14

1 0 0
                                    

Eri dan Karl duduk bersama di bus yang akan mengantar mereka pulang itu. Barang-barang yang mereka bawa dan yang mereka beli di sana diletakkan di dekat kaki mereka. Awalnya mereka berbicara sepanjang perjalanan. Tapi lama-kelamaan mereka berdua tertidur. Karl terbangun terlebih dahulu. Hari sudah malam. Bahunya terasa berat. Ternyata Eri bersandar di sana. Karl tersenyum.

Kebahagiaan meluap di hati Karl. Disisirnya rambut Eri ke belakang telinga agar ia bisa menatap Eri lebih jelas. Karl teringat usaha melamarnya yang gagal selama kencan kali ini. Padahal ia sudah menceritakannya pada kedua orang tuanya. Sepertinya mereka harus menunggu lebih lama lagi.

Eri sendiri sudah bertemu orang tua Karl dan mereka menerima Eri. Begitu pula dengan Karl dan kedua orang tua Eri. Karl berencana langsung menemui orang tua Eri untuk menyatakan kesungguhannya. Dan semua gagal cuma karena dia meninggalkan cincin di kamar. Tangannya masuk ke saku jaketnya. Terasa bahwa kotak cincin itu ada di sana. Karl kembali menguatkan tekadnya.

Tiba-tiba, bus melaju dengan aneh. Bus itu miring ke kanan lalu ke kiri dengan tak terkendali. Eri sendiri membentur kepala ke jendela dan terbangun. Karl segera memeluk Eri dan melindunginya. Eri yang baru terbangun masih bingung apa yang sebenarnya terjadi.

Supir bus sudah berusaha mengendalikan busnya yang tergelincir agar kembali seimbang. Tetapi sia-sia. Di depan ada belokan jalan dan ada jurang yang cukup dalam di belakangnya. Si sopir tidak menyadarinya karena lampu bus yang tidak fokus di tengah gelapnya malam. Bus langsung menabrak pembatas jalan dan masuk ke jurang yang gelap.

Eri tidak dapat melihat apapun. Sekelilingnya gelap. Ketakutan mencekram setiap sel tubuhnya. Tubuhnya terasa terangkat melawan gravitasi tetapi Karl menahannya agar tetap bersamanya. Karl sudah memeluk erat tubuh Eri. Tubuhnya yang lebih besar seolah menutupi tubuh Eri. Tangannya mendekap kepala Eri dekat ke dadanya.

Tubuh mereka terbentur berkali-kali entah dengan apa. Sakit menusuk bertubi-tubi di tubuh mereka. Semuanya berlangsung begitu cepat dalam kegelapan. Eri begitu ketakutan, kesakitan. Ia tak berani membuka matanya. Ia hanya bisa berdoa semoga semua ini cepat berakhir.

Last SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang