Bagian 1

60.9K 1.6K 33
                                    

*Memaafkan_Bunda*

Sore itu adalah hari terakhirku berada di kampung halaman. Aku akan berangkat ditanah perantauan untuk melanjutkan pendidikan. Ya, kebanyakan masyarakat di desaku memilih tanah rantau untuk mendapatkan gelar sarjana. Menjadi seorang mahasiswa adalah cita-citaku saat duduk di bangku SMA. Dengan bekal ketupat dan sedikit uang aku bersiap menuju pelabuhan.

"Kamu hati-hati disana ya nak, jangan tidur terlalu larut, jaga pola makan dan yang paling penting jaga pergaulanmu" kata mama menasehatiku.

"Iya, ma" jawabku sambil mencium tangannya.

"Mama percaya sama kamu, kamu bisa memegang amanah" lanjut mama dengan tulus.

"Terima kasih ma, aku berangkat ya" aku pamit seraya keluar rumah.

Oh iya, namaku Nayla, anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak pertamaku baru menyelesaikan studinya di salah satu sekolah tinggi di kotaku, kakak keduaku sementara kuliah di kampus islam yang ada di luar kota sedang adikku masih duduk di bangku SMA kelas 1. Kami terbilang keluarga kurang mampu. Namun orang tuaku selalu berusaha yang terbaik untuk menyekolahkan kami.

Kasih sayang merekalah yang membuat kami kuat untuk tetap berdiri. Mereka tidak pernah mengeluh walau harus meminjam pada tetangga untuk membayar biaya pendididkan kami.

Kami terbilang keluarga harmonis dan sangat akur, ya bukan hanya aku yang mengakui itu tapi para tetangga kerap bilang seperti itu, ketika hari raya. Setiap hari raya kami selalu jalan bersama untuk bersilaturahim kepada sanak saudara dari bapak maupun mama.

Saat aku berada di perantauan, mama kerap kali menelpon utuk sekedar menanyakan keadaanku. Aku sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat peduli padaku. Rasa syukur itu aku ungkapkan melalui kegigihanku dalam belajar.

Hingga aku masuk semester lima, semangat belajarku tetap ada. Di semester lima umurku sudah menginjak 21 tahun. Itu artinya sudah 21 tahun akau merasakan kasih sayang yang luar biasa. Kasih sayang yang kita rasakan selama itu tidak akan mampu digoyahkan dengan apapun. Walau fakta lain terungkap.

Saat itu, aku masih mengikuti rapat untuk pemantapan kegiatan tahunan di kampusku.

"Assalamu'alaikum..." sapa seorang pemuda yang aku taksir umurnya sekitar 25 tahunan. Dari penampilannya, kelihatan dia orang kaya.

"Wa'alaikumsalam", jawab kami serentak.

Pemuda itu menunujukan sebuah foto pada pemimpin rapat, aku tidak tau apa yang ada di foto itu hingga pemimpin rapat memanggilku maju ke depan. Spontan pemuda itu memeluk erat tubuhku. Hal itu membuat para peserta rapat melongo. Aku memberontak berusaha melepaskan pelukannya.

"Maaf kamu siapa berani-beraninya meluk orang sembarangan" ucapku penuh amarah ketika berhasil melepaskan pelukannya.

Pemuda itu tidak langsung menjawab, dia malah mengis memandangiku. Aku tidak mengerti dengan kelakuannya, yang datang menghentikan rapat dan berani memeluk aku.

"Aku kakakmu" ungkapnya parau karena menangis.

"Maaf anda salah orang, kakakku hanya dua" jawabku sopan.

"Aku kakakmu dik" ungkapnya lagi.

Aku terus mengelak jika dia bukan kakakku, ya aku hafal betul bagaimana wajah dari kedua kakakku walaupun sudah satu tahun belum bertemu. Hingga datanglah seorang ibu yang menghampiri kami. Aku memperhatikan ibu itu adalah orang tua dari pemuda yang ada dihadapanku. Aku pikir ibu itu akan datang menarik anaknya yang bertingkah konyol di kampusku.

Namun diluar dugaan, ibu itu menangis dan memelukku seperti apa yang dilakukan pemuda tadi. Aku makin bingung dengan perlakuan mereka. Karena mersa tidak enak telah mengacaukan rapat, aku keluar ruangan menuju parkiran.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang