Taehyun menyeret langkah memasuki lapangan basket, menunduk dalam meruntuki kebodohanya. Suara pantulan bola basket, decitan sepatu, dan intruksi oper mengoper bola tidak mengusiknya sama sekali.
Pagar kawat diberi peringatan 'Tidak Boleh Bersandar', tetapi si badung ini menjatuhkan diri ke sana. Berharap bola besar mengahantam kepalanya keras keras sampai amnesia. Astaga bagaimana ia menghadapi Soonya besok atau bertemu di perusahaan Nanti malam. Taehyun dalam masalah besar.
"Taehyunnn!!!" teriak pemuda dari tengah lapangan, senyumnya tak luntur meski, keringat membuatnya basah kuyup. Gerakan lincah, berlari, melompat, mengoper bola layaknya atlet profesional. Tawa menggelegar lemparannya berhasil menyetak angka, tim merah menang telak. Skor 14-10.
Cukup mengesankan.
Taehyun bertepuk tangan, bangga. "Bebaskan, Kak. Entah kapan kita bisa meraskannya lagi."
Choi Beomgyu membiarkan lapangan mengerap lelahnya, dinding mendengar tawanya dan bola basket menjadi saksi ia begitu bahagia. Taehyun mengulurkan sebotol air dingin, Beomgyu menerima menegaknya setengah.
"Aku bersenang senang hari ini," ungkapnya tanpa menurunkan lekuk senyum.
"Sudah lama menunggu? Kau pasti lapar." Beomgyu bangkit, melambaikan tangan pada timnya, pamit keluar lapangan diikuti sang adik.
"Sedikit," cicit Taehyun, Beomgyu merangkul pundaknya, menempalkan tubuh secara sengaja.
"Lepaskan, kau bau." Taehyun menepis tangan sang Kakak, mendorongnya menjauh. Waktu berhenti sekian detik. Dejavu.
Beomgyu memasuki ruang ganti. Sementara, Taehyun menunggu di luar lapangan, menatap sekeliling. Tempat ini tepat di samping gedung utama, gerbang timur, berhadapan dengan taman serta air mancur besar.
Menatap ke arah jam delapan, sebuah jendela kaca lantai dua gedung Department of Applied Music masih terbuka, tirai dibiarkan melambai lambai pada langit seolah, meminta di bebaskan. Perasaan berkecambuk menghantui, kilas balik membuat jantung Taehyun berdegup tak sabaran. Kebodohan ini akan menjadi mimpi buruk taehyun selamanya.
"Restoran, café atau makan malam di kantor?" tanya Beomgyu, mengeringkan rambut dengan handuk, berjalan beriringan keluar lapangan basket.
Taehyun menoleh, menggeleng cepat, menunjuk asal toko yang terlihat dari gerbang sekolah. "Café saja! Disana, café itu!"
Café sederhana, dominan furnitur kayu jati dipoles mengkilap, tanpa pernak pernik berlebihan hanya tanda masuk bertulis 'A Cup Of Sweet Tea'.
"Okay, let's go!" teriak si pemuda daegu penuh semangat. Taehyun menatap punggung sang Kakak. Tidak pernah tampak rapuh meski dunia pernah menembakkan ribuan panah padanya. Perlahan, Taehyun melihat kedewasaan sang Kakak.
Tinggal bersama sejak awal pelatihan, menghabiskan banyak waktu bertukar pikiran, tawa, dan tangis. Memahami satu sama lain memang cukup sulit. Namun, itulah yang membuat keduanya menarik.
Choi Beomgyu, pemuda penuh energi, ekspresif, dan jahil. Sementara, sang adik. Kang Taehyun lebih tenang, kritis, dan sukar ditebak. Hueningkai menyebutnya. Buku mewarnai dan teori aljabar. Tidak lazim melihat kedunya pada rak yang sama, tetapi menyenagkan setiap angka dan gambar berwarna warni bagai bias cahaya setelah hujan di langit membosankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Lovesick
FanfictionDi tengah malam yang hangat, musim semi memeluk semua jiwa lelah. Mengayomi sembari bernyanyi lirih pada semesta. Hiruk-pikuk kota tidak membuatnya terganggu, terlelap saja sampai kau membuka mata dan menemukan wajah orang tercinta memandangi sembar...