"Tapi ada seseorang yang lagi gue sukain sih..."
Gue mengernyitkan dahi bingung, lalu gue pun cuma bisa kembali ber-oh ria dan meratapi nasib Mitha.
Sabar ya Ta...
.
.
.Pasrah.
Posisi dimana saat gue menghindari satu masalah, eh malah bertemu dengan masalah satunya lagi. Jadi mau nggak mau, gue harus menghadapinya.
Ya bagaimana pun gue menghindar, kalau sahabat semonyet gue yang jarak rumahnya cuma beberapa langkah dari rumah gue udah ada dikamar gue, ya gue bisa apa selain menerimanya dengan lapang dada.
"Tadi gue nggak liat lo pas bubaran kelas", ujar Revano yang udah tiduran aja di atas kasur gue, sementara gue yang masih duduk manis di sofa yang letaknya nggak jauh dari jarak kasur gue cuma bisa menoleh tanpa minat kearahnya.
"Cabut lagi?". Tanya Revano yang posisinya dari rebahan mendadak bangun, dan mendudukan dirinya, oh jangan lupa tatapan curiga yang diarahkannya ke gue.
"Ya", jawab gue singkat mencoba untuk nggak menghiraukan tatapan penuh selidik dari sahabat semonyet gue tersebut.
"Kenapa?" tanyanya lagi yang membuat gue menyandarkan tubuh lelah gue di sandaran sofa.
Revano kok mendadak kaya dora gini sih, nanya melulu elah.
"Biasalah, kaya nggak pernah cabut aja." jawab gue lagi sekenanya.
Sebenarnya sih gue sengaja ngejawabin kaya gitu, biar Revano bete terus balik kerumahnya. Tapi kayanya, nih anak monyet satu malah nggak peka gitu.
Heol.
Setelah beberapa menit Vano nggak gubris jawaban gue, tanpa di sangka-sangka pun dia ternyata malahan menghampiri gue.
Ya ampun, sejak kapan sih dia berjalan kearah gue? Terus dengan seenaknya mendudukan dirinya disebelah gue.
Lagi-lagi, gue cuma bisa menatapnya tanpa minat, yang sebenarnya gue juga sedikit antisipasi dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Sejak kapan lo deket sama Tyar?"
Nah, bener banget dugaan gue kan. Baru aja gue berpikiran demikian, eh keluar aja pertanyaan macam kaya gitu dari mulutnya Vano.
"Setau gue ya, lo nggak ada riwayat deket sama tuh anak bahasa deh, nyet. Apalagi sampe nonton bareng gitu?"
Gue pun menghembuskan napas kasar, masih males untuk menjawab pertanyaan yang udah di ajukan oleh Mitha sebelumnya.
Ngerasa jadi kaya Deja vu.
"Lo tau Tyar?"
"Siapa sih yang nggak tau Tyar Subagia?"
Sekarang gue malah mendengar dengusan dari Vano.
"Maksud gue...", ucapan Vano mendadak gantung, membuat gue mengernyitkan dahi bingung.
"Gimana gue ngasih taunya ke lo ya, nyet."
Gue pun hanya merotasikan kedua bola mata gue malas.
Apa karna seorang Tyar Subagja itu populer banget seantero kampus gitu? Lagian gue juga bukan termasuk kutu buku cupu yang nggak pantes deket sama si anak populer itu kan?
Gini-gini gue termasuk mahasiswa populer juga kok.
Seriusan.
Setelah mengalami aksi diam beberapa menit, gue merasakan kalau Revano menghembuskan napasnya sedikit berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal [I'm Straight] - Completed
Humor[Completed] Mitha itu sahabatnya Rasya, tapi kenapa belakangan ini menempel ke Jaka terus yah? Dikit-dikit menyodorkan jodoh buat Jaka yang notabennya udah taken, nggak jomblo kaya si Mitha! Duh, tolong jauhkan si biang pengacau Mitha dalam kehidup...