Part. 2.2

3.6K 49 6
                                    

Dokter Fi berjalan di koridor rumah sakit dengan muka ditekuk. Ia berbicara sendiri seraya memukuli kepalaya. Otaknya pasti sudah tidak waras! Bisa-bisanya ia mengeluarkan kata-kata seperti itu di depan direktur utama rumah sakitnya. Ia benar-benar mengutuk mulutnya untuk ini. Ini namanya bunuh diri. Ia benar-benar konyol!
Astaga, dimanakah akal sehatnya beberapa menit lalu? Ia akan terkena masalah panjang karena ini.

Beberapa perawat yang berpapasan dengan Dokter Fi menyapa Dokter Fi tapi Dokter Fi tidak menyapa mereka kembali. Otaknya hatinya semuanya tidak bisa berpikir!

Para perawat mulai bergosip dengan sesama perawat mengenai kejadian ini. Berita Dokter Fi yang dipanggil direktur utama hingga kata-katanya yang menusuk langsung menjadi obrolan wahid seisi rumah sakit.

"Kling..."

Dokter Fi mengangkat ponselnya.

"Apa?" tanya Dokter Fi kesal, saat ini moodnya sedang buruk.

"Kepala ER mencarimu." Suara Dokter Andika.

"Cepatlah, sepertinya Dokter Joko sangat marah." Tutur Dika.

"Sekarang apa lagi? Arghhh..." Dokter Fi kembali uring-uringan dan menutup ponselnya.

Dokter Fi sudah berada di depan Kepala ER. Dokter Joko duduk seraya memegangi kepalanya. Dokter Fi hanya tertunduk siap dimarahi.

"Apa yang ada dipikiranmu?" tanya Kepala masih memegangi kepalanya. Dokter Fi tak megatakan apapun, hanya diam.

"Melakukan dua operasi sekaligus, membentak Kepala Rumah Sakit, mendoakan agar reputasi Rumah Sakit turun, mendirikan Rumah Sakit, membeli Rumah Sakit ini. Lalu apa lagi?" bentak Kepala ER nadanya naik 5 oktaf.

Dokter Fi masih terdiam dan menundukkan kepala. Sebenarnya ia masih punya unek-unek yang akan disampaikan tapi tidak mungkin ia membentak atasannya untuk yang ke sekian kalinya.

"Sekarang akibat ulahmu, bangsal kita benar-benar rugi. Kau di skorsing, dua minggu!!!. Kita akan kehilangan salah satu dokter terhebat di bangsal ini. ER masih membutuhkanmu jngan bertingkah seolah ini rumah sakit nenek mu(nadanya kembali naik 3 oktaf setelh turun tadi). Sekarang pikirkan!" Dokter Fi masih termenung diam.

"Dokter FI-DE-LA" bentak Dokter Joko entah sejak kapan tangannya yang tadi memegangi kepala pertanda 3P(pusing, puyeng, pening) sudah terlepas. Ekspresi marah jelas terpampang di wajah Dokter Joko si ular Emergency Room.

Dokter Fi cukup terkejut karena bentakan Dokter Joko. Namun dia masih diam, sepertinya diam jalan yang terbaik.

Sama seperti sebelumnya beberapa perawat, dokter residen, bahakan dokter magang. Menguping pembicaraan yang mungkin hanya terjadi sepuluh taun sekali atau bahkan seratus tahun sekali.

Dokter Hari, Perawat Dimas, dan lima orang yang lain menempelkan telinga mereka di pintu kaca dan dinding pembatas yang terbuat dari kaca namun sudah diberi pelapis agar kegiatan di dalamnya tidak terlihat.

Dokter magang yang lebih cerdik menggunakan stetoskop dengan menempelkan chestpiece mereka terdengar lebih jelas. Dokter Hari yang melihat dokter magang yang lebih pintar darinya lantas mengikuti dokter magang itu.

Tak berapa lama terdengar suara seseorang akan membuka pintu. Mereka semua yang menguping lantas panik dan bubar sendiri-sendir dengan acara mereka masing-masing.

Dokter Hari dan Dokter Zulham saling memeriksa dengan stetoskop masing-masing. Dokter hari menaruh bagian Chestpiece(bagian yang ditempelkan ke tubuh pasien) di jidat Dokter Zulham. Sementara Dokter Zulham menaruh Chestpiece di pundak Dokter Hari.

A Love Between Doctor and ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang