Aku menunggu selama seminggu, memastikan Saga sudah berada dalam kondisi terpuruk. Setelah itu aku datang menemuinya, mengetuk pintu rumahnya. Aku berpura-pura tak tahu apa-apa, datang sebagai penyemat tak terduga.
Saga membukakan pintu untukku, raut wajahnya tampak terkejut. Aku yakin bahwa ia tak akan menyangka akulah orang yang mengetuk pintu rumahnya. Orang yang sudah mengabaikannya selama ini, orang yang ingin ia permainkan, tetapi tak sempat ia selesaikan permainannya karena masalah yang menghampirinya. Ia masih belum tahu bahwa sebenarnya permainan kami masih berlangsung, dengan aku sebagai pihak yang unggul.
"Apa maumu?" tanya Saga. Ia membuang mukanya, terlihat tak sabaran seperti ingin mengusirku. Ia bahkan tak repot-repot bermain peran lagi.
"Aku melihat kafemu tutup terlalu lama, jadinya aku datang karena cemas," balasku. Dengan perlahan aku mendekati Saga, memasang wajah sedih sealami mungkin.
Saga mendengus padaku. Ia bersedekap, bersandar pada dinding di dekat pintu. Ya, saat ini kami masih berada di depan pintu rumahnya. Saga sama sekali tak ada niat untuk membiarkan aku masuk.
Mata saga menatap dengan dingin padaku, terlihah semakin buruk dengan kantong mata yang terlihat sangat jelas. "Bukannya kau senang? Kau sudah mencampakkan aku, tak ada alasan untuk cemas," ujarnya. Tak ada kepura-puraan, hanya ada kekesalan yang sama sekali tak ditutup-tutupi. Aku menyukainya, tatapan menyalak yang hanya ditunjukkan padaku. Bukannya tatapan hangat yang selalu ia lemparkan pada siapa saja.
"Bagaimana bisa aku merasa senang saat orang yang kucintai merasa tertekan? Aku memang memutuskanmu, tapi sesungguhnya bukan itu yang benar-benar aku inginkan. Aku berharap kau mengejarku kembali, berharap suatu saat kau bisa mencintaiku dengan tulus."
"Apa kau idiot? Kau dengar sendiri semua yang kurencanakan. Aku hanya mempermainkanmu, lebih baik kau membenciku saja dan pergi selamanya dari hidupku." Saga marah, dia mendorong bahuku hingga menabrak pintu. Segera menjauh lagi setelah itu. Ia bahkan tak ingin menatapku, memintaku untuk pergi setelah banyaknya jalan sulit yang kulewati sejauh ini. Jika aku mundur, maka aku benar-benar idiot sejati.
"Aku tahu, tapi apa boleh buat. Tak peduli seperti apa dirimu yang sebenarnya, perasaanku sama sekali tak berubah. Kurasa aku mencintaimu lebih dalam dari yang kukira. Aku mencobanya, mencoba keras untuk membencimu, mencoba untuk melanjutkan hidupku dengan meninggalkanmu di belakang, tapi tak peduli berapa banyak usahaku... yang temui hanyalah jalan buntu."
Mendengar omonganku, Saga terlihat sedikit merasa bersalah. Ia mencoba mendekat padaku, meskipun pada akhirnya ia mundur kembali. Membalik badannya dan menutup telinganya dariku.
Aku melakukan sebaliknya, memberanikan diri mendekat padanya. Aku memeluk Saga dari belakang, menyandarkan kepalaku ke pundaknya. Merasakan panas tubuhnya yang kurindukan dan ketegangan ototnya yang kaku karena rasa kejut. "Aku selalu teringat padamu Saga, setiap saat dan kemudian aku sadar kalau lebih baik aku terus terluka di sampingmu daripada mencoba melarikan diri darimu," ucapku kepadanya.
Saga tak melepaskan diri, dia terlihat mulai luluh. Tangannya tergepal erat, berbanding terbalik dengan tubuh yang pasrah diberikan padaku. "Bodoh sekali, apa kau tetap akan di sampingku bahkan ketika aku tak akan pernah membalas perasaanmu?" dengan ragu-ragu ia bertanya.
Aku tak bisa melihat bagaimana ekspresi wajahnya saat berkata demikian, tapi itu tak masalah. Karena Saga juga tak bisa melihat betapa jahatnya tatapanku saat menciumi rahangnya. "Ya, aku tak keberatan denganku. Berikan aku satu kesempatan lagi dan aku akan membuatmu mencintaiku suatu saat nanti," balasku. Aku yakin itu akan terwujud, hanya masalah waktu hingga hatinya jatuh padaku.
Manusia adalah makhluk yang lemah, mereka akan lebih mudah untuk jatuh cinta kepada orang yang selalu mendukung di sisinya ketika ia terjatuh. Terlebih jika orang itu adalah orang yang pernah ia lukai sebelumnya. Cinta dari orang yang tak akan bisa berhenti mencintaimu setelah melihat begitu banyak keburukanmu, setelah menerima begitu banyak rasa sakit darimu adalah bentuk cinta yang paling sulit untuk ditolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey Traps [END]
Short StoryLane seorang pria yang anti sosial, benci semua bentuk kehidupan dan interaksi antar manusia, seorang dosen sekaligus mahasiswa pascasarjana yang secara tak sadar telah masuk dalam jebakan Saga. Serorang pemilik cafe yang terletak tak jauh dari area...