Part 11. Tim Bravo in Tenesia

5.2K 298 17
                                    


Pesawat milik PBB mendarat di Tenesia Internasional Airport.

Hawa dingin menusuk badan para abdi negara termasuk juga Kapten Davi. Seluruh Pasukan Karuda keluar dari pesawat mereka.

“Ahh, dingin sekali.” Kapten Davi merasakan udara yang seakan menusuk seragam loreng gurunnya, seraya menggosok-gosokkan telapak tangannya ia merasa kedinginan.

Sebuah tas militer dengan loreng gurun di punggung Kapten Davi pun menjadi satu-satunya pelindung tubuhnya dari hawa dingin di Tenesia selain seragam loreng gurun yang ia kenakan.

Masih berusaha menghangatkan diri dengan menggosok-gosokkan tangan, Kapten Davi melihat ke sekitarnya. Mengapa semua orang memakai Jaket? Apa ia sendiri yang tidak diberi jaket? Kapten Davi mulai menggerutu sendiri.

Kapten Davi POV.

“Akhirnya samapai juga.Tenesia” Kataku dalam hati setelah menginjakkan kaki di tanah negara konflik ini. Aku melihat jam tangan hitam yang mengikat tangan kiriku. Menunjukkan pukul 6.30 sedangkan waktu di smartphoneku menunjukkan pukul 1.30. Itu tandanya selisih waktu antara Tenesia dan tanah air adalah 5 jam.

Hawa dingin menusuk, tak heran saat ini bulan desember. Bulannya musim dingin. Sudah lama sekali aku tidak merasakan winter. Benar-benar dingin sekali. Aku mulai menggerak-gerakkan badanku agar tidak membeku ditempat. Aku mulai melihat sekitarku, lapangan udara ini penuh dengan orang pakaian loreng gurun dan baret biru, itu tandanya mereka sama sepertiku pasuka garuda. Tapi ada yang aneh dengan mereka. Kenapa mereka mengenakan jaket semua. Jaket dengan motif loreng gurun senada dengan baju loreng kami, berlogo UNIFIT di lengan kanan, merah putih di kiri. Dengan segaris bordiran nama ‘INDONESIA’ di atas saku kiri dan nama masing-masing personel di atas saku seelah kanan. Jadi hanya aku yang merasa kedinginan saat ini. Apa aku tidak diberi jatah juga? Aku mulai menggerutu apalagi udara disini benar-benar dingin sekali. Aku hanya bisa menggosok-gosokkan telapak tanganku saking dinginnya. Kulihat 8 orang berbaris empat-empat datang menghampiriku siapa lagi jika bukan Tim Bravo.

Mereka berhenti serentak di depanku atas asar perintah Sersan Mayor Arga. Aku yang kedinginan jadi ingin tertawa tapi aku harus mengendalikan diri.

Tunggu, lagi-lagi mereka mengenakan jaket pantas saja aku tidak melihat mereka kedinginan padahal disini sangat dingin. Aku jadi semakin kesal karena dingin sekali dan tidak mendapat jatah jaket.

Kapten Davi pov end.

“Berhenti grak.” Aba-aba Sersan Mayor Arga pada ke tujuh 7G (Sersan Satu Gibran, Sersan Satu, Sersan Satu Guntur, Sersan Satu Gatra,Sersan Kepala Gilang, Sersan Kepala Galing, Sersan Kepala Gama, Sersan Kepala Genta).

“Hormat grak.” Perintah Sersan Mayor pada 7G untuk hormat pada Kapten Davi. Kapten Davi menerima hormat mereka dan membalas hormat pada Mereka. Kapten Davi menurunkan tangannya baru setelah itu Sersan Mayor Arga dan 7G menurunkan tangan mereka.

“Lapor kami sudah siap melaksanakan misi di Tenesia. Laporan selesai.” Sersan Mayor Arga memberi laporan.

“Laporan saya terima, terimakasih.” Kata Kapten Davi. Tiba-tiba suasana hening.

Kapten Davi terkekeh sendiri.
“Hehe... hehe.” Kapten Davi berusaha memecah keheningan dengan suara tawanya, namun yang terjadi tak ada satupun dari mereka yang tertawa. Kapten Davi yang celingukan pun akhirnya berujar.

“Ayolah, jangan seperti ini. Aku jadi canggung sendiri.” Kata Kapten Davi seraya menggaruk leher belakangnya.
“Hei kalian! Sedang apa ayo, Pasport. Pasport”

Suara itu memecah keheningan. Tim Bravo masih terdiam lantaran masih bingung apa maksud orang itu.

“Hei kalian, kalian prajurit bukan? Kalian dengarrr?” sesorang berpakaian seperti Tim Bravo mengenakan loreng gurun dan baret biru dari kejauhan memanggil Kapten Davi dan Tim.

A Love Between Doctor and ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang