ARAH SEGALA KEMARAU DI JANTUNG DADAKU

18 1 0
                                    

Dibulan kemarau kutemukan segala arah di jantung dadaku, agar bisa keluar dari kehausan yang membuatku pilu, bunga yang mulai layu, dan hewan-hewan yang kelaparan akan mati oleh kekeringan, karena tertindas dengan rumput yang tidak subur, akibat oksigen terhambat oleh daratan yang tidak ada lagi setetes air hujan untuk mengembalikan kejenuhan hidup di alam semesta. Gunung meletus akan mengeluarkan segala polusi dan menyusuk ke dalam rumah yang dapat menembus dinding dan jendela kaca. Kemudian atap rumah akan mulai rapuh karena terik mentari yang sangat panas dibanding api yang sedang membara, tapi pondasi dan tian-tian rumah akan semakin kuat tanpa adanya hujan badai yang dapat merobohkannya.

Dibulan kemarau tidak ada lagi seorang anak kecil yang dapat bermain dengan hujan, karena hujan telah tergantikan dengan debu yang membuat sesak dadaku, kini semua sudah terasa hampa tanpa adanya rintik-rintik hujan yang dapat membasuh wajahmu. Tapi mungkin saja hukum alam memang seperti itu dan hanya rasa yang selalu merindukan datangnya hujan dengan bergantinya musim gugur menjadi musim kebaya. Hanya keringat kemarau yang menjadi saksi bisu agar menyampaikan pada hujan tentang perihnya sang mentari, dan jantung sudah mulai resah menanti kedipan kilat yang berserakan dengan suara guntur dibagian barat.

Dan kini musim telah berganti, bulan Januari telah tiba, tanda-tanda hujan sudah mulai muncul dengan beriringan datangnya angin malam disudut utara, kemudian metafora rindu mulai terwujud dengan sekian lamanya menanti hujan di langit mendung, hewan-hewan mulai gembira, dan rumput yang sudah layu kini tumbuh dengan deraian hujan yang sangat lebat. Debu-debu akan hilang karena terkena tetesan hujan yang membasahi bumi dengan mengisi kosong direlung hati, sehingga hujan pada malam ini yang membuatku bangkit dan terbangun dari perih-nya sang mentari.

Hujan pertama menuntaskan kemerau panjang diseluruh penjuru. pohon-pohon sudah tersusun rapi dipinggir sungai, kemudian air mengalir membasahi seluruh batu yang sudah kering, dan kepeting berlomba-lomba ketepi pantai menikmati udara pada bulan Februari.

Sedangkan dipermukaan cuaca ada sepintas rindu yang timbul dalam benak jantungku, karena gerimis petan ini ada yang berbeda dengan gerimis musim lalu, dan kutemui payung udara untuk menyimpulkan sepercik tetesan air hujan agar kau tau tentang kehangatan yang dulunya menjelma sepasang selimut, kini sudah menjadi selembar tisu yang dirangkul oleh kenangan dan saksi cinta pada perasaan yang dilandasi dengan hujan gerimis petang ini.

Semenjak digantikannya senja oleh embung pagi ini, suara angin tak semerdu yang dulunya lagi, dan romansa yang pernah kita perangkan di panggung nostalgia kini hanya bait-bait cinta yang tak salin menghargai lagi. Namun hujan yang terhampar di bumi membawa kisah dan judul cerita yang disimpan kedalam laci numun sudah menjadi sejarah yang kesekian lamanya terjaga oleh rahasia di jantung dadaku.

Ku berusaha bersembunyi dibalik tenda biru, sampai tidak ada seseorang yang dapat mencari jejak kepergian ku lagi, karena waktu yang terbuang sia-sia akan terdampar oleh bintang-bintang diluar angkasa, dan perahu bulan kujadikan penunjuk arah untuk menyelesaikan misi yang tak penting lagi dihalaman ragamu. Tapi rahasia ini akan terus kusimpan ke dalam benak jantungku yang ku jaga dengan sepenuh hati karena hanya aku dan tuhan yang tau segala isinya.

"Hujan yang terhampar Dibumi akan menghilangkan seluruh butiran debu di halaman rumahmu"

Serampang   Dan Karang-karang PiluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang