File 4

151 19 28
                                    

I’ve come to terms with the fact I’ll never change

And that’s just fine, I find solace in the pain
 
I don’t mind the darkness, it’s easy on the eyes

-Asking Alexandria-

Region Five, Ancaisteal.
Status : Hunter.

Gissele berjalan mendekat, langkah kakinya yang perlahan tidak menciptakan suara berarti ketika lantai dan sepatunya bergesekan. Kedua mata abu-abunya tidak melepaskan tautan dari mata beruang di depannya. Roseanne dan Alissea menyaksikan aksi teman baru mereka dengan napas tertahan, tanpa sadar sudah terbawa suasana yang tegang.

Tangan mungil Gissele mendarat pada kepala beruang itu, gadis itu mengelusnya perlahan. Keara menunduk, membiarkan Gissele terus mengelus kepalanya. Bahasa tubuh beruang itu tak lagi mengancam. Gissele mengangguk pada kedua temannya, mereka langsung paham.

Roseanne berjalan mendekat ke arah luka Keara, mengamatinya dengan perasaan ngeri bercampur waspada. Dia berjongkok, melirik luka pada kaki belakang Keara yang menganga lebar. Seberkas kilatan perak tertangkap netra kelabunya yang tajam.

"Gie, kau bisa menyuruhnya menahan sakit sebentar?" bisik Roseanne.

Gissele mengangguk. Kini, gadis itu telah memeluk kepala Keara dengan kedua tangannya. Beruang itu tampak nyaman dalam pelukan Gissele.

Roseanne melihatnya sebagai persetujuan. Tangannya mulai mendekat ke arah luka Keara. Dengan perlahan, Roseanne mulai berusaha mengambil kunci yang tertanam pada luka Keara. Beruang itu jelas menunjukkan perlawanan, tapi, usapan Gissele pada kepalanya membuat hewan itu agak tenang.

Sementara itu, Alissea berbaring telungkup di samping Keara. Gadis itu berusaha melihat perut Keara, mencari hal yang menggangunya sejak tadi.

"Lissea, kau takkan berbuat mesum dengan hewan, bukan?" Roseanne bertanya iseng di sela-sela kegiatannya mencabut kunci dari luka Keara. "Kata Joachim, tempat bagi orang-orang cabul adalah di penjara."

"Hei, aku tak tahu apa masalahmu dengan perut hewan. Keara ini betina, tidak usah berusaha keras mencaritahu jenis kelaminnya." Gissele ikut bersuara, tetap mengelus kepala Keara untuk menenangkan hewan itu. "Kau akan mengacaukan semuanya jika Keara tidak nyaman dengan tingkahmu."

Alissea menggeram mendengar kalimat teman-temannya. "Aku tidak hanya akan duduk, apalagi mengganggu. Keara jelas punya lebih dari sekadar kunci di tubuhnya."

Tidak mendengar respons apa pun dari teman-temannya, Alissea memutuskan melanjutkan kegiatannya. Salah satu tangannya menjulur masuk ke bawah perut Keara, meraba-raba perut hewan itu dengan wajah serius.

"Astaga, Clairine. Hentikan! Kau membuatnya geli dan dia terus bergoyang-goyang, aku jadi susah mencari kuncinya."

"Diamlah, Froska!"

"Dasar cabul!"

"Berisik kau, Rambut Setan!"

Gissele menatap kedua temannya dengan bingung. Meski dibatasi tubuh Keara, Alissea dan Roseanne masih dengan lancar melemparkan makian. Gissele mulai takut kalau ada yang mendengar mereka. Lebih takut lagi kalau-kalau Keara marah dengan pertengkaran mereka dan mencabik-cabik semuanya dengan cakarnya yang tajam

"Dapat!" Roseanne mengangkat kunci yang berlumuran darah.

"Aku juga." Alissea menarik keluar benda yang didapatkannya dari perut Keara. Gadis itu berdiri dan memamerkan apa yang didapatkannya. "Aku menemukan ini ditempel pada perut Keara."

S I E T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang