"Agi, kenapa menangis?"
Aku kaget melihat Aghnia yang menangis sepulang sekolah ketika aku baru saja sampai untuk menjemput.
"Ayah, Agi kenapa tidak punya ibu?"
Deg! Rasanya hatiku sakit mendengar pertanyaan Aghnia. YaAllah, apa yang aku takutkan ternyata ditanyakan oleh Aghnia siang ini.
"Agi sayang, Agi punya Ibu kok. Kata siapa Agi tidak punya Ibu?" Aku menenangkan Aghnia dengan memangku sambil memeluknya yang masih menangis tersedu-sedu.
Aghnia masih menangis, tidak menjawab pertanyaanku.
"Agi? Kok masih menangis? Ada Ayah disini"
"Kenapa teman-teman Agi kalau sekolah dengan Ibunya? Kalau Agi bukan sama Ibu tapi sama Nenek atau sendirian Ayah"
"Agi.. Agi mau bertemu Ibu?"
Langsung saja Aghnia mengangguk,
"Tapi Agi janji ya? Disana kita berdoa untuk Ibu. Oke?"
"Iya Ayah.. Agi janji"
Lalu, aku melaju menuju makam mendiang Nafisa. Selama perjalanan, ada ketakutan tersendiri ketika nanti Aghnia tidak mengerti atas kenyataan ini. Semoga saja, Aghnia menerima dan mengerti.
"Ayah, masih jauh? Agi capek jalan kakinya, Ayah"
"Sedikit lagi sayang, mau Ayah gendong aja?"
"Nggak, Ayah. Agi jalan sendiri, sebentar lagi sampai ketemu Ibu"
Lalu, sampailah kami di makam mendiang Nafisa. Aghnia sedikit bingung, ketika aku jongkok, Aghnia pun ikut jongkok.
"Agi sayang, ini makam Ibu. Ibu sudah tidur nyenyak didalam sana, sudah bertemu Allah" aku menjelaskan perlahan, Agar Aghnia mengerti
"Ibu mati, Ayah?"
Aku menggeleng, "Bukan mati, tapi Ibu sudah meninggal. Allah lebih sayang Ibu"
Aghnia meneteskan airmatanya begitu menyentuh rumput yang menyelimuti makam Nafisa, "Ibu.. Agi ingin ketemu Ibu. Ibu gak mau ya ketemu Agi?"
Hatiku tersayat melihat moment ini. Aku berusaha menahan tangis agar tidak meneteskan air mataku didepan Aghnia. Sebagai Ayah, aku harus menunjukkan kekuatanku didepan Aghnia, bukan menunjukkan kelemahanku.
"Ayah, kok Ibu gak jawab? Agi kan bertanya sama Ibu"
Aku tersenyum, menghapus air mata yang turun dipipi Aghnia. "Agi sayang, Ibu sudah meninggal.. Artinya Ibu sudah tidak bisa berbicara lagi dengan kita. Yang harus selalu Agi ingat, Ibu sayang sekali sama Agi melebihi apapun itu"
"Agi juga sayang Ibu, Ayah. Tapi Agi ingin ketemu Ibu"
"Agi ingin bertemu Ibu? Ibu bisa datang ke mimpi Agi asalkan Agi rajin berdoa untuk Ibu. Janji ya? Rajin kirim doa untuk Ibu?"
"Iya Ayah, Agi janji. Tapi Ayah, kenapa Ibu meninggal? Apa ibu gak mau melihat Agi?"
Aku menggeleng, "Agi, Ibu sangat ingin melihat Agi tumbuh cantik dan pintar seperti ini. Asal Agi tahu, Ibu sangat bahagia ketika melihat Agi lahir ke dunia, Ibu sangat menyayangi Agi. Agi setiap pagi digendong, dicium oleh Ibu, dan selalu dipeluk"
"Ayah, Agi sayang Ibu. Sayang sekali" Aghnia berkata seperti ini, membuat pertahananku runtuh untuk tidak menangis didepan Aghnia. Ya, aku menangis. Air mataku turun begitu derasnya begitu Aghnia berkata kalau dirinya menyayangi Ibunya.
Aghnia mendekat, lalu memelukku, "Ayah, jangan menangis. Agi juga sayang sekali dengan Ayah" katanya dengan polos.
Dan kami berpelukan didepan makam Nafisa. Sebenarnya, aku tidak mau menunjukkan kelemahanku didepan Aghnia, tapi setiap ucapan polos yang keluar dari Aghnia lah yang membuatku bersedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Arkendra, Si Duda Anak Satu
Roman d'amour-On Going- Hampir 1 tahun yang lalu, takdir benar-benar mengoyak hatinya. Arkendra harus menerima ketika dokter berkata, "Maaf pak Arkendra, dengan berat hati saya harus mengatakan bahwa istri bapak tidak bisa kami diselamatkan, dari lubuk hati yang...