Merangkak Saya, Kamu Berdiri

32 0 0
                                    

     Perlahan kupegang tepi ranjang, menegakkan badan, meski sulit tetap harus bangun. Nyatanya, tersungkur dan tersandung. Kepala membentur tepi jendela, sedikit berdarah. Kukira lupa, namun kejadian itu tetap terngiang.

     Benar, saya ingin melepas pengunci daun jendela, agar terbuka, untuk mengetahui apakah cuaca baik baik saja ? Atau matahari enggan menawarkan cerah ?

     Kulihat, embun masih melekat didasar kaca, menghalangi pandangan, ia enggan beranjak, enggan pergi, ia juga masih betah, ia adalah embun, bulir air dijendela, penyebab suasana kamar sejuk lagi seram. Bukan apa-apa, embun mengingatkan betapa kejam saya, tak peduli sehebat apa penyesalan saya.

     Bulan ini Desember, penutup tahun kata mereka, harus tersenyum. Tidak bagi saya, rindu ini semakin menolak, untuk ditahan, untuk diabaikan, untuk ditepis. Rindu ingin penjelasan, secepatnya atau berhenti.    Celakanya, saya tak kuasa, pilihan itu berat, tiada pilihan bagi saya. Tetap menahan dan memendam adalah cara terbaik saat ini meski sesak.

     Disana, saya lihat engkau bangkit dan berdiri. Lingkaran luka mulai menutup, aktifitas seperti biasanya, garis senyum sudah terlihat, ia begitu, sudah pulih, ia adalah wanita kemarin yang kuhancurkan hatinya secara langsung. Harapannya seakan kupaksa jatuh, mimpinya bersamaku seolah kupaksa berhenti, dan ia adalah wanita yang kucintai hingga detik ini.

     Perihal pulih, saya turut bersuka cita, meski hanya kau saja yang mengalaminya. Biar saya yang berlumur sesal, berusaha bangkit dan berdiri, kemudian berlari, untuk mengejarmu kembali.


"Untuk bisa berdiri itu tidak mudah, kau pasti melalui fase sulit, tertatih dan latah oleh lukamu yang begitu dalam."

Kisah Yang Selesai Serta Kenang Menolak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang