Bagian 20

25.4K 954 39
                                    

Tepat pukul 04.35 kak Fahmi membangunkanku untuk mandi dan melaksanakan sholat subuh.

"Sakit ya dik, maafin aku ya." Ucap kak Fahmi merasa bersalah.

Tiga hari setelah kedatangan kak Dirga dan ayah, kami kembali ke ibu kota untuk melaksanakan kewajiban kami di sana. Kak Fahmi kembali ke kantor begitu juga kak Dirga yang sudah pindah kantor di Jakarta, sementara aku dan ayah hanya sibuk di rumah, hubunganku dengan ayah juga membaik.

***

Setelah satu bulan lamanya kak Dirga pindah di Ibu Kota, kak Dirga meminta ayah untuk menemui keluarga Lala. Kak Dirga berniat memajukan pernikahannya dengan Lala yang ditanggapi positif oleh keluarga Lala.

Jam menunjukan pukul 19.00, namun kak Fahmi belum balik dari kantor. Di telpon juga tidak diangkat. Tiba-tiba saja aku sangat merindukan kak Fahmi hingga aku menangis terseduh-seduh. Saat hendak menelponnya lagi, pintu di buka dari luar dan muncullah sosok yang sangat dirindukan padahal baru berpisah beberapa jam.

Aku langsung memeluk kak Fahmi dan menangis dalam pelukannya.

"Dik, kamu kenapa nangis? Kamu sakit? Atau ada yang nyakiti kamu sampe nangis gini?" Tanya kak Fahmi khawatir.

"Aku rindu kak Fahmi. Aku tidak mau kak Fahmi pergi" Ucapku manja.

"Rindu? Maksud kamu apa sih dik, aku gak kemana-mana kok. Aku hanya ke kantor. Lagian kamu tumben rindu padahal baru beberapa jam berpisah." Ucap kak Fahmi heran.

"Pokoknya aku gak mau kak Fahmi pergi-pergi, aku mau kak Fahmi temenin aku terus." Ucapku.

"Tapi dik, aku kan harus kerja. Lagian jam makan siang juga aku pulang di rumah." Ucap kak Fahmi.

"Ya sudah, kak Fahmi pergi saja. Kak Fahmi tidak peduli sama aku." Aku melepas pelukan lalu baring dan menutup seluruh tubuh dengan selimut.

"Dik, kamu kenapa sih. Kok malah ngembek gitu." Ucap kak Fahmi menarik selimut yang menutup tubuh.

"Kak Fahmi jahat.." Ucapku lagi.

"Ya sudah, besok kak Fahmi gak masuk kerja. Aku akan temani kamu, sekarang kamu cerita ada apa?" Ucap kak Fahmi.

"Yess, terima kasih kak. Aku tidak apa-apa kok, aku hanya pengen dekat kak Fahmi aja." Ucapku kembali memeluk kak Fahmi.

"Dasar manja, kamu takut ya kak Fahmi mu ini diambil orang karena terlalu ganteng hmm." Ucap kak Fahmi membalas pelukanku. Aku mencubit perutnya.

"Oh jadi, kak Fahmi godain orang ya di luar." Ucapku cemberut.

"Aku cuman bercanda sayang, kamu jangan ngambek gitu." Ucap kak Fahmi kembali menarikku dalam pelukannya.

Paginya aku bangun dengan kondisi lemah dan pusing, mukaku juga kelihatan pucat hingga kak Fahmi terlihat sangat khawatir.

"Dik, kamu pucat. Kita ke dokter ya." Ucap kak Fahmi khawatir.

"Aku tidak apa-apa kok kak, kayanya kurang darah lagi. Nanti juga sehat, ini udah biasa kok." Ucapku parau.

"Tapi dik, mukamu sangat pucat." Ucap kak Fahmi.

Tok.. tok... tok..

Ayah masuk diikuti wanita paruh baya namun masih kelihatan cantik.

"Bu Dewi..!" Sapa kak Fahmi lalu mencium tangan ibu paruh baya yang di sebutnya bu Dewi.

"Aku periksa dulu istrimu ya nak." Ucap bu Dewi.

"Iya bu, silahkan. Dik, ini bu Dewi dokter kelurga kita" Ucap kak Fahmi.

Ibu dewi mulai memeriksaku, mulai dari denyut nadi hingga tekanan darah. Namun, setelah melaksanakan tugasnya memeriksaku tidak ada kondisi yang berbahaya terlihat dari mimik mukanya yang justru tersenyum.

"Bagaimana keadaan Nayla bu?" Tanya kak Fahmi khawatir.

"Nayla tidak apa-apa, dia pucat karena ada isi di perutnya." Ucap dokter.

"Kalau begitu, tolong beri obat untuk mengeluarkan isi yang ada di perut Nayla bu." Ucap kak Fahmi.

"Apa kamu tau, maksud isi itu apa?" Tanya bu Dewi.

"Tidak bu, tapi tolong keluarkan. Aku ttidak mau Nayla sakit bu." Ucap kak Fahmi masih khawatir sementara ayah dan bu Dewi malah senyum. Aku juga bingung kenapa mereka malah senyum dengan kondisiku.

"Isi itu, maksudnya da mahluk lain yang ada di perut Nayla. Mahluk yang bisa membuat ayahmu jadi kakek." Jelas bu Dewi dengan senyum indahnya.

"Maksud bu Dewi, Nayla hamil?" Tanya kak Fahmi yang di balas anggukan kepala oleh bu Dewi.

"Alhamdulillah, terima kasih ya Allah."

"Terima kasih sayang, jadi semalam itu bukan keinginan kamu tapi keinginan dia untuk dekat-dekat dengan ayahnya?" Ucap kak Fahmi mengelus perutku yang masih rata.

"Tenang nak, ayah akan selalu ada untukmu. Kamu baik-baik di dalam ya, temanin bunda di saat ayah lagi di kantor." Ucap kak Fahmi seolah bicara pada anaknya yang udah lahir.

Sejak kehamilanku, kak Fahmi tidak pernah membiarkan aku mengerjakan kerjaan rumah. Jangankan mencuci piring, membantu bibi menata makanan di meja saja kak Fahmi ngelarang. Begitu juga dengan ayah dan kak Dirga. Kebahagiaan itu juga di rasakan oleh mama dan bapak di kampung karena sebentar lagi mereka akan punya cucu.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang