Suara adzan dzuhur berkumandang dari masjid jami' yang berada di samping alun-alun kota. Ibu Haidar sudah pulang. Sebentar disusul oleh kedua adiknya yang pulang dari sekolah.
Saat itu ayah Haidar belum pulang, dan dari kejauhan kedua orang tua Larasati mencari putrinya yang dari tadi tak tampak batang hidungnya.
Seperti biasanya, kedua adik Haidar sehabis pulang sekolah, dan setelah mereka mandi, shalat dan makan. Mereka belajar bareng di ruangan itu, sebuah ruangan yang kini telah dihuni oleh dua manusia lain jenis yang sedang tertidur pulas tanpa sehelai benang pun yang menutupinya.
Pintu ruang terkunci dari dalam. Kedua adiknya tak bisa masuk. Tapi setelah mencari akal untuk membukanya, akhirnya mereka dengan bantuan sebuah kunci serep bisa membukanya.
Pintu terbuka, ... maka bukan main terkejutnya kedua wanita itu menyaksikan pemandangan yang amat menjijikan. Mereka tahu bahwa kedua manusia yang sedang tertidur itu adalah kakak mereka dan tamunya, Larasati.
Kedua wanita itu menjerit-jerit geram sambil menutup kedua mata mereka. Ibu Haidar terkejut dan segera berlari menuju arah jeritan. Kedua orang tua Larasati juga ikut mencari dari mana arah jeritan itu berasal. Ternyata jeritan itu berasal dari kedua wanita adik Haidar, yang ada di depan pintu tempat belajar mereka berdua.
Haidar terkejut dan terhenyak bangun. Dia malu bukan main. Sementara Larasati dengan santainya bangkit dari tidurnya tanpa menyadari apa yang telah terjadi. Setelah ia sadar bahwa ia sedang bugil bersama Haidar, maka Larasati pun menjerit," Oh, tidakkk! Apa yang telah terjadi? Ada apa ini? Mengapa aku dalam keadaan seperti ini? Yaa Allah, ampunilah dosa-dosaku! Hamba benar-benar tidak tahu. Hamba tidak sadar, yaa Allah!"
Keduanya dengan cepat menyahut pakaiannya masing-masing. Kemudian Larasati tertunduk malu dan akhirnya bersimpuh di hadapan ibu Haidar dan berkata, " Saya siap mendapat hukuman dari Anda karena saya telah menodai kesucian rumah Anda."
Ibu Haidar marah-marah. Dia memaki Haidar dan Larasati dengan kata-kata yang kalaf. Kedua orang tua Larasati hanya sanggup melihat kenyataan itu dengan tatapan mata kalang-kabut, dan dengan hati yang hancur entah-berantah. Akhirnya keduanya minta izin untuk pulang tanpa menghiraukan nasib Larasati.
Hati kedua orang tua Larasati sungguh tersayat-sayat dan digenggam perasaan malu yang teramat dalam. Larasati yang selalu menolak untuk dinikahkan, ternyata mau-maunya melakukan perbuatan yang teramat bejat: perzinahan, satu perbuatan yang teramat besar dosanya.
Ibu Haidar masih kalaf. Kedua adiknya menangis sesenggukan. Sebentar kemudian Baim datang. Melihat suaminya datang, ibu Haidar langsung melaporkan tragedi buruk itu. Baim menanggapi pengaduan istrinya dengan bijak sekali. Kemudian dengan suara datar Baim berkata kepada Haji Tomi yang sudah berbenah untuk pulang kampung, "Untuk menutupi aib ini, lebih baik kita nikahkan saja Larasati dengan Haidar."
Perkataan Baim cukup membuat hati kedua orang tua Larasati sedikit lega. Ibu Haidar dengan berat hati menyetujuinya. Sebenarnya ibu Haidar tidak merestui pernikahan itu, karena sejak dulu dia sudah punya pasangan gadis lain yang lebih cocok buat Haidar. Akan tetapi, keadaanlah yang membuatnya untuk mengalah.
Sumpah Larasati untuk tidak menikah dengan lelaki mana pun tidak lagi berlaku. Ia terpaksa harus menikah dengan Haidar, pemuda yang sama sekali tidak dicintainya. Namun kenyataan itulah yang harus diterimanya demi menjaga kehormatan keluarganya.
Pesta perkawinan berlangsung cukup meriah. Senyum bahagia bercampur getir bolak-balik menghiasi bibir kedua orang tua Larasati. Banyak orang yang mengagumi kecantikan Larasati ketika ia menggunakan gaun pengantin. Akan tetapi Haidar melihat Larasati biasa-biasa saja, karena dia sendiri sebenarnya berat menerima pernikahan itu, sehingga dia pun tidak menampakan perasaan bahagia atau bangga bisa mengawini wanita cantik secantik Larasati.
Pesta perkawinan berakhir. Malam pengantin pun telah tiba. Malam itu bukanlah malam pertama bagi Haidar untuk menikmati tubuh indah Larasati, karena dia sudah pernah merasakan tubuh lembut Larasati. Batinya dalam hati," Ah, perempuan ini sudah aku perawani."
Di saat malam pertamanya itu, gairah Haidar terhadap Larasati lemah sekali. Dia menjalani malam pertamanya tidak begitu bernafsu. Dia menyuruh Larasati untuk melepaskan pakaiannya sendiri. Dia sendiri dengan kurang bergairah melepaskan bajunya satu persatu. Keduanya sudah dalam keadaan telanjang. Larasati memejamkan matanya. Ia tidak mau menatap suaminya dengan mata terbuka hingga dapat melihat postur tubuh Haidar yang sedikit kekar itu, apalagi melihat zakar suaminya yang telah merengut kehormatannya di luar pernikahan.
Tiba-tiba kejantanan Haidar menurun drastis. Dia menjadi tidak bernafsu untuk melakukan hubungan intim dengan Larasati. Kemudian dia mengenakan pakaiannya kembali dan menyuruh Larasati untuk melakukan hal serupa. Malam pertama itu tidak ada sesuatu yang istimewa bagi kedua pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan. Tidak ada keindahan di malam itu walaupun sekilas saja.
Malam kedua sama saja. Malam ketiga pun tidak ada bedanya Larasati sudah menantikan keperkasaan sang suami di atas ranjang. Tampaknya Larasati sudah berubah haluan. Walaupun banyangan Syahrul kadang melintas di benaknya, tapi ia sadar betapa pentingnya berlaku baik kepada suaminya. Kerenanya, ia selalu mencoba melupakan bayangan-bayangan Syahrul dan dengan sepenuh hati memasrahkan jiwa raganya hanya untuk suaminya.
Akhirnya di malam yang keempat, Larasati mencoba merayu suaminya dengan sapaan-sapaan lembut. Ia lebih erotik menggoda darah kelelakian suaminya. Namun sayang, Haidar masih tetap lesu, tidak ada gairah.
Malam kelima masih tidak membuahkan hasil. Akan tetapi malam keenam, entah angin apa yang merasuki jiwa Haidar, tiba-tiba Haidar sangat menginginkan kehangatan Larasati. Mungkin kegemarannya bermain-main dengan perempuan itu sedang meletus kembali. Diserbunya Larasati dan di hempaskan di atas ranjang. Seperti saat pertama dia menggulati tubuh Larasati, malam itu dia sangat bergairah sekali. Akan tetapi, dia terkejut bukan main. Ternyata Larasati masih perawan. Dia baru sadar kalau yang lalu kelewat sasaran. Dan, sekarang baru tepat pada sasaran; namun alangkah kecewanya Haidar, alat kelamin Larasati tidak normal. Ternyata ada segumpal daging yang menghalang-halangi pintu masuk lorong kecil Larasati sehingga tidak dapat di terobos oleh tongkatnya yang kuat dan keras itu. Haidar kecewa dan marah.
Larasati menangis perih. Ia juga baru tahu kalau ia adalah seorang wanita yang tidak utuh. Haidar keluar kamar, sementara Larasati membanting tubuhnya di atas kasur. Haidar dan Larasati tidak tidur semalam. Kedua sepasang suami istri itu hanya menelan kekecewaan. Larasati gagal menjadi istri yang baik, istri yang sanggup membahagiakan suaminya.
°°°
Jangan lupa Voment
~FallFarizqi
KAMU SEDANG MEMBACA
The Poet [ Completed ] ✔
Chick-LitPernah Menjadi Rank: #1 Kalimatku #2 Senandung #3 Gangguanjiwa #3 Kegilaan #5 Sufi #6 Larasati #10 Desa Dalam isak tangis, Larasati bersenandung: Inilah duniamu, wahai kekasihku! Darah cinta tak lagi mengalir, Air mata adalah lidahku. Derai tawa ta...