18

1 0 0
                                    


Kedua orang tua Karl tersenyum melihat Eri. Eri sendiri tidak sadar air matanya telah mengalir. Ibu Karl langsung memeluk Eri dan mereka berdua menangis bersama.

Lalu Ibu Karl menceritakan bagaimana mereka ditemukan. Eri belum sempat membicarakan tentang hal itu, jadi ia banyak bertanya. Dan mereka juga menyampaikan berita duka Karl. Eri menahan air mata yang mengancam mengalir lagi itu. Eri sudah tahu, Karl sendiri meninggalkannya di depan matanya sendiri. Dua kali. Tetapi mendengar orang lain mengatakannya seolah menoreh pisau di luka itu. Eri menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya.

"Ya, aku tahu." ucap Eri setelah tenang. "Aku tahu." ulangnya dengan setetes air mata mengalir di pipinya. Ayah Karl sudah berdiri di belakang istrinya, meremas pundak istrinya memberikannya kekuatan. Ibu Karl lalu mengeluarkan sebuah kotak dan menyodorkannya kepada Eri. Eri menerimanya.

"Ini ditemukan di saku jaket Karl. Sebelum pergi, ia sudah bercerita kalau dia ingin melamarmu." Eri tersenyum namun tetes air mata yang lain ikut mengalir.

"Ya, dia menceritakannya padaku. Dan aku sudah menerima lamarannya." Eri mengukir senyum paling bahagia yang bisa ia ukir dengan air mata yang mengalir. Dibukanya kotak itu, terlihat sepasang cincin yang berdiri sempurna. Mereka tidak rusak sama sekali, berbeda dengan kotaknya yang sudah cabik.

"Bolehkah aku memakainya?"

"Pakailah, Anakku. Terima kasih karena telah menerimanya. Aku yakin dia pasti bahagia." Eri memakai cincin itu ke jari manis tangan kanannya. Ia juga menciumnya seperti yang dilakukan Karl malam itu.

"Kamu akan selalu menjadi anakku juga, Eri." Kata Ibu Karl sambil memeluk Eri.

"Terima kasih." 

Last SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang