"Aku pulang." Sudah menjadi kebiasaan Soonya menoleh ke garasi, tetapi hasilnya sama, mobil merah itu tak pernah datang. Kang Yoojin ingkar janji, lagi.
"Hai sayang, harimu pasti menyenangkan." Papa menyabut Soonya, menawarkan segelas air, tetepai ia bergegas menuju dapur, mengambil alih pekerjaan sang Mama.
Hingga menyadari sesuatu, porsi sup itu cukup banyak untuk tiga orang. Soonya mengedikkan bahu, tidak ingin berharap banyak, Soonya tau Yoojin sangat sibuk mendengar suaranya dari ponsel tadi sudah lebih dari cukup.
Sejak bulan januari sampai tahun hampir berganti, belum sekalipun pemuda dua puluh empat tahun itu mengambil cuti, mampir sejenak berganti pakaian atau mengantar Soonya ke halte sekolah. Tanpa percakapan panjang.
"Mama tersayang, cantik, baik, dan sangat hebat ini. Bisakah lain kali bermurah hati sedikit pada gadis manismu?" rengek Soonya, pasalnya kejadian pagi itu sering terjadi. Entah dengan alasan atau Mama hanya iseng saja.
"Biasanya kau berangkat pukul tujuh," balas wanita empat puluh tahun itu.
"Di Indonesia, kita di Korea, jika Mama lupa." Soonya memberi penekanan.
"Maafkan mama, tetapi lihat sisi baiknya kau bisa menyusuri seluruh sekolah, mungkin mendapat inspirasi untuk lagumu mendatang. Siapa yang tau?!" Mama berucap tanpa berbalik, suaranya sumbang tertahan.
"Mama takut terjadi lagi?" Soonya tanpa menjelaskan panjang lebar wanita paruh baya itu pasti tau arah pembicaraan ini.
"Mama tidak ingin kau terlambat saja, bukahkan kau sendiri yang bilang merindukan hujan salju di pagi hari." Jelas alasan itu tidak membuat Soonya puas.
"Setelah semua yang aku lewati kemungkinan dia akan kembali?" memastikan sekali lagi meski, Soonya tau jawabannya.
"Sup siap! Anak cantik Papa, mandilah dan bersiap untuk makan malam." Papa menntun tubuh anak gadis kesayanganya ke kamar.
"Soonya, Mama banga padamu." Sayup sayup suara Mama dari dapur.
"I know," balas Soonya singkat.
Soonya menutup pintu kamar sedikit kuat, membanting tas ke atas ranjang, buku bukunya terlempar. Beralih menatap kosong keluar jendela, serpihan lembut salju menyelimuti seluruh kota, bulan desember benar datang.
Hatinya tersayat, menahan isakkan sejak namanya muncul di layar ponsel Soonya, lebih sulit. Kesepian ini memuncak, tak ada obatnya. Soonya mulai lelah.
Lemari kecil di samping ranjang ia buka tergega gesa, meraih botol kecil berisis tiga 'permen pahit'. "Kau harus bertahan, setidaknya sampai awal tahun."
"Soonya, turun sayang, lihat siapa yang datang!" panggil Mama, Soonya mengangkat kepala, menarik sudut bibir, tersenyum lebar. Lagi, ia harus membohongi dunia. Bohong kalau dia kuat.
Langkahya melambat, menghurip aroma parfume yang sangat familiar. Sosok yang si gadis tunggu akhirnya datang. Tepat di bulan desember.
"Kak Yoojin!" Soonya menghamburkan pelukan, mendekap erat tubuh pria itu, bersembunyi di dada bidangnya, sekuat tenaga menahan tangis. Tidak ingin merusak momen.
"Tunggu sebentar, aku kembali secepat mungkin. Aku mohon jangan pergi dulu." Soonya melangkah mundur, menyatukan tangan di depan wajah, memohon sangat bahkan tak ingin berkedip memastikan pria itu tetap berdiri ditempatnya. Bukan halusinasi.
"Tenang saja sayang, Yoojin menginap malam ini," sambung Papa. Yoojin mengangguk tegas.
"Iya, aku harus menepati janji, benar? Gadis cantikku sudah lama menunggu." Kang Yoojin tersenyum lebar, mengisyaratkan Soonya bergegas naik ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Lovesick
FanfictionDi tengah malam yang hangat, musim semi memeluk semua jiwa lelah. Mengayomi sembari bernyanyi lirih pada semesta. Hiruk-pikuk kota tidak membuatnya terganggu, terlelap saja sampai kau membuka mata dan menemukan wajah orang tercinta memandangi sembar...