Bagian 17

15.2K 701 14
                                    

*Kecewa*

Mentari pagi menyapa aktivitas di bumi dengan malu-malu, burung bersahutan seolah menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang satu itu. Kami tengah menikmati sarapan pagi. Tidak seperti di rumah ayah, sarapan kali ini hanya ala kadarnya. Nasi dengan lauk ikan goreng dan sayur bening serta sambal yang di racik oleh mama.

Memang terlihat sederhana, tapi itulah sarapan kami setiap hari karena mama tidak mengizinkan kami makan apapun disaat sarapan. Kalau bukan ikan, ya telur dengan sayur bening. Tidak ada sayur lain yang mama siapkan di pagi hari karena menurut mama, sayur bening sangat bagus bagi kesehatan.

"Nayla, kapan rencana balik di Jakarta sayang?" Tanya mama di sela makan.

"Mama ngusir aku?" Tanyaku.

"Tidak sayang, mama cuman nanya loh. Sensitif banget sih anak mama hari ini, kamu lagi dapat ya?"

"Aku mau dsini dulu ma, masih pengen ngerasain udara segar." Jawabku memasukan sesendok nasi dalam mulut.

"Emang kamu tidak kuliah?" Timpal kak Ardi.

"Kuliahku udah beres kak, nyelesaiin tugas akhir."

"Ya sudah, kamu selesaiin cepat sana jangan tunda-tunda. Lagian suamimu kan harus kerja juga."

"Ish, kak Ardi tidak suka ya aku lama-lama di sini?, atau kak Ardi udah tidak sayang sama aku?" Aku mengerucutkan bibir.

"Nak Fahmi tidak sibuk di kantor?, kalau misalnya tidak sibuk, disini aja dulu sekalian berkunjung ke rumah keluarga yang disini." Timpal ayah bijak, ide ayah membuat hatiku kembali senang.

"Tidak kok pa, aku sudah cuti satu minggu." Jawab kak Fahmi.

"Tuh kan kak, kak Fahmi bisa disni dulu. Ya kan kak?" Tanyaku pada kak Fahmi yang dibalas anggukan oleh kak Fahmi.

"Yes, berarti aku bisa mandi-mandi di kali." Ucapku spontan.

"Siapa yang ngizinin?" Tanya kak Ardi.

"Kak, ayolah kali ini aja. Pak, mah boleh kan?" Rajukku.

Beginilah kami, kalau ada yang mau kemana-mana mesti dapat izin dari semua keluarga dalam rumah.

"Izin itu sama suami, sekarang kamu butuhnya izin suami bukan lagi izin bapak, mama atau kakakmu." Timpal bapak.

Mendengar penuturan bapak, seketika mataku berembun.

"Bapak jahat, bapak tidak sayang lagi sama aku." Aku berlari menuju kamar, aku kecewa mendengar penuturan bapak yang bilang kalau aku hanya butuh izin sama suami.

Mungkin menurut orang lain akan senang jika hanya izin sama suami, tapi aku tidak karena selama ini setiap kemana-mana pasti izinnya harus pada tiga orang. Kalau bapak sama ngizini dan kak Ardi tidak, berarti aku tidak bakalah pergi begitupun sebaliknya. Tapi aku menafsirkan itu adalah bentuk kasih sayang mereka padaku. Itulah yang membuatku sedih mendengar penuturan bapak.

Aku masih mendengar panggilan dari bapak, mama, kak Ardi hingga kak Fahmi.

Tok..tok..tok

"Nayla, buka pintunya sayang. Bapak tidak bermaksud begitu, bapak minta maaf jika perkataan bapak menyakiti hatimu tapi bapak mohon buka pintunya sayang." Ucap bapak merasa bersalah.

Aku yang tidak mau melihat bapak merasa bersalah langsung membuka pintu kamar dan langsung berhambur di pelukan bapak.

"Aku sayang sama bapak, sampai kapan pun aku masih butuh izin dari bapak, mama serta kakak." Ucapku dengan derai air mata.

"Bapak minta maaf, maksud bapak kamu itu harus izin juga sama suami bukan hanya sama orang tua dan kakakmu." Jelas bapak meredakkan tangisanku.

"Duh, nih anak dari dulu sukan ngambil keputusan tanpa minta penjelasan untung aja bombai di dapur masih ada." Timpal kak Ardi.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang