8th Attack

183 25 28
                                    

And you're standing on the edge, face up 'cause you're a

Natural!

-Imagine Dragons-

Manhattan, New York City, U.S.A
Hari ketujuh.

Dermaga itu sepi, entah karena orang-orangnya sibuk di tempat lain atau trio maut Rebellion telah menghabisi mereka. Jesselyn sibuk mengunyah permen karet sambil mengamati pemandangan di sekitar dermaga. Gadis berambut merah itu tampak seperti turis yang salah kostum dengan jaket kulit merah dan celana pendek hitam yang membalut tubuh rampingnya. Padahal, sekarang musim dingin. Dia menengadah, mengamati puncak gedung yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Gedung itu tepat di pinggiran dermaga, digeser sedikit saja, mungkin sudah tenggelam di perairan. Saat melihat sesuatu terjun dari atap gedung, Jesselyn membentuk persegi panjang dengan kedua jari telunjuk dan jempolnya. Mengarahkannya ke objek yang tengah jatuh, kemudian ke arah perairan.

Keningnya berkerut, tak bisa menebak kemungkinan dimana temannya akan jatuh. Saat Jesselyn masih sibuk berfikir, teriakan Victor terdengar jelas. Berikutnya, pemuda itu tercebur ke dalam air dengan bunyi keras. Jesselyn mengamati dalam diam, balon permen karetnya meletus.

"Sebaiknya kau agak menjauh." Suara peringatan terdengar dari Kaizer, rekannya yang berada tak terlalu jauh dari tempatnya.

Ledakan besar terdengar dari gedung yang diamatinya tadi. Jesselyn agak menyingkir begitu dia sadar puing-puing bangunan bisa saja mengenainya. Gadis itu masih sibuk berlari sambil mengunyah permen karetnya saat menyadari beberapa orang berlarian sisi kiri dan kanannya.

Dia berhenti, meludahkan permen karetnya. Tenpatnya berpijak sekarang cukup jauh dari lokasi ledakan, tempat yang tepat untuk meladeni musuhnya.

Satu gedung tumbang, dan itu baru pembukaan.

Jesselyn melihat ke arah dermaga, tapi Victor belum muncul juga. Itu membuat Jesselyn agak khawatir, sejujurnya. Gadis berambut merah itu mendecak melihat musuhnya semakin dekat.

"Hei, Victor, jika kau bisa mendengarku, tolong segera naik ke permukaan dan membantu. Jangan lama-lama terjebak masa lalu."

.
.
.

Victor membiarkan tubuhnya terus tenggelam, seolah ada tangan-tangan tak kasat mata yang menariknya mendekat ke dasar. Air yang dingin membuat tubuhnya dipeluk sensasi beku. Dia memejamkan matanya, membiarkan pekat kegelapan mulai mengurung dirinya. Suara-suara yang dulu pernah di dengarnya terputar kembali seperti kaset rusak.

"Kau berlatih denganku disini
Jika kau kalah, kau akan jatuh dari tebing."

"Bagaimana jika kau atau aku mati disini?

"Semua orang akan mati pada waktunya, Victor."

"Hei, bukankah dia anak aneh itu?"

"Kudengar keluarganya baru ditangkap pasukan kerajaan. Sebaiknya kau agak bersimpati."

"Benarkah? Kasihan sekali dia."

"Dia sungguh aneh. Kadang-kadang sangat hiperaktif, tapi kadang dia diam saja dengan wajah datar."

"Aku dulu sering melihatnya berlatih di tebing bersama saudaranya, tapi sepertinya tidak lagi."

"Kudengar dia mendorong saudaranya dari tebing?"

S I E T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang