Semua sama persis seperti yang diucapkan Karl. Air mata menggenang di pelupuk matanya.
"Aku lalu membangunkanmu. Kamu tak tahu betapa bahagianya aku ketika tahu bahwa orang pertama yang kamu lihat saat bangun adalah aku. Dan kamu juga bangun dan mengucapkan selamat pagi padaku. Setelah bersiap-siap, kita langsung keluar ke kafe di teras lantai dua penginapan. Pagi masih buta saat itu, matahari belum beranjak dari ufuk timur."
"Tumben kamu pakai majas, Karl." Komentar Eri dengan suara yang tertahan air mata.
"Hush, dengar saja aku bercerita." Jawab Karl dengan nada bercanda. Ditutupnya matanya seolah dia bisa melihat kejadian itu lagi.
"Perlahan-lahan, orang-orang mulai memenuhi kafe. Karena kita cepat, tempat kita strategis. Perlahan berkas-berkas cahaya matahari mulai menyinari dari punggung gunung. Makin lama makin tinggi dan makin terang. Salju-salju yang bertumpuk di gunung menjadi berwarna keemasan disinari matahari. Bayangan gunung yang kokoh menutup hutan di bawahnya. Aku ingat ekspresimu yang begitu bahagia saat itu.
"Dan aku lebih ingat lagi suasana saat itu begitu pas untuk melamarmu. Aku segera merogoh sakuku untuk mengambil cincin tetapi tidak ada. Aku menjadi panik dan memeriksa lagi. Kamu tiba-tiba bertanya dan aku akhirnya mengajakmu langsung sarapan untuk mengalihkan pembicaraan. Dan ternyata cincin itu tertinggal di kamar. Hilang sudah kesempatanku untuk melamarmu.
"Lalu hari itu kita habiskan dengan bermain salju dan berjalan di sepanjang jalan gunung. Siangnya kita tetap di penginapan karena turun salju. Kita juga membeli beberapa barang dan makanan di toko penginapan. Lalu sorenya kita naik bus untuk pulang. Dan...."
"Berhenti!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Last Snow
RomanceKetika salju turun menyelimuti bumi, itulah saat aku akan selalu mengingatmu. Janji bohongmu yang selalu kuterima dengan bodohnya. Janji keabadian yang telah berakhir bahkan sebelum dimulai.