27. DCBMB

304 35 0
                                    

.
.
.

Arlean menggendongku menuju ladang matahari, aku tertegung saat melihat ladang matahari itu. Sangat indah luar biasa.

"Turun" Pintahnya padaku. Aku turun dari punggungnya. Menatap tertegung bunga bunga matahari yang indah.

"Tempat ini adalah tempat favorite gue, lo pertama kalinya yang gue ajak kesini" Gumannya di selah selah gemuruh angin sepoy sepoy mengilir kami. Aku menatap Arlean yang menatap bunga bunga matahari itu dengan sangat serius.

"Indah, bagus dan terkesan romantis" Aku berujar pelan. Suasana mendadak canggung, Arlean melirikku dengan tatapan sulit diartikan.

"Eiru, Ini tempat terakhirnya bokap gue ketemu sama gue" Arlean berkaca kaca, ternyata tempat sebagus ini menyisapkan haru yang mendalam. Aku mulai maju untuk memberi pelukan tenang untuk Arlean.

"Gue sayang sama lo Eir, sebelum lo suka gue" Gumannya pelan. Aku diam saja ia mulai membalas pelukanku dengan kehangatan antara angin dan sinar matahari.

Arlean melepas pelukannya dariku, ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku pikir dia akan menciumku sehingga aku menghindar tapi aku salah ia hanya menyandarkan hidung mancungnya di hidungku. Aku baru sadar dia tidak memakai kaca mata. Dia tidak minus? Entahlah.

"Eir, kalau gue mau nyium lo, lo izinin gak?" Pertanyaan konyol. Tapi aki tidak bisa berkutik dia mengunci tubuhku.

"Jawab aja" ujarnya menyakinkan.

Aku tetap diam, Arlean mau aku mati ditempat jika di seagresif ini. Aduh, Aku itu mudah baper Arlean. Teriakkan batinku menggemuru.

"Meski jawabannya iya, aku tetap tidak" Maksudnya apa? Kepedean sekali. Aku tidak menjawab iya ataupun tidak. Arggg! Pusing.

"Kalau kamu mau nikah sama aku, aku nunggu sampai halal" Arlean tersenyum jahil dan mengelitik pinggangku hingga aku tersentak geli. Arlean tetap mengelitiku tanpa ampun.

Aku mengancam Arlean jika mendekat. Aku lepas sepatuku dan mengarahkannya padanya hingga berhenti.

"Tadi aku serius lo Eir, tanggapannya apa?" Godanya. Dia tertawa keras melihat aku merona. Ada apa dengan ku ini. Arlean terasa menyebalkam sama seperti Cleo.

"Udah yuk pulang, udah siang" aku berjalan memasuki ladang matahari mengambil sepedaku diikuti Arlean.

Kami mengayung sampai di depan warung makan. Aku merayu Arlean untuk membelikanku makanan karena lapar. Aku tidak makan saat berangkat tadi, jadinya lapar. Arlean mungkin kasihan jadinya memesan makanan diwarung dekat taman.

"Minggu ceriah, kenapa lo gak ajak gue malam mingguan. Pasti seru deh" Ujarku disela sela makanku. Arlean menatapku tanpa kedip.

"Kenapa?" Arlean tersedat karena aku mengejutkannya. "Sorry" Ia menggeleng tanda tidak apa apa.

"Malam minggu khusus untuk sepasangan sejoli yang udah pacaran" menurutku gak juga. Emang ada salahnya, gak dilarang pemerintah juga.

"Minggu depan deh, gue tembak sabtunya terus gue putusin seninnya" Arlean terkekeh melihat wajahku memerah. Dasar menyebalkan.

"Kak Ar, Lo disini?" tegur seseorang. Dia geisa, cewek yang dekat dengan Arlean dulu. Yang sempat aku benci juga.

"Kak Eiru!" Sapanya padaku. Aku kira akan di kacangin sisini. Aku menatap ragu Geisa lali tersenyum tipis.

"Kalian jadian?" seakan oksigenku di tarik oleh geisa. Mengapa dia berbicara begitu.

"Iya" Jawab Arlean dengan senyum merekah di wajahnya. Geisa tersenyum dan berkata 'alhamdulillah, bisa jadian juga ternyata' Maksudnya apa.

"Gue pergi dulu yah, ada perlu"arah pandang ini menatap kepergian Geisa. Tak sadar Arlean menatapku dengan sedekat ini.

"Hatcim" Rasakan, Bersinku tahu suasana. Aku bersin didepan wajah Arlean. Di diam saja tanpa pergerakan.

Dia menatap mataku dengan insent. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang hangat, matanya hitamnya menatapku lekat.

"Eir, mau gak jadi tunangan gue!" Aku menutup mata saat Arlean mengucapkan kalimat itu. Hatiku menggemuruh entah sedang rapat apa di dalam sana.

"Tunggu yah Ar, Hati gue sedang Rapat!" Ucapku spontan mendapat tawa dari Arlean. Aku menutup mulut merasa malu, Aku tahu Arlean tadi tidak serius dan mengapa aku menjawab tunggu. Sial!

"Jangan tengang dong calon makmum" Godanya mengedipkan matanya. Dasar menyebalkan.

"Eir, Gue mau ciuman pertama gue itu sama lo bukan orang lain. Gue berharap nanti lo tentuin keputusannya" Aku terlihat Arlean serius. Aku mengangguk saja, gak mau menjawab nanti Arlean tertawa lagi.

"Lanjutin makannya" Titahnya padaku. Ia juga melanjutkan makanannya hingga habis. Sungguh hari ini aku Full baper karena Arlean. Betapa senangnta hati ini.

Tak terasa susah sore saja, aku jalan jalan menyusuri taman dengan Arlean sambil berbagi cerita semasa SD dulu. Sebenarnya pernyataan perasaan Arlean membuatku bungkam dan tidak bisa menjawab, aku ingin menerimanya dan tak susah untuk mengejarnya. Itu kesempatan emas. Namun, lidah ini tidak bisa diajak kompromi. Gak ada lidah gak bisa ngomong ada mulut gak ada lidah tetap gak bisa ngomong. Semuanya harus diajak kerja sama namun saling menolak.

Tak terasa Arlean menggenggam tanganku hingga sampai rumah, yang membuatku merasa malu adalah Cleo yang mengedipkan mata untuk Arlean. Apa mereka merencanakan sesuatu. Aku buru melepas tanganku dan masuk kedalam rumahku.

Tawa keduanya menggelegar. Dasar laki laki! Kesalku dalam hati

***

[SS]Dear Cowok Berkaca Mata Bulat (COMPLITE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang