Ketukan pintu menginterupsi pembicaraan serius di ruang tamu, semua orang menoleh, tatapan sembab, beberapa lembar kertas serta hasil X-Ray paling mencolok di antaranya. Obat berbagai warna dan ukuran bak permen menghiasi meja yang biasanya penuh kue kering dan kertas sketsa Soonya.
"Yeonjun sayang, kau ingin kue kering," sapa mama, sekuat tenaga menahan isakan. Mata memerah, sebab, dan suara sumbang. Pemandangan mengerikan apa yang Yeonjun lihat sekarang! Tidak mungkin terjadi lagi.
Soonya sudah sembuh seperti kata Dokter, suasana macam apa ini!
Yeonjun mendongakkan kepala, terkekeh tertahan, mengepalkan tangan kuat, membuang seikat bunga ke sembarang arah. Berlari ke lantai dua, tetapi langkahnya terhenti. Suara tirai tertutup dan saklar lampu membuat dada Yeonjun berdenyut nyeri.
"Siapa di sana," suara dari balik pintu, diikuti knop pintu berputar, pintu terbuka. Seorang gadis, rambut sebahu dengan penjepit rambut menahan poni.
Yeonjun mengulum senyum, berusaha tenang. "Daniel, hai Vanya."
Si pemuda coba menarik ingatan Soonya tentang dirinya. Ah, Vanya maksudnya.
"Oh hi, lama tidak berjumpa, tetapi maaf Vanya sangat mengantuk. Bagaimana jika kita bicara besok?" Vanya mengusap mata, menguap sekali. Yeonjun membalas secepat mungkin dengan nada semangat.
"Iya, iya kita bisa bertemu kapan pun kau mau, besok, tengah malam nanti, pagi buta. Aku siap dua puluh empat jam." Yeonjun tersenyum lebar, berharap dapat memeluk gadis itu sekarang juga.
"Hm, kau tidak pernah berubah, Daniel." Vanya perlahan menutup kembali pintunya.
"Selamat malam, mimpikan yang indah saja," lirih Vanya sebelum pintu tertutup sempurna.
Dalam sekian detik Yeonjun terpaku menatap pintu itu, terasa debar aneh menjalar dari jantung sampai melemaskan lututnya. Suara panggilan menginterupsi, beruntung dapat menyadarkan Yeonjun dari lamunan yang hampir menumpahkan air mata si pemuda.
"Kak Yeonjun bisa kembali? Ada latihan tambahan pukul sepuluh." Ternyata si paling muda.
"Pukul sepuluh pagi?" tanya Yeonjun, menuruni tangga dengan sisa tenaga yang ada.
"Tentu saja?! Cepat kemari!" Heuningkan sedikit kesal.
"Bukankah ini sudah malam?" suara parau, sesekali menarik nafas panjang. Kaki jenjang itu menuju pintu utama. Tanpa menoleh pada keluarga malang di belakangnya.
"Kau mabuk?! Lihat keluar, mentari bersinar terang di atas kepala." Hueningkai mulai kehabisan kesabaran. Jam terus berjalan, jika anggota TXT tidak berkumpul tepat waktu akan mendapat sanksi. Terburuk dari semuanya. Kelas yoga tambahan.
TIDAK!!
"Kau tidak sedang di luar negri, bukan?" tebakan awal Hueningkai benar. Pemuda kelahiran 1999 ini mungkin hilang akal di suatu tempat.
"Aku di luar alam bawah sadar," balas Yeonjun, tawanya sekeras sambaran petir, dan panggilan terputus sepihak.
📔📔📔
Ruang latihan terasa dingin, meski pendingin ruangan baru dinyalakan, bisik Beomgyu di sisi kiri Taehyun, "Masih penasaran tentang semalam?"
"Kau bilang tidak sengaja, berarti memang tidak terencana, bukan?" balas Taehyun, tampak tidak tertarik dengan topik itu lagi.
"Ayo, Kak Soobin sudah menunggu!" Hueningkai mengirimkan pesan suara pada seseorang, urat amarah terlihat jelas di pelipis mata.
"Kak Yeonjun?" tanya Beomgyu, mengintip ruang obrolan si paling muda dan tertua. Pesan tidak terbaca dengan sederet panggilan tidak terjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into Lovesick
FanfictionDi tengah malam yang hangat, musim semi memeluk semua jiwa lelah. Mengayomi sembari bernyanyi lirih pada semesta. Hiruk-pikuk kota tidak membuatnya terganggu, terlelap saja sampai kau membuka mata dan menemukan wajah orang tercinta memandangi sembar...