SATU

52.2K 1.1K 13
                                    

Sabtu, 01 Januari 2018

"Saya terima nikahnya, Nafisa Tiffany Binti Muhammad Farhan dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" ucapku penuh keyakinan juga lantang.

"Bagaimana saksi, Sah?" Tanya penghulu, lalu diikuti dengan pernyataan Sah oleh saksi dari pihak keluargaku juga pihak keluarga Nafisa.

Hari ini, kami menjadi pasangan paling bahagia dimuka bumi karena kami sudah resmi menjadi suami istri yang halal dimata hukum juga agama.

"Kamu happy, sayang?" Tanyaku pada Nafisa yang seharian ini tersenyum bahagia mulai dari akad sampai resepsi selesai.

"Jelas saja aku happy, sayang. Terima kasih, kamu sudah berhasil mewujudkan impian kita selama ini. I love you!"

" I love you too istriku. Mulai hari ini, perjalanan kita dimulai. Janji sama aku, kita bakalan berusaha lewati apapun yang akan terjadi nantinya bersama-sama. Ya?"

"Tentu saja! Bimbing aku menjadi istri yang baik untuk kamu ya suami"

"Sudah tugasku untuk membimbing kamu, tegur aku kalau menurutmu sikapku atau caraku salah saat membimbing kamu"

***

Minggu, 02 Januari 2018

Aku terbangun, menoleh kesamping mendapati istriku sedang tertidur dengan pulasnya, "cantik" kataku pelan lalu mengusap pelan rambut hitam lurusnya itu.

Nafisa menggeliat, lalu tertidur menghadapku. "Bangun sayang, sudah pagi" kataku berbisik. "Kita kan ada flight jam 12" lanjutku.

Istri cantikku perlahan membuka matanya, lalu tersenyum begitu melihatku sedang menatapnya, "Hai sayang, selamat pagi" katanya pelan, kemudian menggeliat lagi.

Nafisa terdiam beberapa saat, "kenapa kamu diam?" Tanyaku, sedikit kebingungan.

Nafisa tertawa, "Sayang, ini salah satu kebiasaan ku dari kecil, kalau baru bangun tidur seperti ini, aku butuh waktu sekitar 5 menit untuk diam, atau istilahnya menunggu nyawaku kekumpul seperti semula, juga bersyukur kalau masih diberi kesempatan untuk beraktifitas hari ini" Nafisa menjelaskan.

Mendengar penjelasan Nafisa barusan, aku jadi tersadar kalau selama ini hampir melupakan mengucap syukur dipagi hari. Dan pagi ini, aku seperti belajar dari sosok istriku yang memulai harinya dengan penuh rasa syukur, patut untuk ditiru, malah harus untuk ditiru.

Aku mencium puncak kepala Nafisa, lalu turun mencium kening, kedua mata, pipi, hidung, juga bibir. Tak lupa untuk memeluk erat istriku seperti ini. "Selamat pagi" ucapku.

Nafisa tersenyum, sangat cantik. "Selamat pagi juga suami. Maaf ya, aku bangun terlambat pagi ini. Besok-besok, aku janji bakalan bangun duluan. Hari ini, izin telat dulu ya" katanya,

"Dengan senang hati, aku memaafkan kamu istriku. Maafkan aku juga ya, semalaman membuat istriku yang cantik ini kelelahan, sampai-sampai bangunnya terlambat" aku mengikik begitu selesai berbicara, dan terlihat didepanku, pipi Nafisa yang memerah menahan malu. "Jangan malu sayang, kalau mau lagi, tinggal bilang"

Lalu, kami berdua tertawa. Dan melanjutkan pagi ini dengan sarapan lalu bersiap pergi ke Bandara.

"Penumpang yang terhormat, sebentar lagi pesawat akan segera mendarat di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang" sepenggal pemberitahuan dari awak kabin yang bertugas di pesawat yang kami tumpangi siang ini,

"Kalau kamu takut, pegang tangan aku" ucapku,

Aku hafal betul kalau Nafisa memang takut ketika pesawat akan take-off dan landing.

Nafisa mengangguk, lalu melakukan apa yang aku ucapkan barusan.

"Jangan takut, kan ada aku" ucapku lagi, menghilangkan sedikit rasa takut Nafisa. Beberapa saat kemudian, pesawat kami sudah mendarat sempurna di Bandara Abdurrahman Saleh, Malang. Tanganku sedikit memerah akibat cengkraman yang lumayan kuat dari Nafisa. Tapi tak apa, yang penting rasa takut Nafisa sedikit berkurang.

Sedikit cerita, mengapa kami memilih Malang sebagai destinasi honeymoon kami. Alasannya karena Nafisa sangat menyukai suasana kota ini, sejuk juga begitu nyaman untuk ditinggali katanya, karena sejak Nafisa SMP sampai SMA tinggal di Malang selama Ayahnya bertugas disini.

"Kamu tunggu disini, aku ambil koper ya?" Kataku.

"Iya, kamu hati-hati. Aku duduk disini ya" balasnya.

Selagi aku menunggu koper, aku berkali-kali melirik ke arah Nafisa yang sedang memainkan iphone-nya. Aku tersenyum, entah kenapa semenjak kemarin, rasa cintanya pada nafisa tumbuh beratus-ratus kali lipat.

Selesai mengambil koper yang kami bawa, aku menghampiri Nafisa. "Yuk sayang, jemputan udah di depan"

Jawaban Nafisa hanya anggukan saja, lalu mendekat dan berjalan bersebelahan denganku sambil menyeret koper kami masing-masing.

"Pak Gege!" Sapa Nafisa, sambil melambaikan tangan kemudian menghampiri Pak Gege yang berdiri didepan mobil Avanza berwarna merah.

"Mbak Nafisa" Balas Pak Gege yang kemudian langsung mengambil alih dua koper sedang yang kami bawa dari Jakarta, lalu memasukkannya ke dalam mobil bagian belakang.

"Selamat siang, Mas" Sapa Pak Gege ramah padaku, "Siang Pak Gege" balasku.

"Berangkat sekarang" Tanya Pak Gege.

"Iya Pak" jawabku kompak dengan Nafisa, lalu kami berdua tertawa begitu menyadari kalau kami sama-sama menjawab kata yang sama diwaktu yang juga bersamaan.

Selama satu minggu kedepan, kami akan menginap di salah satu villa milik keluarga Nafisa. Villa ini terlihat sederhana, namun memiliki halaman yang luas.

"Mbak Nafisa, Mas Kendra, saya pamit pulang ya. Kunci mobilnya saya simpan diatas meja dekat tv. Kalau ada yang diperlukan, bisa langsung telepon saya ya. Bapak pamit dulu, selamat liburan ya" Kata Pak Gege yang sekarang sudah pergi dari Villa ini menggunakan sepeda motornya.

Dan sekarang, kami sedang beristirahat di villa yang lumayan luas ini dan hanya ditempati berdua untuk satu minggu kedepan.

"Habis ini, kita mau kemana?" Tanya Nafisa.

🦄🦄🦄

Assalamualaikum,

Selamat membaca part pertama dari ceritaku yang baru ya.

Maaf loh, masih singkat dan pendek. Diusahakan bab selanjutnya panjang dan lebih seru ya^^

Untuk itu, mohon bantuan votenya ya teman2 hehe kalau boleh, tolong share juga ke teman2 kalian untuk membaca cerita baruku ini.

Enjoyy 💓



Kisah Arkendra, Si Duda Anak Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang