He Owns Me | 4 - Afraid

21.8K 1.4K 13
                                    

Lisa menaruh vas itu dengan selamat dari tangannya yang tiba-tiba berkeringat. Ia berbalik dan menuju meja selanjutnya. Lisa berbisik untuk berkata tenang walaupun badannya bergetar. Hanya meja itu dan kau bisa pergi dari sini, batinnya.

Tapi saat ia menaruh vas itu dan berbalik, dua tangan itu mengurungnya bertumpu pada meja. Lisa meremas tangannya saat mata itu menatapnya dengan intens

"Hai, Lee. Long time no see."

_______________

| HE OWNS ME | Part 4 - Afraid

Happy Reading !

Lisa menahan nafasnya saat Cedric semakin mendekat, memperpendek jarak mereka berdua. Rasanya ia akan menangis sekarang. Tetapi melihat Cedric sedekat ini entah kenapa membuatnya lega. Ia merindukannya.

"Ce-Cedric," ucap Lisa saat tangan Cedric menyentuh lehernya dan mengusapnya.

"Kenapa kau berkeringat, hm?"

Cedric seolah menusuk matanya dengan tatapannya. Dan Lisa hanya bisa memandangnya sedih.

"Jangan menatapku seperti itu. Kau membuatku ingin membunuhmu sekarang."

Seketika tangan Cedric mengerat pada lehernya . Tidak terlalu keras dan Lisa masih bisa bernafas, tetapi perlakuan Cedric membuat hatinya sakit. Cedric tidak pernah memperlakukannya seperti ini dulu. Lisa tersenyum mengejek pada dirinya sendiri.

"Kenapa kau tersenyum? Kau ingin aku membunuhmu sekarang?"

Lisa memegang tangan Cedric di lehernya. "Aku berharap kau memaafkanku," ucap Lisa pelan. Ia merasa tangan Cedric lepas secara perlahan dari lehernya. Lisa jongkok lalu lututnya menempel pada lantai untuk menyangga tubunhya.

"Cedric-"

Cedric berbalik dan pergi meninggalkan ballroom dengan perasaan marah, tanpa mendengar apa yang Lisa ingin katakan. Lisa hanya tersenyum pedih melihat Cedric yang tidak mau mendengarkannya. Air matanya akhirnya jatuh setelah matanya tidak kuat menampung.

"Kau tidak akan memaafkanku, bukan?" bisik Lisa.

Sementara Cedric keluar dari ballroom, ia langsung menuju lift. Dante yang berjaga di depan pintu tadi langsung mengikutinya. Ia langsung tahu tuannya benar-benar tidak dalam mood yang sedang bagus. Pintu lift terbuka saat tiba di lantai yang paling tertinggi di gedung hotel tersebut. Cedric memasuki kamarnya setelah memasukkan kodenya dan diikuti oleh Dante di belakangnya. Cedric langsung mengambil vas bunga dan membantingnya. Ia meninju cermin di ruang tamunya hingga kepalan tangannya mengeluarkan darah.

"Aku benar-benar membencinya," desis Cedric. Matanya yang merah dan rahangnya yang mengetat serta kepalan tinju yang semakin erat membuat Dante bungkam.

"Kau sudah menemukannya?" ucap Cedric sembari melepaskan jas hitamnya dan melempar jas itu ke sofa. Ia berjalan menuju kaca besar yang memperlihatkan kota kelahirannya. Cedric mengelap tangannya yang berdarah pada kemeja putih yang ia pakai. Matanya yang tajam menatap lurus ke depan.

"Sudah, sir. Saya sudah mengirim alamat itu ke ponsel anda," ucap Dante tenang tetapi tegas.

"Kau boleh keluar."

H E O W N S M E

Lisa mengeratkan jambakannya pada rambutnya. Ia sedang berada di dalam toilet saat ini. Lisa bahkan sempat memukul kepalanya berkali - kali. Bertemu Cedric membuat ia semakin menyalahkan dirinya. Apalagi Cedric sepertinya tidak akan memaafkannya. Lisa menghela nafasnya dan menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ia merapikan tatanan rambutnya.

Lisa keluar dari bilik toilet. Ia mencuci wajahnya di wastafel. Sekilas ia melihat wanita tinggi dengan tubuh bagus dan wajahnya yang cantik. Lisa mengambil tisu lalu mengeringkan wajahnya. Tetapi ketika wanita itu membuang sampah pada washtafel membuat Lisa berhenti kagum.

"Seharusnya dia tidak membuang sampah disana," ucap Lisa dengan suara kecil. Tetapi wanita yang ingin meninggalkan toilet itu berbalik, menatap Lisa dengan sinis.

"Apa kau bilang?" Wanita itu menatap Lisa dari atas hingga bawah. Ia berdecih.

"Kau tidak boleh membuang sampah di wastafel nona," ucap Lisa tersenyum tipis.

"Oh begitu ya?"

Wanita itu kembali berjalan kea rah washtafel yang ia pakai tadi dan mengambil tissue tersebut. Ia berjalan ke arah Lisa yang menatapnya lalu memasukkan tissue itu ke dalam saku celana Lisa.

Wanita itu tersenyum. "Aku sudah membuangnya."

Lisa melihat bagaimana wanita itu berjalan meninggalkannya dengan senyum sinis. Ia mengambil tissue di kantong celana dan memandangnya.

"Ya, aku memang tempat sampah." Lisa mengangguk dan membuang tissue itu pada tempatnya dengan kesal.

"Lisa, kau bisa pulang sekarang," ucap Cathrina yang tiba-tiba sudah di depannya.

"Benarkah? Ini belum waktunya pulang," tanya Lisa bingung.

Cathrina mengangguk. "Kau memang seharusnya tidak masuk sekarang. Kau bisa datang jam 8 besok. Sampai jumpa, Lis."

Lisa melangkah ke tempat loker saat Cathrina pergi meninggalkannya. Lisa melihat jam lusuh di tangannya. Pukul menunjukkan 3 sore dan ia sedang menerka-nerka apa yang akan ia lakukan nanti.

Setelah selesai mengganti bajunya sambil berpikir, Lisa mengingat bahwa ia harus membeli bahan kebutuhannya. Sepertinya ia hanya bisa membeli sedikit melihat isi dompetnya yang tidak terlalu banyak. Lisa berjalan keluar dari hotel menuju supermarker terdekat. Untung saja supermarket itu dekat dengan hotel. Lisa memasukinya dan mengambil troli lalu mencari barang yang ia butuhkan.

Saat ia mengambil tissue, sebuah tangan dari sampingnya juga ikut mengambil tissue disebelahnya. Lisa tiba-tiba menjatuhkan tissue yang ia pegang. Tangannya langsung bergetar dan pupil matanya melebar. Lisa berlari meninggalkan supermarket. Ia berlari sejauh-jauhnya hingga ia tidak sengaja tersandung oleh kakinya sendiri. Lisa jatuh dengan salah satu lututnya robek. Tetapi Lisa sama sekali tidak mengekspresikan kesakitannya. Ia hanya menatap kosong dengan pandangan lurus.

"Nona tidak apa-apa?"

Lisa mendengarnya tapi matanya seolah tidak ingin beralih. Seseorang itu membantunya berdiri. "Nona, kaki anda terluka."

Mendengar terluka, rasa nyeri langsung mengalir dari lututnya. Ia sedikit menoleh pada lututnya. "Ya. Terima kasih telah menolongku," ucap Lisa dengan suara serak sembari menunduk sedikit. Ia sama sekali tidak melihat orang yang menolongnya. Lisa akhirnya berjalan pincang karena lututnya terasa sakit.

Orang asing itu melihat Lisa dengan tatapan datar. Ia berjalan ke arah mobil dan masuk ke dalam kemudi. "Tatapan matanya kosong, bahkan suhu tubuhnya sangat dingin. Juga tangannya bergetar cukup keras. Aku rasa dia-"

"Jalan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HE OWNS METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang