Aku memilih diam dan tersenyum kala hatiku sedang patah
Lebih memilih tawa apabila aku sedang hancur-hancurnya.
Sesungguhnya dibalik mataku terdapat sebuah kisah.
Sebuah cerita.
Aku sama-sama hancurnya seperti gadis umur tujuh belasan di luar sana ketika sedang jatuh cinta ataupun terluka. Tapi, diam adalah titik jenuh dari sebuah luka yang sering aku ceritakan.
Dan pada akhirnya, aku lebih nyaman berdoa, bercerita dalam peraduan dg Sang maha Cinta.
Hatiku sungguh sama hancurnya dengan hatimu.
Mungkin aku lebih darimu.
Namun aku percaya, biar aku saja yang merawat luka. Itu lebih aman, dan tak begitu merepotkan.
Terkadang suaraku pirau karena semalaman telah memproduksi air mata di kehinangannya malam.
Aku yakin setelah luka terdapat bahagia yang tiada tara.
Biarkan aku berkawan dengan tabu.
Karena sekarang hati ini sedang sendu nan kelabu.
Jangan pernah patah dan menyerah perihal setelah di gores luka.
Sesungguhnya, masih banyak orang yang tak seberuntung dirimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol
Puisiini menceritakan tentang sekumpulan puisi atau antalogi puisi. Dari perjalanan cerita saya selama bertahun-tahun. Sebuah kumpulan kata yang terangkai sederhana ketika rasa dan asa sedang di titik jenuhnya.