Bagian 16

1.2K 141 14
                                    

Sesuai janjinya, Saga datang tepat waktu. Ia juga membawa bahan makanan yang ia janjikan. Laki-laki itu berniat menyenangkanku dengan masakannya, cara yang selalu ia lakukan untuk mendapatkan hati laki-laki. Memuaskan perut mereka, dan kemudian mengoda dengan permainan pacar yang mengenakan apron.

Konyol sekali. Sebenarnya dia tak perlu repot-repot berbuat demikian padaku, aku tak peduli dengan semua itu. Yang kubutuhkan hanyalah pacar yang patuh dan setia. Dan Saga sama sekali bukanlah sosok seperti itu. Dia seorang pengoda, seseorang yang tak bisa hidup tanpa sentuhan laki-laki. Seseorang yang tak bisa kukekang semauku, dia suka kekebasan dan tantangan.

Satu saja kesalahan yang kuperbuat, aku yakin Saga akan segera lari dariku. Maka dari itu, sangat penting untuk menyiapkan begitu banyak rencana cadangan, menyiapkan perangkap tambahan dan memastikan tak kecerobohan.

Saat ini, aku mungkin bisa duduk dengan tenang di kursi dapurku. Memerhatikan tiap gerak-geriknya dalam jangkauanku, menunggu dengan sabar apa yang ingin dia sajikan padaku. Namun, tak ada jaminan kalau semua ini akan tetap sama di esok hari.

"Apa yang kau pikirkan? Dari tadi diam saja." Saga yang sadar kuperhatian, berpindah ke belakangku. Ia memelukku dari belakang, mengusap wajahnya di rambutku. Aku bahkan bisa merasakan kecupannya di pelipisku, sebuah perhatian berlebih yang menambah kegelisahanku.

"Tak ada. Aku hanya senang melihatmu di sini lagi," jawabku. Menarik kedua tangannya yang melingkar di leherku, membuat pelukan Saga menjadi semakin erat. Rasanya begitu nyaman. Sensasi yang kuharap tak akan sirna dalam waktu dekat.

Selanjutnya, aku mengusap lehernya. Dengan perlahan menariknya mendekat agar bisa kucium. Saga memejamkan matanya secara refleks, membalas ciumanku dengan penuh perasaan seolah-seolah ia mencintaiku. Untuk sesaat, aku terbuai akan kebahagiaan kecil itu. Mengulum senyum tanpa bisa kutahan dan cengiran nakal yang Saga berikan sebagai balasan terlihat manis.

Setelahnya, ia melepaskanku untuk kembali mengurus masakannya. Kami makan dengan perasaan bahagia. Berpindah ke teras rumah untuk duduk sambil mengobrol santai menghabiskan waktu.

Kuambil tangannya, menarik pergelangan tangan kiri Saga untuk kupakaikan jam tangan yang kuambil tadi. "Sudah kuduga, kau cocok dengan jam kulit," ucapku. Dengan cara yang natural, tanpa mengundang kecurigaan. Aku bahkan tak melepaskan tangannya setelah jam itu terpasang. Mataku tertuju di pergelangan tangannya, memberi tatapan lembut yang membuat hati Saga tergugah.

Ia tertegun sesaat, pupil matanya membesar dengan sangat indah. Menunjukkan emosi yang nyata, rasa senang tak terduga. "Terima kasih, padahal aku yang bilang ingin memberimu hadiah dan malah kau yang memberiku." Aku penasaran apa yang ada di dalam benaknya saat ini.

"Tak masalah, aku sudah cukup bahagia jika kau mau memakainya setiap hari." Kukecup punggung tangannya, kemudian menadahkan kepalaku menatap lurus pada matanya.

"Akan kupakai," balasan Saga sangatlah pelan. Bersama dengan gerakan tubuhnya yang mendekat, mendesak hingga mendempet pada tubuhku. Kedua tangannya berpindah ke dadaku, mengusap perlahan ke arah bawah.

Setelah itu, ia memiringkan kepalanya. Dengan napas yang sedikit berat, ia melumat bibirku. Mengoda dengan cepat dan ahli, hingga ketika aku tersadar, aku sudah membalas godaannya.

***

Hubungan kami benar-benar berjalan dengan baik, beberapa bulan terlewat dengan hal-hal penuh kesenangan. Menghabiskan siang hari untuk makan bersama, malam hari untuk saling memanjakan dan kencan yang menyenangkan di akhir pekan.

Bukan berarti Saga tak ada niat untuk mencari kesenangan lain, tapi akulah yang menghentikannya hingga hal seperti itu tak pernah terjadi. Memastikan hasratnya terpenuhi, segera datang menghampirinya tiap kali ia mencoba membuat janji dan diam-diam menghapus setiap pesan yang masuk ke ponselnya sebelum sempat ia baca.

Honey Traps [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang