Hujan mengguyur kota semalam, menurunkan suhu sampai ke dasarnya, menambah lapisan selimut tebal teman tidur Soonya. Aktivitas masyarakat terhambat sejenak, bandara dan stasiun bus berhenti beroperasi sampai keadaan sedikit konduktif.
Liburan akhir pekan tinggal kenangan, Soonya sengaja bangun pagi untuk menagih janji Yoojin. Namun, lihat dia sekarang, menatap lesu keluar jendela, menghela nafas sekian kali sampai kaca malang itu berembun tebal.
"Jangan keluar, Soonya. Habiskan teh hangatmu," ucap Mama kesekian kali, diteruskan dengan.
"Perkiraan cuaca, badai salju datang malam ini," dan diakhiri kalimat.
"Lebih baik kau berlatih gitar daripada melamun seperti hantu penunggu, Nona kecil." Hebat juga ingatan Soonya.
Suara ketukan menginterupsi, tanpa niat menoleh Nona kecil Soonya dapat menebak siapa di sana.
"Besok sudah senin." Pikir si gadis, menyebalkan kenapa hari minggu hanya datang sekali dan cepat berlalu. Sementara, hari senin selalu datang terburu buru.
"Pergi kemana Kak? Sibuk sekali." Soonya tanpa mengalihkan pandangan, pantulan sang Kakak sepupu di kaca membuatnya berdecak kesal. Tidak adil Soonya juga ingin menikmati hari libur sesaat.
"Kantor, tentu saja. Kenapa belum berganti pakaian?" Yoojin duduk di sisi Soonya, mengerti adiknya merajuk, Yoojin memutuskan turun tangan.
"Hold my card." Kartu pegawai Yoojin melayang ke pangkuan Soonya, alisnya terpaut bingung.
"Ayo, bukankah kita punya janji hari ini." Yoojin melangkah mundur ke bibir pintu, menarik nafas panjang, berteriak ke bawah tangga.
"Kakak, boleh aku mengajak Soonya jalan jalan? Ayolah, anggap saja latihan sebelum ia menjadi produser besar. Aku berjanji membawanya pulang dengan selamat!" Belum Mama menjawab Yoojin mengulurkan tangan.
"Let's go, Producer Kang." Yoojin tersenyum simpul, Soonya menyibak selimut membungkus tubuhnya, mengejar langkah lebar sang Kakak keluar rumah.
Yoojin terkekeh kecil, melihat wajah berbiara sang adik setelah sekian lama meleburkan lelah di pundaknya. "Bertahanlah sedikit lagi Soonya, sedikit lagi."
Sesuai perkiraan cuaca, salju turun sedikit membabi buta, tumpukkan putih di setiap sudut. Pantas semua orang bak ulat bulu berjalan, padding menutup seluruh tubuh, menyisakan rambut yang melayang layang tertiup angin. Terang saja, awan putih raksasa menutup langit, menghalangi sinar hangat sang surya.
Sepuluh menit lebih lambat dari biasanya, Yoojin bergegas keluar mocil, menatap sekitar parkiran. "Syukurlah mereka belum datang."
Yoojin berbalik menghadap Soonya, memegang kedua pundaknya. "Listen to me, sebelum masuk berjanji padaku untuk bersikap 'biasa'. Jangan terkejut jika bertemu wajah wajah yang sering muncul di TV, jangan terlalu memperhatikan, jangan meminta tanda tangan secara langsung, atau memfoto diam diam. Kau datang kesini untuk bekerja."
Soonya mengangguk sekali, seperti anak buah yang patuh perintah sang pemimpin. Yoojin mengusap sayang pipi Soonya, kemerahan. Oh, itu riasan wajah.
Yoojin kadang lupa adik kecilnya mulai menginjak remaja.
📔📔📔
"Semuanya ayo turun, manajer datang." Soobin menutup pintu asrama, berjalan ke sisi mobil, sebuah pesan masuk, produser sudah sampai. Soobin terdiam, membeku. Hari ini datang juga, pintu awal kisah besar mereka dimulai.
Jika boleh jujur, Soobin tidak siap sepenuhnya. Namun, melihat kebelakang, senyuman lebar dari wajah kelelahan anggotanya membuat kaki lemah pemuda jangkung itu berani berdiri tegak, menopang tanggung jawab besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Lovesick
FanfictionDi tengah malam yang hangat, musim semi memeluk semua jiwa lelah. Mengayomi sembari bernyanyi lirih pada semesta. Hiruk-pikuk kota tidak membuatnya terganggu, terlelap saja sampai kau membuka mata dan menemukan wajah orang tercinta memandangi sembar...