Bagian 13

1.2K 150 72
                                    

Setelah mendapatkan semua info yang kubutuhkan, aku datang ke rumah Milie. Sengaja menunggunya pulang kerja, duduk di kursi depan teras. Aku tersenyum saat seorang wanita berumur sekitar dua puluhan tahun menghampiriku. Ia membawa seorang balita dalam gendongannya.

"Ada perlu apa?" tanyanya padaku.

"Aku teman lama suamimu, keberatan jika membiarku menunggunya hingga ia pulang?" Aku membalas dengan sebuah kebohongan, berpura-pura menjadi teman Milie agar dipersilakan masuk.

"Oh, tentu tidak. Silakan masuk." Istri Milie percaya, dengan ramah ia mengundangku masuk ke rumah mereka. Tanpa mengetahui maksud dari kedatanganku, yakni untuk mengancam Milie. Jika suaminya itu tidak mau mendengarkanku, maka aku tak akan sengan untuk menghancurkan pernikahan mereka.

Wanita mana yang tak akan sakit hati mengetahui perselingkuhan suaminya? Tidak ada. Terlebih jika pasangannya adalah seorang laki-laki yang ia kenal dengan baik. Aku ingin tahu, seberapa besar nilai keluarganya dibandingkan dengan nilai Saga bagi Milie.

Setelah membawakan minum dan beberapa camilan untukku, wanita bernama Tara itu duduk di hadapanku. Ia telah meletakkan anaknya yang tertidur di kamar, dengan sikap yang baik menjamu tamu yang bahkan tak ia kenal. "Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu, kalau boleh tahu di mana kalian saling mengenal?" Tara mulai berbasa-basi. Tentunya kutanggapi dengan baik. Ini semua penting untuk memberikan kesan baik, berjaga-jaga jika rencana awalku tak berjalan dengan baik. Lain kali, aku mungkin bisa menggunakan wanita ini dan untuk itu, diperlukan sebuah kepercayaan dan padangan baik terlebih dulu.

"Aku sering datang ke tempat kerjanya dan terkadang kami keluar bersama," bohongku. Menambah satu demi satu kebohongan untuk menutup kebohongan yang lainnya. Aku tidak pernah berbohong sebanyak ini seumur hidupku dan sekarang, aku terbiasa berbohong berkali-kali dalam satu hari.

Tampaknya, ketika manusia sudah dewasa, membuat sebuah kebohongan menjadi jauh lebih mudah. Meskipun itu menambah rasa bersalah sama banyaknya, tapi aku tidak berpikir jika semua orang memiliki cara padangan yang sama denganku. Misalkan saja Saga dan Milie, laki-laki yang kini tengah berdiri di depan ruang tamunya dengan ekspresi wajah kaget menemukan istrinya tengah mengobrol akrab denganku.

"Sayang, kamu sudah pulang rupanya. Rupanya Lane ini ya, yang sering keluar denganmu setelah pulang kerja. Orangnya sangat baik, harusnya kamu lebih awal mengundangnya datang," ujar Tara. Dengan penuh perhatian menghampir Milie, berniat mengambil jaket suaminya untuk disimpan.

Sedangkan aku menatap Milie dengan culas di belakang punggung Tara. "Hai, aku datang lebih awal dari jam janjian kita dan kebetulan aku bertemu dengan istrimu. Kamu beruntung mendapatkan istri yang baik, Milie. Oh ya, bagaimana kabar Saga?" ucapku. Memberinya tekanan secara verbal, menyinggung mengenai janji yang tak pernah ada dan nama yang membuatnya menjadi menegang.

"Wah, kamu kenal dengan Saga juga rupanya. Dia sangat baik, terkadang Saga datang makan di sini. Suamiku dan Saga sudah berteman lama sejak mereka masih kuliah. Saga bahkan banyak membantu saat kami mempersiapkan pernikahan dulu." Rasanya begitu menyenangkan, saat istrinya dengan ketidaktahuannya, menceritakan hal-hal baik tentang orang yang menusuknya dari belakang.

Aku bahkan bisa melihat dengan jelas, betapa banyaknya keringat dingin yang jatuh dari pelipis Milie. Dengan lembut, ia mendorong istrinya ke dapur. "Aku punya urusan di luar dengan Lane, bagaimana kalau kamu pergi menyiapkan makan malam," ucap Milie. Berusaha sebaik mungkin menyembunyikan fakta dan menjauhkan Tara dariku.

Aku segera bangkit berdiri, mengambil mantelku. "Sangat menyenangkan mengobrol dengamu Tara, tapi kami masih ada urusan. Mungkin lain kali aku bisa mampir lagi. Untuk sekarang, boleh kupinjam suamimu?" Aku mengikuti permain tipuan Milie, berniat membicarakan urusan kami di luar rumah.

Honey Traps [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang