Langkahku berat, ketika dirimu tak lagi menetap.
Euforia yang ku hadap, sekarang hilang tanpa jejak
Bekas tatapan mata yang tersirat dan sebuah kata yang tak sempat kau ucap
Membuat rasa ku terisolir tanpa sebab
Ku mencoba memaknai harumnya hujan
Yang slalu membawa ketenangan di setiap detiknya
Ada deras hujan pula yang membasahi asa dan rasaku
Ada jerit yang mencengkam sukma ku
Risauku, kehilanganmu
Bahtera apa yang mau menghantarkan ucapku
Sudah berapa kali kau membuat daku terasa tenang dan bingung pula
Sudah berapa lama pula kau bermain kata di belakangku
Wahai tuan berjubah api, bertulis aksara, namun berhujung sepi
Masihkah kau mengingat daku, melewati sejengkal larik-larik puisi
Yang pernah termaktub di layar ponselmu
Kini jalan harianku sepi hingga tak bertepi
Namun indahnya bintang mengingatkanku pada suatu ingatan
Bahwa kepergianmu bukanlah ajang untuk meratapi yang sudah pergi
Lingkunganmu yang koservatif membuatku sedikit realisitis
Namun, lagi-lagi langkahku berat yang sedarinya tadi kuat
Karena di setiap langkahku teringat
Banyak kebaikan yg belum ku bayar tepat
Hingga akhirnya kau beranjak pergi, dan aku yang duduk terpatri sendiri
Dengan mengharap, aku dapat merindukan engkau suatu saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Nol
Poetryini menceritakan tentang sekumpulan puisi atau antalogi puisi. Dari perjalanan cerita saya selama bertahun-tahun. Sebuah kumpulan kata yang terangkai sederhana ketika rasa dan asa sedang di titik jenuhnya.