Bag. 10

5.3K 642 52
                                    

Kehidupan gue normal. Sangat normal, meskipun orang di sekeliling gue nggak sepenuhnya normal.

Normal dalam artian disini adalah bukan dalam hal kewarasan, tapi dalam hal orientasi seksual gue. Iya, gue udah punya pacar dan itu Alea. Dia seorang cewek tulen, yang tingkat keribetannya bisa mencapai 1001 persen.

Semenjak sahabat gue yang normal mendadak punya pacar cowok, bagi gue cinta itu bentuknya universal. Jadi, gue nggak masalah. Dengan kata lain gue bukan sejenis homophobic. Tapi sayangnya, cewek gue itu orang yang anti homo eh oke ralat lebih tepatnya doi anti sama Revano Pratama seorang deng.

Buktinya, Alea nggak pernah bisa akur kalau sama Vano. Atau lebih tepatnya, Alea sangat tidak menyukai Vano yang notabennya adalah sahabat gue. Bukan karna sahabat monyet gue itu pacarnya yang cowok juga alias homo. Melainkan, Alea takut kalau gue yang suka sama Vano. Padahal rasa sayang gue ke Vano sekedar sahabat, bahkan lebih dari sahabat yaitu udah kaya saudara kandung sendiri.

Karna kita udah temenan dari jaman orok, kedua orang tua bahkan temen dari jaman masa kecil. Jadi, nggak usah meragukan persahabatan gue sama Vano lagi. Dan nggak usah mengira-ngira kalau perlakuan gue selama ini ke sahabat monyet gue itu adalah perasaan terpendam.

Tolong jangan halu.

Semuanya rumit, ketika Vano sibuk sama sang pacar yang tak lain dan tak bukan adalah Dika. Lalu, Mitha yang mendadak mengintil ke gue setelah sahabat karibnya si Sasa pun sibuk dengan Dani sang pacar. Jadi, mau nggak mau gue yang kena tumbal untuk menjadi sa-ha-bat pengganti yang biasa di andalkan oleh Mitha.

Maklum, dulu itu gue terbilang masih sendiri alias jomblo. Hm.

Seluruh penjuru sekolah dulu tau, bagaimana gilanya seorang Mitha yang fujoshi. Fyi, gue baru tau Mitha seorang fujoshi juga nggak lama setelah deket sama dia, dan seenaknya mulai menyodorkan cowok-cowok yang menurutnya cocok sama gue. Ya, hingga berlanjut sampai kuliah bahkan Mitha semakin jadi 'tempelin' gue kemanapun. Dan tentunya, semakin gencar menjodohkan gue terhadap cowok-cowok meskipun udah tau kalau gue taken.

Intinya, kehidupan normal gue sepertinya perlahan pudar. Padahal gue masih merasa tetap normal dan hubungan gue pun terbilang (sedikit) lancar bersama Alea, namun tanpa gue sadari ada satu hal yang membuat gue bertanya-tanya ke diri gue sendiri.

Layaknya meragukan akan sesuatu dalam diri gue.

Bermula dari Tyar.

Udah tau kan, awalnya pertemuan dengan Tyar itu bukan hal yang bisa gue prediksi. Bahkan, jauh dari perkiraan gue.

Mungkin,  kalau aja gue nggak sok ikut campur masalah Mitha, otak gue sekarang tuh nggak bakalan bercabang mikir kaya gini.

Semuanya bercanda kan?

Jangan sampai ini semua cuma karna mau menguji diri gue, sejauh mana sih seorang Jaka Prasetya bertahan dengan kenormalannya itu?

Plis, katakan tidak. Katakan tidak.

"Jadi, Jaka udah tau kalau Tyar suka dia?"

Perlahan gue menghentikan langkah gue menuju ke arah kantin Fakultas Hukum.

Suaranya familiar.

"Kalau dia nggak lemot kaya lo ya seharusnya sih dia tau."

"Sialan, gue seriusan nanya.. Mitha!"

Pantesan aja menjelang jam istirahat tadi tuh cewek gila satu menghilang begitu aja dan nggak bawel ngajakin gue buat makan siang.

Oh ternyata asyik gibah disini.

Normal [I'm Straight] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang