Different

1K 128 3
                                    

Jiheon memfokuskan seluruh indra tubuhnya selagi ia bisa. Senjata api perak yang ada ditangannya ia tujukan ke arah depan. Waspada.

Mata hitamnya mengedarkan ke seluruh gedung tak terpakai itu yang bahkan tidak bisa dijangkau karena hanya kegelapan yang melingkupi.

Jiheon berkeringat gugup tapi tangannya tetap kuat memegang senjata api itu. Ia tidak mau terlihat lemah.

Srek!

Ia menoleh cepat ke arah kirinya. Tidak ada siapa-siapa. Tangannya perlahan ia arahkan ke ruangan gelap di ujung. Jiheon dari dulu tidak pernah percaya dengan hantu. Ia hanya percaya apa yang ia lihat dan rasakan.

Dengan segenap keberanian ia berjalan perlahan ke ruangan itu. Dengan bermodalkan cahaya senter ditangannya tidak membuatnya takut sedikitpun.

Srek!

"Siapa? Tunjukkan dirimu!" Ucapnya dengan lantang.

"Kau berniat untuk membunuhku?" Adalah suara yang berasal entah dari mana. Gadis itu tidak melihat wujudnya tapi ia sangat mengenali suara itu.

Jiheon hanya mengeratkan tangannya pada pistol yang ada digenggamannya. Sedikit gemetar. Napasnya memburu.

Tidak. Ini adalah tugasnya. Meskipun ada hal lain yang ia korbankan.

Seketika matanya membulat saat ia melihat seseorang berdiri tak jauh dari dirinya saat ini.

Rambut merah itu, pakaian itu, postur tubuhnya, semuanya. Jiheon sangat mengenali dia.

Sosok itu hanya diam dengan wajah datar. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana sebelah kanannya. Tipikal orang yang tenang dalam menghadapi situasi genting sedikitpun.

Dia mendekat ke arah Jiheon perlahan. Tetapi gadis itu juga mundur sambil mengacungkan senjata api perak di kedua tangannya. Badannya benar-benar gemetar dan napasnya memburu dengan cepat.

"Ja-jangan mendekat! Atau aku akan menembakmu tanpa ragu!" Ucapnya dengan gemetar.

Sosok itu tersenyum miring.

"Kalau begitu apa lagi yang kau tunggu. Aku sudah di depanmu. Kau hanya menekannya saja. Apa yang membuatmu ragu, Jiheon?"

Jiheon hanya diam. Dia tidak membalas perkataan pemuda itu. Napasnya masih tercekat. Entah apa yang membuat dirinya takut padahal beberapa menit yang lalu ia membulatkan tekadnya untuk menjalankan misi ini secepatnya.

Pemuda yang dihadapan Jiheon memajukan langkahnya sampai ujung pistol itu menyentuh dadanya. Kemudian, tangannya menggerakan lengan gadis itu agar ujung pistol tersebut menyentuh dahinya.

"Apa yang membuatmu ragu, Jiheon? Selesaikan." Ucapnya dengan tenang.

Jiheon menghelakan napasnya berat. Kepalanya semakin pusing dan berat. Namun ia harus fokus apa yang ia hadapi sekarang. Tapiㅡdia tidak bisa.
Dahinya mulai berkeringat, napasnya semakin berat dan menandakan ia semakin lelah.

Sosok itu menyeringai.

Sret!

Napas Jiheon tercekat. Pemuda itu ada di belakangnya. Memeluk tubuhnya erat dari belakang.

Pertahanan gadis itu runtuh. Dengan perlahan tangannya ia jatuhnya ke sisi  tubuhnya dengan pistol perak yang sudah terjatuh di bawah kakinya.

"Kau tidak bisa membunuhku, Jiheon. Kau tidak akan bisa membunuh orang yang kau cintai." Ucap pemuda itu sambil menelusuri tangan jiheon dengan perlahan.

Gadis itu mulai tenang, namun tatapannya lurus ke depan. Tatapan kosong entah apa yang ada dipikirannya.

"Kenapa...? Aku sudah terikat dengan perisai itu. Tapi, kenapa hanya kau yang bisa menyentuhku?"

[2] Amore ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang