DELAPAN BELAS

7.1K 353 3
                                    

"Nyawa Papa dan Mama itu hanya kamu dan Aghnia saja Ar" kata Papa mertuaku, ketika kami sedang mengenang sosok Nafisa.

"Nafisa memilihmu untuk menjadi suaminya, dan sejak saat hari pernikahan kalian, kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Dan saat itupun, kami menganggapmu sebagai anak sendiri, tidak hanya sekedar menantu"

"Pa, saya pun begitu. Menganggap Mama dan Papa bukan sekedar mertua saja, melainkan orangtua saya sendiri. Terima kasih, Pa. Sudah begitu baik pada saya juga Aghnia. Semoga keluarga kita selalu diberkahi oleh Allah dan selalu rukun sampai kapanpun"

Papa memelukku, menumpahkan airmatanya dibahuku. Kesedihan itu muncul lagi, obrolan malam ini membuat kenangan tentang Nafisa datang kembali. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk Papa dan Mama melewati ini semua, ditahun ketiga kepergian anak semata wayangnya rasa kehilangan dan kesedihan itupun masih amat membekas.

"Papa dan Mama akhir-akhir ini memang sering bepergian, berlibur berdua. Ini semua hanya salah satu cara untuk menikmati hidup kami, Ar. Dan inshaAllah libur akhir tahun nanti Papa dan Mama akan mengajak kamu dan Aghnia berlibur. Mau ya berlibur dengan kami?"

Aku merasa bersalah, selama mengenal mereka sama sekali belum pernah melewati liburan bersama sejak ada Nafisa hingga Nafisa sudah tiada. Malu rasanya, waktuku terlalu sibuk untuk bekerja sehingga tidak memperhatikan bagaimana perasaan Mama dan Papa yang merasa kesepian.

"Maafkan saya Pa, terlalu sibuk mengejar karier sampai lupa meluangkan waktu lebih banyak dengan Papa dan Mama. Mulai hari ini, saya berusaha untuk meluangkan bersama Papa dan Mama juga Aghnia"

"Tidak apa, Ar. Justru Papa dan Mama yang harusnya minta maaf, kami terlalu sibuk berdua sehingga jarang menengok kamu dan Aghnia. Tapi, kami selalu mendoakan kalian. Ohya, Ar. Maaf kalau Papa lancang.. apakah kamu sudah mempunyai calon istri?" Tanya Papa.

Aku tersenyum, "Belum, Pa. Saya belum terlalu memikirkan hal itu, sedang fokus mengurus Aghnia saja"

"Oh begitu... Kalaupun misalnya ada, Papa dan Mama sudah menyetujui dan membolehkan Ar. Sudah waktunya memulai kehidupan yang baru setelah 3 tahun ini berduka, ya?"

"Iya Pa, kalau Allah memberikan jodoh lagi untuk saya, inshaAllah saya menerima"

"Baiklah kalau begitu, jangan diperlambat ya Ar. Lebih cepat lebih baik, agar hidupmu lebih berwarna kedepannya"

Untuk Mama dan Papa, sampai kapanpun dan dalam situasi apapun, kalian adalah orangtua dan nenek untukku juga Aghnia.

***

"Mas, bolehkah aku memeluk Aghnia?" Pintanya,

"Tentu saja, sayang. Aghnia teramat senang kalau dipeluk olehmu"

Sosok itu memeluk Aghnia begitu erat, namun Aghnia terlihat tidak nyaman lalu terus menerus menanggilku, "Ayah!! Ayah!!!" Sambil berusaha melepaskan pelukan darinya.

Aku menghampiri, menenangkan Aghnia yang merengek. Terlihat jelas raut kesedihan di wajahnya ketika Aghnia enggan untuk dipeluk, "Aghnia sayang, tidak boleh begitu Nak. Itu Ibu" aku memberikan pengertian bahwa sosok yang memeluknya adalah Ibunya, Nafisa.

Akupun masih tidak mengerti mengapa Aghnia begitu enggan dipeluk oleh Nafisa, sampai merengek meminta aku saja yang memeluknya. Berusaha menenangkan dan memberi pengertian berkali-kali, namun tetap saja Aghnia tidak mau.

"Sudah mas, jangan dipaksa. Mungkin Aghnia tidak mengenali siapa aku" katanya dengan nada sedih.

"Tidak sayang, tidak mungkin Aghnia tidak mengenalimu. Tentu saja Aghnia tau kalau kamu adalah Ibunya, selama ini aku selalu mengenalkanmu dengan Aghnia melalui beberapa foto, video, bahkan aku selalu menceritakan sosok ibunya yang lebih dari kata sempurna ini"

"Mas, maafkan aku tidak bisa bersama kalian lagi. Dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat ingin berada ditengah-tengah kalian. Aku ingin sekali merawat dan membesarkan Aghnia bersama-sama denganmu. Sakit mas, aku sakit melihat Aghnia yang enggan dipeluk olehku"

Aku memeluk Nafisa yang begitu cantik hari ini, "Sayang, sampai kapanpun kamu adalah Ibunya Aghnia. Dan seiring berjalannya waktu, Aghnia akan mengerti dan akan menyayangimu disepanjang hidupnya. Mas janji, akan selalu mengajarkan Aghnia untuk mencintaimu dengan hatinya"

"Aku hanya merasakan kebersamaan dengan Aghnia saat Aghnia masih didalam kandungan. Mas, sejak pertama aku dinyatakan mengandung saat itu juga rasa cintaku pada Aghnia mulai tumbuh, lalu ketika pertama kalinya mendengar detak jantungnya, aku merasakan rasa cinta yang begitu besar padanya. Mas, tendangan pertama dari Aghnia saat aku mengandung 4 bulan itu aku yakini bahwa Aghnia menunjukkan dari dalam perut kalau Aghnia membalas rasa sayang kita kepadanya, buktinya saat tendangan pertama aku dan kamu sama-sama merasakannya. Lalu, seiring berjalannya waktu kandunganku yang semakin membesar, rasa ingin bertemu dengan Agnnia sangat besar, saat itu rasanya aku tidak sabar untuk melahirkan Aghnia ke dunia. Tapi mas, takdir berkata lain, tidak sesuai yang aku harapkan"

Nafisa menangis, menumpahkan tangisannya dipelukanku. Akupun sama-sama merasakan kepedihan itu, dan kami sama-sama menangis dalam pelukan. Hangat rasanya, sudah lama tidak merasakan bagaimana berpelukan dan berbagi cerita dengan Nafisa.

"Sudahlah sayang, sebagai hamba Allah yang baik kita harus menerima apapun yang sudah ditakdirkan-Nya. Terimalah, ikhlaslah"

"Mas, sebelum aku pergi lagi. Tolong sampaikan pada Aghnia kalau aku sangat menyayanginya. Percayalah mas, aku berdoa yang terbaik untukmu dengan Aghnia dari sini. Sampaikan juga kepada Mama dan Papa kalau aku juga sangat menyayangi mereka, ingin sekali rasanya dipeluk, diberikan kasih sayang juga perhatian lagi oleh mereka. Dan untuk kamu Mas, maafkan aku yang tidak bisa menemanimu lagi, aku mencintaimu selamanya. Aku titip Aghnia, Mas. Jangan lupakan aku walaupun aku sudah tiada, dan aku janji akan menerima apapun keputusanmu kedepannya. Ingat Mas, kamu dan Aghnia patut bahagia walaupun tanpa aku. Aku sayang kalian mas, sayang sekali"

Dan aku terbangun ketika azan subuh berkumandang. Memandang sekeliling, ternyata hanya mimpi. Rasanya begitu nyata, Nafisa memelukku dan bertemu Aghnia.

"YaAllah Nafisa.. aku mimpi kamu lagi" kataku dalam hati,

Lalu, aku memilih untuk mandi dan menunaikan ibadah solat subuh. Selesai solat, tak lupa aku mendoakan Nafisa yang baru saja mengunjungiku lewat mimpi. Aku menangis ketika mendoakan Nafisa, terbayang jelas mengenai mimpi yang walaupun hanya sekejap. Teringat beberapa pesan yang disampaikan Nafisa dalam mimpi itu,

Nafisa berkata kalau Nafisa akan menerima keputusanku dan aku juga patut bahagia kedepannya. Apakah ini pertanda bahwa aku harus bangkit dan memulai kehidupan yang baru? Mungkin, secara tidak langsung Nafisa sudah memberikan restunya jikalau aku mendapatkan jodoh lagi.

Dan lewat mimpi itu, aku merasa tersentil ketika Aghnia enggan dipeluk oleh Aghnia. "YaAllah, apa aku kurang mengenalkan Nafisa kepada Aghnia? Sulit memang, aku takut seiring berjalannya waktu Aghnia tidak bisa menerima kenyataan, tapi aku pasti yakini dengan sendirinya Aghnia akan menyayangi ibunya dengan hatinya sendiri"

Dan, semoga aja kejadian di mimpi ini tidak terjadi di dunia nyata. Aghnia anak baik, pasti bisa menerima kenyataan dan keadaan dan tetap mencintai mendiang Ibunya di sepanjang hidupnya.

Dan pastinya, lewat mimpi itu Nafisa berhasil menyembuhkan sedikit rasa rinduku padanya.

***

Maaf yaaa teman2, aku baru update sekarang. Kemarin benar2 menikmati libur lebaran bersama keluarga ❤️

Selamat menikmati part ini, semoga kalian suka. Jangan lupa untuk vote dan komen yaaa😘😘

Kisah Arkendra, Si Duda Anak Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang