DUA PULUH TUJUH

7.9K 295 17
                                    

Aku terbangun, lalu berusaha mencerna sesuatu yang memenuhi pikiranku. Ya, aku baru saja bermimpi. Mimpi yang begitu tumben juga aneh. "Mimpi hal itu lagi?" Tanyaku dalam hati,

Aku melirik jarum jam ternyata menunjukkan angka 02:07 malam. Aku segera melangkah menuju kamar mandi, lalu mengambil air wudhu. Sudah saatnya aku bersujud kepada-Nya disepertiga malam, pasti mimpi itu menjadi teguran untukku yang akhir-akhir ini jarang melakukan Solat Tahajud,

Aku bersujud, berdoa dan mengadukan apa yang sedang terlintas dalam hatiku yang akhir-akhir ini membuatku resah. Mendoakan semua keluargaku, terutama untuk mendiang istriku juga anakku yang sedang menginap dirumah mertuaku.

Entah kali keberapa, aku bermimpi menikahi Adina. Tapi dalam dunia nyata, itu adalah hal yang sangat tidak mungkin, karena weekend besok Adina akan menikah dengan Billy, "Mungkin terlalu kepikiran saja" aku berusaha meyakinkan diriku sendiri atas mimpi yang baru saja mampir dalam tidurku. Bukan mengenai apapun, bukan karena cemburu ataupun tidak rela, hal yang membuatku kepikiran adalah karena dimimpi itu hal buruk terjadi kepada Adina akibat ulah Billy. Semoga saja, tidak terjadi.

Aku terdiam, merasa sepi dan benar-benar sendirian malam ini. Terlebih Aghnia sudah beberapa hari ini menginap dirumah mertuaku. "Begini rasanya menjadi duda kesepian? Baru terasa" ucapku pada diriku sendiri, lalu tersenyum.

Pikiranku kembali menerawang kebelakang, teringat dengan sangat jelas bagaimana hidupnya kamar ini ketika Nafisa masih ada. Kamar ini selalu menjadi tempat ternyaman, tempat berbagi cerita, dan tempat kami menghabiskan waktu bersama. Dan dikamar ini pula, aku menemukan Nafisa sudah terkapar dilantai yang ternyata membawanya dalam kehidupan yang lebih abadi disisi-Nya.

Paginya, aku membersihkan halaman rumah yang lumayan lama tidak aku sentuh. Mumpung weekend dan kebetulan Aghnia masih menginap dirumah mertuaku, lebih baik aku membersihkan dan menata kembali rumah yang sudah lumayan lama tidak diperhatikan akibat kesibukanku yang semakin bertambah.

"Ar, tumben banget nih" kata Mas Ditto yang tiba-tiba ada didepan pagar rumahku,

"Eh Mas Ditto, masuk lah sini" aku menyuruh Mas Ditto untuk masuk, sudah lama juga tidak berbincang dengan tetanggaku yang sudah memiliki 2 anak ini.

"Gak kemana-mana nih, Ar? Agi kemana? Sepi banget kayaknya" tanya Mas Ditto sambil melihat ke arah dalam rumahku,

Aku menggeleng, "Nggak, Mas. Lagi ingin istirahat, kebetulan Agi sedang menginap di mertua"

"Oh begitu, pantesan aja sepi. Gue harus bantu apa nih, Ar?"

Aku tertawa, "Ah, tidak usah repot-repot Mas. Mau ngopi?" Tawarku,

"Gak usah, Ar. Gue bantu apa nih? Kebetulan lagi nganggur juga, istri dan anak gue lagi jalan pagi dan katanya mau mampir ke rumah kakak ipar. Jadi gue santai"

Tanpa disuruh apapun, Mas Ditto otomatis ikut berjongkok dan mencabuti rumput-rumput yang mulai memanjang disepanjang halaman rumahku,

"Rumah duda begini nih, gak terawat" celotehku,

Mas Ditto tertawa, "Makanya, jangan terlalu sibuk cari duit Ar. Cari bini nya kapan nih?"

"Hahaha, belum ada yang cocok Mas"

"Gue becanda kok, Ar. Gausah terburu-buru, fokus aja dengan Agi dan karier lo. Jodoh pasti ngikutin, percaya deh"

"Iya Mas, gue juga gak terlalu memikirkan itu sih. Cuma ya, kadang emang ngerasa kesepian aja"

"Gue maklumi, gue juga dulu gitu. Tapi sebentar sih, gak selama lo hahahah"

Sedikit cerita tentang Mas Ditto, konon katanya sebelum menikah dengan istrinya yang sekarang, Hessa pernah mengalami masa-masa sulit menjadi Duren-alias Duda Keren. Memang sih, kisahku dan Mas Ditto berbeda alur ceritanya. Mas Ditto menyandang status Duda karena mantan Istrinya yang memang bermain api dengan mantan pacarnya. Jadilah Mas Ditto digugat cerai saat itu, dan menurut cerita Mas Ditto, selang 2 bulan bercerai dari Mas Ditto, mantan istrinya langsung membina rumah tangga yang baru dengan mantan kekasihnya yang kini menjadi suaminya. Hmm, rumit bukan?

"Percaya aja Ar, jodoh pelan-pelan akan menghampiri. Asalkan doanya jangan putus, dan hatinya jangan ditutup" ujar Mas Ditto yang sedikit membuatku tercubit. Hmm, apakah selama ini aku terlalu menutup hati?

"Iya sih, Mas. Cuma ya, ada faktor yang lebih berat sebagai pertimbangan sih. Gue lebih memikirkan Aghnia kalau untuk menikah lagi. Banyak ketakutan yang melayang-layang diotak gue, Mas" curhatku, ternyata berbagi cerita dengan Mas Ditto seru juga, dan bisa bertukar pikiran antara pria dengan pria. "Oh iya Mas, mau ngopi apa nih? Sambil ngobrol sambil ngopi. Gue tau, lo pasti belum ngopi, kan? Secara yang biasa bikinin kopi subuh-subuh udah berangkat"

"Kopi item aja, gulanya dikit ya Ar. Duh, sorry nih... Jadi enak ngerepotin duda" canda Mas Ditto,

"Sialan juga lo, mantan Duda! Hahah yaudah tungguin, gue bikin kedalem"

Aku kembali membawa 2 cangkir kopi, dan setoples biskuit kelapa untuk menemani ngopi pagi ini.

"Nih kopinya, awas panas" kataku, sambil memindahkan cangkir kopi dari atas nampan ke atas meja hadapan Mas Ditto.

"Waduuh, terima kasih banyak nih. Jadi enak beneran"

Lalu kami menikmati pagi bersama, untuk pertama kalinya sebagai tetangga kurang lebih 5 tahun ini. Selebihnya, kami hanya saling menyapa saja kalau sedang bertatap muka.

***

Suara ketukan pintu terdengar disiang hari, aku terbangun dari posisi ternyaman ketika sedang menonton film untuk membukakan pintu.

Kunci ku putar, lalu kenop pintu mulai aku turunkan, "Assalamualaikum" sapa wanita yang suaranya sudah tidak asing lagi ditelingaku.

Ketika pintu sudah semua terbuka, aku melihat sosok Adina disana. "Waalaikumsalam" jawabku, "Masuk, Adina" aku mempersilahkan Adina masuk, dan sedikit heran karena tumben sekali bertamu dihari minggu seperti ini,

Aku menyiapkan sirup dingin rasa cocopandan untuk Adina, karena itu adalah kesukaannya, "Diminum, Adina" aku meletakkan gelas dimeja yang berada diantara kedua sofa yang kami duduki.

"Ar" kata Adina, memulai pembicaraan, terdengar sedikit murung kalau ditelaah dari nada bicaranya.

"Ya? Ada apa? Bagaimana persiapan untuk minggu depan?" Aku menjawab, lalu bertanya lagi.

Adina tersenyum, "Alhamdulillah, tinggal menunggu waktunya saja" jawabnya,

"Alhamdulillah kalau begitu. Lalu ada apa, Adina?"

Adina terlihat meremas tangannya, seperti bingung harus memulai pembicaraan darimana. Akupun sebagai orang yang akan menjadi pendengar menjadi ikut bingung.

"Hmm, aku bingung Ar. Entah kenapa semakin mendekati hari pernikahan, aku semakin ragu dengan Billy" dan akhirnya, Adina mulai bercerita.

Aku bingung, bingung harus menjawab apa. Takutnya salah bicara atau Adina salah menangkap maksud omonganku.

"Kalau aku boleh tau, kenapa bisa kamu mempunyai pikiran seperti itu?"

Adina menggeleng, "Entahlah, Ar. Akupun bingung kenapa tiba-tiba merasa ragu padahal sebelumnya akh sangat yakin"

"Adina, mungkin itu hanya perasaanmu saja. Tidak perlu terlalu dipikirkan dan dimasukkan ke dalam hati. Enjoy saja, hari bahagia kalian sudah didepan mata"

"Tapi Ar, aku bermimpi Billy membawa anak bayi. Dan aku tidak tahu itu anak siapa. Aku bingung Ar, aku takut juga"

Aku terdiam, begitu Adina berenti berbicara. Kenapa bisa mimpi Adina bisa sama dengan mimpiku semalam? Ada pertanda apa ini? Aku bingung, sungguh bingung.

"Ar, aku bingung. Aku harus apa?"

***

Hai semua, selamat siang 🤩 aku nongol lagi nih... Hehe siapa yg kangen lanjutan ceritanya Mas Arkendra yang ganteng ini? Coba, ngacuuung🤔☝️

Maafkan aku yg sudah lama sekali tidak update :( kalian jangan lupakan cerita ini guys sampai ceritanya kelar ya? Pliss 🤣

Tetep simpan cerita ini di library kalian ya, aku janji beberapa part kedepan akan aku usahakan untuk cepat update... Dan aku jg mau ngabarin, kalau cerita ini akan taman dalam beberapa part kedepan. Huhu sedih sih,

Btw, jangan lupa vote dan komennya ya😘 makasih... Sebentar lagi readers cerita ini akan mencapai 100k😭😭😭💙 I love you guys, so mucccchhhhh😍

Sampai ketemu di part selanjutnya 💙

Kisah Arkendra, Si Duda Anak Satu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang