari tidur pulasnya.

°°°

Jangan lupa voment
~FallFarizqi

The Poet [ Completed ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang