*Kedatangan kak Fahmi*
Jam menunjukan pukul empat sore hari, persiapan pun sudah beres. Kini, kami sekeluarga beserta orang tua adat dari kampungku bersiap hedak ke rumah mempelai wanita untuk lamaran.
Selama perjalanan aku selalu menggoda kak Ardi. Begitu juga dengan bapak yang ikut menggoda kak Ardi.
"Cie, yang mau lamaran pasti jantungnya udah mau copot tuh." Ledekku yang hanya dib alas dengan senyum simpul hana tanggapan lain dari kak Ardi.
"Bukan hanya jantungnya Nay, tapi hatinya juga pasti sudah kaya taman bunga mawar yang ada di Bandung itu, eh benar ya di Bandung? Bapak lupa." Timpal bapak.
"Sebenarnya siapa sih calon kakak?, ini bukannya jalan menuju rumah orang tua Andin ya?" Tanyaku penasaran. Lagi-lagi kak Ardi hanya senyum.
"Ih kak, kenapa malah senyum sih."
"Ma, siapa sih calonnya kak Ardi?" Tanyaku beralih pada mama yang ada di sampingku.
"Itu teman sekolah kamu yang suka nginap bareng kamu di rumah." Jelas mama santai.
"Andin.....!, Kak, beneran kamu mau ngelamar Andin?" Tanyaku kaget.
"He..he..he iya.." Jawab kak Ardi malu-malu.
"Oh, jadi selama ini kalian main dibelakangku ya. Lamaran juga tidak kasih kabar, untung aku pulang kalau tidak." Ucapku pura-pura ngambek.
"Kalau tidak, pasti bakal ada orang yang bakal ngambek sama sahabat dan kakaknya." Lanjut kak Ardi santai.
"Ish... awas saja ya kalau aku ketemu Andin.."
"Eh, kamu mau ngapain calon kakak?" Tanya kak Ardi dengan muka sok serius.
"Ada deh, kak Ardi kepo." Ucapku menjulurkan lidah.
Hanya butuh waktu dua puluh menit, kami sampai di rumah minimalis berwarna coklat muda. Kami disambut hangat oleh keluarga mempelai wanita. Aku menyalami tante Ambar dan om Yahya orang tua Andin.
"Tante, aku boleh ke kamar Andin?" Tanyaku pada tante Ambar.
Tante Ambar yang sudah mengenalku dengan baik langsung mempersilahkan aku untuk menemui Andin di kamarnya. Sudah sesuai adat di kampungku jika lamaran, mempelai wanita tidak boleh menemui mempelai pria. Cincin lamaran pun disematkan oleh orang tua atau wali perempuan dari pihak perempuan.
"Andinnnnnnn..!" Teriakku saat memasuki kamar Andin.
"Kamu jahat ya. Udah ninggalin aku di kamar tanpa pamit, terus lamaran juga tidak memberitahuku. Kamu tidak menganggapku lagi hm." Ucapku memasang wajah marah.
"Maaf, bukannya aku sudah pamit lewat kertas ya..heheh" Ucap Andin tanpa dosa.
"Terus kenapa kamu tidak kasih tahu aku kalau yang bakal lamar kamu itu kakakku hm. Tega ya kalian main diam-diam di belakangku." Ucapku masih mode marah.
"Main, emang kamu pikir kami main petak umpet."
"Ish, ya udah deh aku mau pulang. Malas aku lihat kalian." Ucapku.
"Eh jangan gitu dong.. Maafin aku ya, aku mau ngasih tau kamu tapi kak Ardi melarangku. Katanya biar dia saja yang ngasih tau kamu." Ucap Andin memelukku.
"Ogah, pokoknya aku mau pulang." Ucapku masih cuek
"Ya Nay, maafin dong. Nanti aku traktir makan bakso di kampus deh asal kamu mau maafin aku." Bujuk Andin.
"Ya sudah aku maafin, orang aku cumin pura-pura marah kok. Mana mungkin aku marah sama sahabatku yang satu ini." Aku memeluk manja Andin.
"Oh pura-pura, jadi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Paksa
Science FictionPernakah kamu membayangkan keharmonisan keluargamu selama 21 tahun lamanya akan dirusak oleh keluarga baru yang pada kenyataannya adalah keluarga kandungmu?. Selama 21 tahun kamu hidup dengan kasih sayang penuh dari keluarga yang ternyata hanyalah k...