"Dasar monyet begok, tolol, bodoh, goblok, idiot!!!!"
"Ampun, Vano. Sakit bangsat, udah dong aniayanya."
"Orang yang otaknya seperempat kaya lo itu, wajib di siksa kaya gini tau nggak? Biar otak lo bisa mikir dengan baik dan benar."
"Dengan lo aniaya gue kaya gini, yang ada lo malah makin buat otak gue cedera, nyet."
"Bodo amatan, gue kesel ya sama orang yang bloon-nya kebangetan kaya lo, bangsat!"
"Terus aja lo hujat gue, tapi udah dong. Seriusan ini sakit banget, monyet."
Mendapati Revano yang udah jinak dan kembali duduk di tepi kasurnya membuat gue sedikit lega. Seenggaknya, pukulan sayang dari sahabat kampret gue itu bisa berenti.
Iya, fyi aja. Gue baru aja selamat dari kekerasan dalam pertemanan, dimana gue di pukul dengan sukarela pakai buku yang tebalnya nyaris 100 halaman tersebut sama oknum yang bernama Revano.
"Gue seriusan capek sama lo, nyet." Keluhan Revano membuat gue heran, "lo pukulin gue semangat bener sih, pake tenaga dalem." Ujar gue setengah menyindirnya. Tapi bukannya sadar dan minta maaf, si anak monyet itu malahan melototin gue.
Salah gue apaan sih?
"Gue tau lo pinter banget Jaka! Lo kesayangan para dosen, otak lo tuh bener-bener encer."
"Terus?"
"Kenapa otak lo cuma bisa bekerja sama sejenis akademik aja sih? Kenapa giliran masalah yang kaya gini otak lo mampet, bangsat!"
Gue hanya memutarkan kedua bola mata gue.
"Udah gue bilang kalau Tyar itu suka sama lo, paham nggak sih?"
Lagi, gue hanya menggaruk kepala gue yang nggak gatal. Menatap bingung ke arah Revano yang udah rebahan di atas kasurnya.
"Waktu gue ngasih lo tuh clue, seriusan gue denger sendiri dengan kedua kuping gue. Dan setelah ada faktor lain yang mendukungnya, gue semakin yakin kalau Tyar beneran suka sama lo."
"Setau gue, Tyar Subagia itu seorang PLAYBOY..."
"Bahkan dia udah ngaku sendiri kalau dia suka sama lo, Jaka!"
"Nggak tau ah, gue masih belum yakin."
"Belum yakin apa belum nerima?"
"Gue cuma kepikiran aja, mungkin dia lagi ngerjain gue?"
"Apa faedah-nya ngerjain lo?
Gue pun cuma mengendikkan kedua bahu gue yang di timpali dengan lemparan bantal yang lumayan keras.
Sialan.
"Bangsat! Nggak usah jadi temen gue aja lo!"
Sabar Jaka, belakangan emang Revano lagi sensi banget. Ngedumel melulu.
"Vanㅡ",
"Lo pulang aja sana, nyet."
Jadi, gue diusir sama Vano nih?
"Gue udah nggak ngerti sama kinerja otak PINTER lo itu."
"Tapi Vano..."
"Gue nggak tau, yang pasti apapun itu gue yakin kalau Tyar beneran suka lo. Dan buang pikiran nggak masuk di akal lo itu."
Seriusan gue nggak tau mau ngomong apa lagi...
.
.
.Jadi, setelah mendapat amukan beserta ngambekan dari Revano Pratama. Gue mendingan anteng dulu. Dalam artian lain, gue nggak membahas masalah 'Tyar' ini dalam beberapa waktu ini dengan siapapun termasuk Mitha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Normal [I'm Straight] - Completed
Humor[Completed] Mitha itu sahabatnya Rasya, tapi kenapa belakangan ini menempel ke Jaka terus yah? Dikit-dikit menyodorkan jodoh buat Jaka yang notabennya udah taken, nggak jomblo kaya si Mitha! Duh, tolong jauhkan si biang pengacau Mitha dalam kehidup...