Bagian 7

16.1K 848 12
                                    

*Gara-gara kecoak*

Tepat jam lima sore, acara selesai. Aku segera meninggalkan tempat yang menjadikanku putri satu hari dengan membawah segudang emosi meninggalkan kak Fahmi yang masih sibuk dengan kerabatnya. Bukan menangis karena sudah terikat dengan sebutan istri tapi emosi karena takdir. Saat memasuki kamar yang telah dihias khas kamar pengantin, aku segera melepas sepatu yang menyiksa kakiku seharian.

"Akhirnya selesai juga." Ucapku dalam hati.

Aku menuju meja rias dan mengambil kapas serta air mawar untuk menghapus riasan yang memberatkan wajahku, bahkan untuk senyum saja rasanya kaku. Aku memilih menghapus riasan dulu sebelum mengganti kostum karena sudah tidak tahan. Ya, aku tipikal cewek yang tidak suka memakai make up. Jangankan make up, bedak baby saja jarang aku pakai apalagi kalau masuk siang.

"Yaps, tuntas.." Ucapku dikala riasan telah terhapus semua.

"Ini mulai darimana ya.?" Ucapku pada diri sendiri bingung bagaimana cara melepaskan kostum yang masih membalut manis di tubuhku.

Aku mulai dengan melepas hijab. Satu persatu jarum pentul telah terlepas, rasanya pegal juga tanganku melepas jarum pentul yang banyaknya kaya beras satu liter. Saat hijab sudah berhasil aku copot, sekarang giliran gaun. Aku sedikit kesulitan melepasnya karena model gaunnya mengembang sudah kaya bunga kembang sepatu.

Tapi aku berhasil melepaskannya, aku tersenyum ketika gaun itu telah terlepas dari tubuhku. Namun seketika senyumanku berubah menjadi teriakan keras dikala sosok kak Fahmi masuk tanpa permisi.

"KELUAR.. NGAPAIN KAMU MASUK KAMAR AKU HA!, KELUAR KAMU..KELUAR..!" Bentakku spontan seraya mengunci pintu dikala dia keluar tanpa kata apapun.

Aku tidak peduli dia akan marah, lagian aku sudah terlanjur kecewa padanya. Gara-gara dia, pernikahanku tetap terlaksana.

"Aaaaaaa..!" Aku berteriak ketika seekor kecoak mendarat dikakiku.

Aku melompat keatas ranjang yang dipenuhi dengan bunga mawar merah sambil terus berteriak, bahkan air mataku ikut meluncur. Sementara diluar aku mendengar kak Fahmi memanggilku.

"Nayla, kamu kenapa?, Kamu baik-baik aja kan?" Tanyaya sambil mengetuk pintu kamar. Namun aku masih saja berteriak.

Hingga kecoak itu berhasil aku bunuh dengan vas bunga yang ada diatas nakas. Namun bunyi pecahan vas berhasil membuat kak Fahmi makin cepat menggedor-gedor pintu. Bukan hanya kak Fahmi, tapi aku mendengar suara kakak, kak Dirga, Ayah serta mama dan bapakku.

"Nayla kamu kenapa sayang?" Tanya ibu khawatir.

Aku segera mengambil hijab serta rok untuk menutup auratku sebelum membuka pintu. Saat hendak memutar kunci, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar hingga membuatku terjatuh. Kaki kananku terbentur pintu, sementara punggung tangan kananku terkena picahan vas bunga yang aku lempar untuk membunuh kecoak tadi.

"Nayla, maafin aku. Aku tidak tau kalau kamu ada di depan pintu. Kami semua khawatir sama kamu, makanya aku langsung dobrak pintunya." Ucap kak Fahmi berusaha membantuku bangkit. Namun aku menepis tangannya.

"Ma, bantuin Nayla berdiri" Ucapku pada mama seraya mengulurkan tangan kiri.

Tanpa diminta dua kali, mama langsung membantuku. Aku meringis menahan sakit, tulang keringku terluka akibat terkena ujung pintu. Tadinya aku tidak mau menangis, tapi luka pada tulang kering tidak bisa membuatku tegar.

"Sakit ma, hiks..hiks" Aku menangis dipelukan mama.

Bapak dan ayah menghampiriku bersamaan, sementara kak Dirga dengan kakakku memegang pundak kak Fahmi. Aku tak mengerti dengan mereka, dan tidak mau mengerti.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang