Yang Terakhir Adalah Penyesalan

50 1 1
                                    

     Hari berlalu begitu cepat, begitu juga keadaan. Seperti biasa, sabtu malam kita isi dengan kencan, walau hanya menikmati siomay di trotoar kota. Menghitung kendaraan dengan jenis yang sama berlalu lalang, juga menertawakan pengendara saling berteriak karena macet. Bahagia cukup sesederhana kita pada malam ini.

     Masih lekat diingatan, sabtu malam akhir november, enggan bertemu. Saya lupa kenapa, yang pasti tak ingin menatap satu sama lain. Saya mencoba bertemu wanita lain malam itu, bukan apa apa, sekedar penghilang bosan, tak ada hal lain, percayalah. Lewat tulisan ini kusampaikan, semoga kau membacanya, oleh karena saya tidak sempat menjelaskan saat itu, hingga kau beranjak pergi meninggalkanku, juga kondisi kita sekarang. Pada hari ini saya menulis, kita sudah lupa ingatan.

"Tok...tokk... krekkk" seperti biasa, minggu pagimu adalah untukku, sesibuk apapun kamu, semarah apapun kamu, tak lupa minggu pagi selalu bertandang ketempatku. Sengaja pintu tidak saya kunci, agar kau mudah masuk.

"Selamat pagi, cuci muka juga gosok gigi kamu, aku bawa sarapan untukmu" rayumu pagi itu.

     Tak lupa, kau merapikan tempat tidurku selagi saya membersihkan muka. Kemudian kubuka kotak sarapan yang kau bawa,

"Ahh spaghetti tuna" gumamku, saya pura pura menikmati, untuk menghargai kreasi bidadari disebelahku pagi ini. Saya yakin dia membuatnya diwaktu subuh yang masih gelap, saya menghargai perhatian itu.

"Pinjam hp kamu dong" katamu.
"Aduhh, mati kita" benar, saya lupa menghapus chat dengan wanita yang saya kencani tadi malam.

     Seraya menggulir layar hp, kau mulai mengecilkan dahi, mata mulai berkaca, pertanda ada sesuatu yang tidak beres baru saja kau lihat. Kemudian membanting hp ke tempat tidur.

"Aku pulang, jangan hubungi aku lagi"
Saya diam, tidak biasa kau seperti ini, saya lupa bahwa luka lamamu perkara diduakan, maafkan saya, lewat tulisan ini kusampaikan. Mungkin kalian pikir saya brengsek, tidak apa, itu terserah kalian menilai.

"Kepada wanitaku, saya sangat mencintaimu, hingga detik ditahun terakhir umurku, tak berkurang sedikitpun."

     Benar saja, maaf pun tidak kunjung kudapat.
Saya hancur, kembali kelam, suasana ini seperti masa lalu lagi, hujan pun semakin mengalir sendu, juga gemuruh seakan memaki saya, penyebab kau pergi malam itu.

     Sore ini, tidak terlihat lagi langit langit bernuansa jingga,
bertuliskan nama kita.
Yang tersisa,
mendung berupa awan hitam bergulung sangat menakutkan.
Mungkin sengaja, sekedar menghapus ukiran indah nama kita di atas sana.

     Bait tulisan ini mewakilkan bahwa pernah terjadi peristiwa indah pada sebuah bangku kecil di tengah kota.
Biar saja hujan gerimis yang kemudian datang menghapus sisa sisa jejak, ini mungkin lebih baik, daripada hujannya membanjiri dada lalu naik ke kelopak mata.

     Hiruk pikuk kendaraan yang lalu lalang sangat memekakkan telinga disaat berjalan sendirian.
Dahulu tak ubahnya seperti nyanyian syahdu saat kita berjalan ditepi sambil bergandengan juga sesekali kepala bulatmu bersandar dibahuku.

     Ingin sekali saya bercerita, bahwa saya tertatih dan hampir tersungkur berjalan sendiri tiada kau disamping.
Tapi tak apa, jangan di ceritakan,
sebab dengan mengenang saja saya bisa bahagia, berkhayal merasakan debar jantungmu kembali sangat menyenangkan.


"Percayalah, perpisahan tidak selucu ini, perpisahan tetaplah perpisahan, kemudian ada hati yang berantakan."

Kisah Yang Selesai Serta Kenang Menolak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang