Bagian 12

1.2K 154 56
                                    

Aku berdiri terpaku di depan rumahku. Ada Saga di sana, dia menunggu kepulanganku. Pria itu bersandar di depan pintu, memainkan ponselnya dengan asyik.

Tawa Saga yang begitu kurindukan, melihatnya membuatku ingin sekali berbagi tawa itu. Berdiri di sampingnya, merangkulnya mesra dan melupakan semua hal buruk di antara kami. Namun, aku tidak melakukannya. Pikiranku tahu benar jika aku malakukannya, maka aku akan kehilangan Saga sepenuhnya.

Aku harus bertindak sebaliknya. Menjadi jahat untuk bisa merantai kakinya dalam kendaliku. Sagaku tercinta, kalau saja dia bisa menutupi semua kebusukannya dengan rapat, aku pasti masih berada di sisinya saat ini.

Dengan langkah pasti, aku menghampirinya. Memasang wajah yang kaku, memastikan bahwa aku bisa mempertahankan jarak dengannya. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku.

Saga lalu menghampiriku. Ia memasang ekspresi yang terlihat sedih. Dengan cepat, ia telah sampai di hadapanku, menggenggam tangan kananku dengan kedua tangannya. Matanya mengadah padaku, menatap langsung ke bola mataku.

"Lane, dengarkan aku," mohon Saga.

Aku mengeraskan diriku, menghempaskan tangannya tanpa ragu. "Dengarkan apa? Kata-kata tipuanmu?" ucapku sinis, memasukkan kedua tanganku ke dalam saku agar dia tidak dapat meraihnya lagi. Aku tidak ingin menjadi ragu saat merasakan sentuhan yang kurindukan.

"Ini tidak seperti itu, yang kemarin itu hanya bercanda saja. Aku sungguh-sungguh menyukaimu, lihat mataku. Apa aku terlihat seperti sedang berbohong?" Sekali lagi, Saga mencoba menipuku dengan permainan katanya. Ia bahkan bisa menatap mataku langsung meski sedang berbohong.

Tangan itu mulai lancang, memelukku dengan lembut, mencoba merayu dengan wajah memesona dan sentuhannya. Namun aku tidak tertipu. Rayuan itu ia umbar ke banyak orang, bukan hanya kepadaku. Aku tahu itu, Vasco melakukan tugasnya dengan amat baik. Memberikan bukti rekaman kehidupan pribadinya, mencuri dengar tiap rencana yang ia buat dan bahkan terkadang menguntit Saga untukku.

Aku menolaknya, mendorong tubuhnya hingga menabrak tembok pagar rumahku. Tangan kananku telah berpindah ke tembok di samping kepala Saga. Tubuhku kudekatkan padanya, tapi tidak sampai bersentuhan. Masih ada jarak yang jelas di antara kami. "Yang kulihat dari matamu hanya kebohongan," bohongku. Sesungguhnya aku bahkan tak bisa menemukan apa pun di sana. Mata Saga terlalu dipenuhi banyak hal, hingga tak terbaca. Atau mungkin, aku hanya terlalu terpukau akan keindahannya.

"Aku bisa apa jika kau tidak bisa memercayaiku lagi, tapi dengar Lane. Aku tidak ingin berpisah, kamu terlalu berharga untuk aku lepaskan." Ia kembali memaksa, meremas bajuku dengan manjanya.

"Mainan berharga maksudmu? Setelah susah payah menjeratku selama setahun, pasti sayang sekali jika sampai tidak berhasil. Iyakan?" sinisku, menodong langsung padanya.

Saga menggeleng dengan manisnya, ia memperkuat cengkeraman tangannya hingga jaketku kusut. Dengan beraninya, ia memendamkan kepalanya di dadaku. "Bukan, tapi orang yang kucintai. Aku serius denganmu Lane, tanpa sadar aku sudah jatuh cinta kepadamu. Apa yang kamu dengar di bar itu omong kosong, yang kukatakan saat ini yang merupakan perasaanku yang sebenarnya. Selama ini kamu sangat dingin kepadaku, aku hanya sangat kesal kemarin." Lagi-lagi ia membuatku semakin ingin menyakitinya.

Dan aku melakukannya. "Itu bukan hanya keluhan karena kesal. Memangnya sebodoh apa aku di matamu?" ujarku. Kemudian kutarik tengkuknya, menghempaskan tubuhnya sekali lagi ke tembok. Kucengkeram dagunya dengan satu tangan dan dengan tangan yang bebas, kudorong dadanya agar dia tak bisa mendekat.

Saga bergeleng lagi, mengigit bibirnya mengemaskan. "Aku tidak berpikir seperti itu... bukannya kamu yang selalu menanggapiku dengan remeh. Tak peduli bagaimana usahaku untuk menarik perhatianmu, kau selalu terlihat tak peduli." Aku ingin memeluknya saat ini, memasukannya ke dalam kamarku dan menguncinya di sana. Memenjarakan Saga agar ia tak bisa lagi lari ke dalam pelukan laki-laki lain.

Honey Traps [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang