Bagian 9

15.2K 671 2
                                    

*Kasih Sayang*

Ijab kabul aku ucapkan dengan satu helaan napas saja. Entah apa yang telah aku lakukan bisa menenangkan Nayla atau justru membuatnya membenciku sepanjang masa. Semua ini aku lakukan demi menjaga nama baik keluarga yang telah merawatku sejak kecil.

Nayla turun ditemani oleh mama dan sahabatnya, aku bisa menangkap kekecwaan di wajahnya tapi aku tidak terlalu peduli. Aku hanya ingin berbalas budi pada keluarganya dan aku akan menjaganya seperti permintaan bunda.

Kami melayani tamu undangan dalam diam, semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Baik aku ataupun Nayla tidak ada yang mengucapkan kata walau hanya sapaan, kecuali senyum ramah dan ucapan terima kasih pada semua tamu undangan.

Penolakan Nayla ditunjukan pada saat aku memasuki kamarnya. Sebenarnya aku hendak masuk di kamarku, tapi pak Anton memintaku masuk ke kamar Nayla yang kini telah sah sebagai istriku.

"Masuklah di kamar Nayla nak, sekarang kamar itu adalah kamar kamu juga" Ucap ayah.

Tanpa menanggapi ucapan ayah, aku langsung berbalik dan menuju kamar Nayla. Aku malas berdebat dengan ayah angkat sekaligus ayah mertuaku itu. Entah apa yang ada dalam pikiranku, aku masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Tindakan itu membuat Nayla yang tengah melepas pakaian berteriak.

"KELUAR.. NGAPAIN KAMU MASUK KAMAR AKU HA!, KELUAR KAMU..KELUAR..!"

Aku langsung saja keluar diikiti dengan suara kunci pertanda pintu telah di kunci.

Ini adalah kali kedua aku melihat Nayla tanpa hijab. Aku melihatnya tanpa ada unsure kesengajaan, rasa bersalahku muncu kembali dikala aku mengingat kejadian dimana pertama kali aku melihat Nayla tanpa hijab. Gara-gara peristiwa itu, Nayla marah dan cuek padaku hingga aku telah sah sebagai suaminya.

Aku melangkahkan kaki menuju kamarku, namun terhenti ketika mendengar teriakan Nayla.

"Nayla, kamu kenapa?, Kamu baik-baik aja kan?" Aku terus saja mengetuk pintu.

Hingga suara bunyi barang jatuh menambah kekhawatiranku, bukan hanya aku tapi ayah serta keluarga Nayla telah berkumpul. Nayla tidak bersuara membuat kekhawatiran kami menjadi. Ayah memberikan kunci cadangan padaku. Tanpa mengetuk kembali, aku langsung membuka pintu dengan kasar.

Betapa terkejutnya aku ketika melihat Nayla terjatuh akibat benturan dari pintu yang telah aku buka dengan kasar. Kaki kanannya terbentur pintu, sementara punggung tangan kanannya terkena picahan vas.

"Nayla, maafin aku. Aku tidak tau kalau kamu ada di depan pintu. Kami semua khawatir sama kamu, makanya aku langsung dobrak pintunya." Ucapku berusaha membantunya, namun tanganku ditepis kasar olehnya. Dia minta bantuan pada mamanya.

Ayah yang terlihat khawatir menawarkan Nayla untuk dibawah ke dokter. Nayla menolak, bahkan membalas dengan ucapan kasar. Dia tidak menganggap pak Anton sebagai ayahnya seperti apa yang telah dia ucapkan saat menerima perjodohannya. Hingga nasehat dari mama dan bapaknya mampu membuatnya tenang.

Nayla juga mengucapkan kalimat yang diajarkan oleh mamanya sejak kecil.

"Apapun yang terjadi, tetaplah berpikir positif dan jalani dengan tetap mengingat Allah. Tetaplah berjalan lurus tanpa harus mengambil haluan yang dapat menyesatkan. Ingat Allah selalu berada disini." Ucapnya meletakkan tangan kanan tepat pada hati.

Seketika mama, bapak serta kakaknya memeluk dengan erat. Kejadian itu mampu membuka mataku bahwa betapa besar kasih sayang mereka pada Nayla. Setetes air mata jatuh dari mataku. Aku berjanji pada diri sendiri untuk menyayangi Nayla lebih dari keluarga angkatnya.

Pagi hari, air mata Nayla kembali meluncur karena dia akan berpisah dengan keluarganya yang akan kembali ke kampung. Hingga menimbulkan kejahilan Ardi pada adik yang disayanginya. Ardi mencandai Nayla hingga membuat Nayla terjatuh kembali. Tapi kejadian itu justru membuat Nayla mengukir senyum dikala berhasil menjewer kuping Ardi sebagai pembalasan. Baik aku maupun ayah ikut senyum dengan kedekatan mereka.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang