Chapter 1.2

4.9K 151 12
                                    

Jakarta, 13 Desember 2012
Diponegoro International Hospital.

🏥🏥🏥

Dokter Fi bersandar di tembok lorong menuju ruang operasi ia sudah berganti pakaian lagi. Seragam hijau khas ruang operasi begitu cocok dikenakan olehnya. Matanya perlahan menutup seperti ada sebuah beban berat mendarat dipikrannya "Huft..." ia menghela nafas, bersiap sebelum memasuki medan peperangan. Pasien tadi harus mendapatkan operasi darurat malam ini juga dan dialah yang akan memimpin operasi ini. Kecelakaan yang terjadi malam ini cukup membuat ruang operasi penuh bahkan harus ada pasien yang mengantre untuk dibedah. Namun bukan masalah kamar operasi penuh yang ia pikirkan. Masalah yang jauh lebih berat dari itu.

Seorang pria berpostur tinggi nan tampan pula dengan senyumnya yang semerbak seakan memamerkan pesonanya berjalan masih mengenakan jas putih dan menghampiri Dokter Fi. Dokter pria itu terlihat begitu bahagia melihat Dokter Fi dari belakang.

"Dokter?" panggilnya dari belakang sembari memegang pundak wanita cantik didepannya.

"Astaga!" Kagetnya ketika merasa seseorang menyentuh pundaknya. Dokter Fi mengelus dada mengetahui siapa orang yang membuatnya kaget, ia menatap pria itu dengan kesal, Dokter pria itu terkekeh.

"Ngalamun." Sindir dokter pria itu.

"Kepalaku sakit." elunya pada rekan sesama dokternya lalu meninggalkan dokter pria itu ia mengikuti Dokter Fi.

"Dokter Rino ada operasi?" tanyanya pada Dokter Rino.

"Mmm." jawabnya sembari mengangguk.

"Ini operasi pertamaku." Lanjutnya lalu membuat Dokter Fi berhenti melangkah kemudian berbalik badan, ia begitu bahagia akan operasi pertama Dokter Rino.

"Apa? Benarkah? Kau akan memimpin operasi" sahutnya bersemangat wajahnya begitu ria tapi ia sadar posisinya. Dengan cepat Dokter Fi mencoba untuk bersikap biasa saja meskipun sebenarnya ia sangat ingin menunjukkan ekspresi senangnya.

"Profesor Liem sedang melakukan operasi penting juga jadi aku yang akan memimpin operasi?" jawab Dokter Rino sedikit sedih melihat ekspresi Dokter Fi yang tak seperti apa yang ia bayangkan sebelumnya. Dia benar-benar berharap Dokter Fi akan memeluknya dengan erat karena saking bahagianya seperti saat ia lulus sekolah pendidikan spesialis bedah syaraf.

"Pasien dengan perdarahan intrakranial?" tebak Dokter Fi. Dokter Rino yang maskulin menjawab Dokter Fi "Iya, pasienmu tadi." Dokter Fi lantas menyahut "Kau harus berterimakasih padaku, setidaknya aku sudah menghentikan sedikit perdarahannya"

"Baik. Kau mau apa?" tawar Dokter Rino. Bak api yang disulut bensin Dokter Fi mengutarakan permintaannya.

"Aku ingin kau mengoperasi.... Akan aku gunakan satu permintaan itu untuk hal yang berguna." Ia mengubah permintaannya.

"Dasar." Dokter Rino berhenti berjalan. "Hanya begitu?" ia menanyakan pada Dokter Fi. Dokter Fi tahu Dokter Rino berhenti berjalan ia pun menghentikan kakinya.

"Apa?" tanyanya sedikit kaget. "Aku masih mencintaimu dan masih akan tetap seperti itu." Ujar Dokter Rino pada Dokter Fi. Dokter Fi mencoba untuk kuat.

"Rino... kau tahu kan ini juga sulit untukku. Tapi itu sudah cukup lama, kau harus lebih memperhatikan Hani. Dia mencintaimu. Kita tidak boleh seperti ini. Jangan membuatku di posisi yang sulit lagi--" Ia menghela nafas sejenak.

"Aku akan masuk ke ruang operasi. Selamat untuk operasi pertamamu, Dokter Rino." Dokter Fi melanjutkan perkataannya lalu ia tersenyum menuruti permintaan kecil Dokter Rino, untuk terakhir kalinya meskipun Dokter Rino tak melihatnya tersenyum.

A Love Between Doctor and ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang