Bagian 10

15.6K 777 5
                                    

*Sendiri*

Disinilah aku, disebuah kamar kos sederhana hanya sebuah kasur ukuran satu orang serta rak pakain dan beberapa miniature berwarna pink yang menambah keindahan kamarku. Kejadian saat kak Fahmi membentak, menyadarkanku akan sebuah hal. Hal yang seharusnya aku pikirkan seblum menumpahkan segala amarah pada kak Fahmi. Hingga membawaku menuju kamar kos yang telah aku tinggalkan beberapa hari.

Tanpa menghiraukan perihnya luka di kaki dan tangan kananku, aku mulai membersihkan kamarku. Pikiranku hanya fokus pada kebersihan kamar hingga aku bisa mengistrahatkan tubuh dan pikiran yang lelah.

Tok..tok..tok..

"Assalamu'alaikum"

Suara ketukan pintu oleh ibu kost mengehentikan aktifitasku, aku segera mengenakan hijab panjang yang menutupi tangan kanan yang dibalut perban.

"Wa'alaikumsalam" Jawabku membuka pintu.

Aku melihat ibu kostku telah rapi dengan kebaya coklat serta jilbab senada yang menambah anggun penampilannya.

"Cantik banget, ibu mau kondangan ya?" tanyaku tersenyum ramah.

"Iya Nay, tapi nggak ada yang bisa ngantarin ibu ke sana." Pinta ibu kost padaku.

"Bagaimana ya bu, tanganku masih terluka. Aku belum bisa nyetir." Jawabku memperlihatkan perban yang membalut tangan kananku.

"Ya ampun, ini kenapa bisa luka Nay." Dia memegang tanganku dengan muka khawatir.

"Kemarin gak sengaja kena picahan vas bunga bu" Jawabku jujur.

Sebenarnya aku tidak akan memperlihatkan luka itu pada siapapun, termasuk ibu kosku. Tapi keadaan memaksaku unyuk memperlihatkannya.

"Bagaimana kalau aku pesanin aja taksi bu" tawarku mengalihkan pembicaraan.

"Ya udah deh, ibu setuju"

Jelang satu menit, taksi yang aku pesan telah tiba di depan gerbang kossanku. Jarak anatara rumah ibu kos dengan kamar kosku hanya sekitar 50 meter, jadi tak jarang minta bantuanku untuk mengantarnya kemana-mana jika anaknya tidak ada.

Sepeninggal ibu kos, aku kembali membenahi kamarku. Mengambil sapu lalu menata barang-barang yang ada di kamar. Setelah kamar sudah bersih dan rapi kembali, aku merebahkan tubuh memandang langit-langit kamar yang dipenuhi bintang hias diatasnya. Rasa lelah membawaku menuju kealam mimpi hingga melewatkan waktu magrib dan isa.

Saat terbangun jam sudah menunjukan jam empat subuh. Aku merapikan kamar lalu beranjak keluar untuk mengambil air wudhu karna di kamarku tidak ada kamar mandi.

Namun langkahku terhenti ketika melihat pemandangan aneh di teras kamarku. 3 orang laki-laki sedang tertidur pulas dalam posisi duduk. Ayah tidur diatas kursi kayu yang ada persis didamping pintu kamarku sementara kak Dirga dan kak Fahmi bersandar di tembok kamarku.

Aku memandangi mereka satu persatu, rasa bersalah mulai mampir pada diriku. Namun bayangan keegoisan ayah serta kak Dirga dan kak Fahmi yang tidak berpihak padaku mengalahkan rasa bersalahku. Saat hendak mendekati ayah, dia terbangun.

"Nayla, kamu nggak apa-apakan?" Tanya ayah yang berhasil membangunkan kak Fahmi dan kak Dirga.

"Nayla" Ucap mereka bersamaan.

"Kalian ngapain disini? Apa kalian mau merebut masa depan Nayla lagi?" tanyaku penuh penekanan.

"Tenanglah Nay, kami kesini hanya ingin melihat keadaanmu." Timpal kak Dirga.

"Oh, sekarang udah liat kan? Aku baik-baik saja. Jadi kalian bisa pulang." Ucapku datar.

"NAYLA" ayah mengangkat tangan hendak menamparku tapi di cegah oleh kak Fahmi.

Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang