Miracle 7 - Surat Perpisahan

93.9K 4.5K 52
                                    

“Kamu temanin aku disini ya” kata Gero manja kepadaku.

“Aku harus pulang nanti orang rumah nyariin” aku menolak menemaninya, bukannya gak mau nemenin tapi aku takut apa reaksi Mami Papi kalo tau aku tidak pulang.

“Om yang temenin, biarin saja dia pulang”

“Ogah kalo sama om, mending sendirian”

“Ya udah om antar dia pulang dulu”

“Gak gak enak saja… aku ikut”

“Et dah kamu itu sakit… aku pulang sendiri saja, om jaga dia… aku pulang dulu”

“Acel……” aku mendengar Gero memanggilku dengan panggilan yang tidak tau dia dapat darimana.

“Acel acel.. nama aku Miracle” kataku jutek

“Gak bagi aku kamu itu Acel… iyakan Om… aku ikut – ikut om manggil Acel aja deh” katanya menatap om Nathan yang kaget dia tau nama panggilan kesayangan Om Nathan.

“Serah kalian aja dah, bagi rata aja” ketika aku akan pergi meninggalkan ruang rawat Gero, aku mendengar ponsel Gero berbunyi.

“Halo…”

“…..”

“Iya tante, Miracle lagi sama aku di rumah sakit”

“….”

“Gpp kok tante, aku hanya demam saja, makanya Miracle nungguin aku.. oh iya tant aku minta izin boleh ya Miracle nungguin aku, Bunda dan Ayah lagi pergi liburan”

“….”

“Makasih tante”

Gero menatapku dan senyumnya mengembang dengan sangat besar.

“Kamu dengarkan? Mami kamu izinkan kamu nungguin aku, jadi gak perlu pulang”

Aku menghela nafas, percuma juga pulang, seandainya pulangpun Mami pasti hebob nyuruh aku balik buat jaga Gero yang rese ini.

“Oke oke akutungguin kamu, makanya buruan sembuh bikin susah orang saja”

“Hahahha makasih Acel Sayang… nah om kalo mau balik, balik aja aku udah ada yang jagain kok” katanya tajam kearah Om Nathan.

“Acel, aku balik dulu”

“Acel Acel… pokoknya kalo kalian berdua masih memanggil Acel, aku akan marah, nama aku Miracle!!!”kataku kesal melihat sikap kekanakan 2 pria ini. Pada gak ingat umur apa.

“Dan kamu Gero, jangan banyak bicara, istirahat aja yang bener” aku mendekatinya dan merapikan selimutnya yang berantakan.

“Makasih sayang”

Aku hanya bisa geleng – geleng kepala.

“kamu disini ya selama aku tidur, awas kalo kabur sama Om Nathan”

“GEROOOOO”

“Iya iya… ih tambah cantik saja kalo ngamuk kayak gini”

“Gak mempan dengan rayuan gombal” balasku walau sebenarnya hati berbunga – bunga mendengar rayuannya.

“Gak mempan tapi kok merona merah mukanya” dia mencolek pipiku yang katanya memerah.

Masa sih, emang kelihatan gitu. Dengan cepat aku mengambil kaca di tasku dan mulai melihat mukaku dikaca.

“Hahhahahahah benerkan…”

“Gak kok gak merah” jawabku

“Merah kok” katanya lagi

“Dimana merah? Gak ada lihat deh” aku mendekatkan mukaku

“Sini merah” dia menunjuk bibirku dan mengelusnya dengan tangannya.

“Gero…”

“Bibir kamu boleh tidak aku cicipin sedikit?”

Astaga astaga astaga

“Apaan sih, kayaknya panas membuat otak kamu mereng” aku menepis tangannya.

“Aku gak gila Acel…” wajahnya berubah menjadi serius

“Iya kamu gila, kamu hanya gak mau kalah dari Om Nathan” itu yang membuat hatiku sedikit sedih.

“Apa kamu kira aku seperti ini karena persaingan mendapatkan kamu dengan Om Nathan?”

“Iya” jawabku pelan

“Apa kamu gak lihat ketulusan di mataku Acel”

“AKu gak lihat”

“Mata boleh tidak melihat tapi bagaimana dengan ini” dia menunjuk hatiku

“Aku gak tau…” aku berniat meninggalkannya kalo aku masih disini aku gak tau apa yang akan terjadi.

“Acel…” dia menahan tanganku dan menarikku mendekatinya.

“Gero apaan sih lepas”

“Kenapa aku gak bisa baca hati kamu Acel?, kenapa rasanya dihati kamu tak ada tempat buat aku?” aku melihat wajah sedihnya.

“Gero aku…”

“Sstttt please diam saja… seandainya kamu memang gak punya hati buat aku, please kali ini biarkan aku memeluk kamu agak lama”

Aku bukan gak punya hati buat kamu Gero… bukan…

Aku hanya diam dia memelukku.

Setengah jam posisi kami tidak berubah, aku menoleh dan melihat dia sudah terlelap tidur. Dengan pelan – pelan aku merapikan selimutnya.

“Jangan seperti ini Gero… aku.. aku” aku mengelus pipinya.

****

Aku terbangun dari tidurku di sofa ketika hari sudah sedikit gelap. Aku berdiri hendak melihat keadaan Gero tapi betapa kagetnya aku melihat ranjangnya kosong dan Gero tidak ada. aku mencari ke kamar mandi tetap kosong juga. Dengan cemas aku mencari keluar dan bertanya ke suster yang sedang berjaga.

“Suster pasien di ruangan 301 kemana ya, kok tidak ada” tanyaku panik.

“Oh Bapak Geronimo ya Bu?’

“Ah iya kemana dia? Apa diperiksa dokter?’

“Oh tidak tadi pasien memaksa untuk pulang, terus dia nitipin ini buat ibu, katanya ibu tidurnya nyenyak sekali makanya gak mau bangunin” suster itu memberikan sebuah surat.

Dengan cepat aku membuka surat itu, entah kenapa rasanya isi surat ini akan membuat aku sedih.

To : My Lovely Acel….

“Acel… maaf sudah membuat kamu gak nyaman dengan usaha aku mengejar kamu… sungguh aku melakukan ini bukan saja karena keberadaan Om Nathan. Aku akan beri waktu kamu untuk berpikir ulang. Sementara aku gak akan mencari kamu atau bertemu dengan kamu… aku harap kamu menggunakan hati dan ingatan kamu….”

Geronimo Cassanova

Aku meremas surat yang dibuat Gero.

“Gero jahatttt” tanpa aku duga air mata kembali turun di pipiku.

“Jahattttt”

tbc

10. Impian MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang