1
Senin kembali datang.
Seperti biasa, aku bangun dari tidurku setelah mendengar alarm ponselku berbunyi.
Seperti biasa di pagi hari yang sunyi dengan suhu udara yang masih sejuk, aku melakukan olahraga ringan demi membuat tubuhku bugar. Setelah itu, aku sarapan pagi untuk mengisi energi agar bisa menjalani hari Senin yang panjang ini di sekolah.
Mulai hari ini, seragam sekolah akan berganti menjadi seragam musim panas. Yang membedakan antara seragam musim dingin dengan musim panas hanya blazer. Sekarang, aku tidak perlu memakai blazer lagi.
Setelah memeriksa semua pintu terkunci, aku berangkat ke sekolah.
Saat hendak meninggalkan apartemen, hujan mulai turun sedikit deras yang dapat membuat seragamku basah hanya dalam beberapa detik. Aku kembali ke kamar untuk mengambil payung. Setelah itu, aku pun berangkat ke sekolah dengan harapan hujan tidak menjadi lebih deras.
Setelah tiga puluhan menit berjalan kaki, akhirnya aku sampai di sekolah. Walaupun dengan cuaca hujan, Agitsu-sensei tetap berada di dekat gerbang sekolah dengan payung di tangan kirinya. Murid-murid yang berjalan melewati gerbang ini mengatakan "selamat pagi" kepada sensei, walaupun ada juga yang tidak menyapa sensei. Aku sendiri selalu menyapa sensei yang selalu berada di dekat gerbang ini. Sampai sekarang, aku belum pernah melihat sensei tidak berada di sini di pagi hari sebelum pelajaran pertama dimulai.
Murid-murid Keiyou terlihat sudah memakai seragam musim panas mereka. Sesuatu yang menarik perhatianku adalah baju mereka tidak sama di bagian lengan. Ada yang memakai baju lengan pendek dan ada lengan panjang. Aku sendiri memakai baju lengan pendek.
Kalau tidak salah, sebelum bersekolah di sini, kita bisa memilih sendiri untuk memakai baju lengan panjang atau lengan pendek dan untuk murid perempuan bisa memilih tipe dasi. Tidak hanya itu, aku pernah melihat murid perempuan yang memakai celana panjang, bukan rok. Apakah karena dia memilih celana panjang sejak awal atau meminjam celana teman laki-lakinya, aku tidak tahu.
Memasuki Gedung Utama, aku meletakkan payung di tempat peletakan payung, lalu menuju loker sepatu.
Aku terdiam seperti patung saat memikirkan hal yang baru saja terjadi kemarin di depan loker.
Kemarin, aku sangat senang, tapi sekarang perasaan senang itu memudar seperti dibalut dengan perasaan yang tidak jelas.
Kucoba untuk berpikir kenapa hal itu bisa terjadi dan kudapatkan satu kesimpulan.
Sepertinya aku mengatakan sesuatu yang memalukan kemarin.
Dengan kata lain, aku malu untuk bertemu dengan Taniguchi-san, Nazuka-san, dan Shimizu-san hari ini.
Tapi...
Apakah mereka bertiga menganggap apa yang kukatakan kemarin itu sesuatu yang memalukan? Apakah ini hanya asumsiku saja kalau yang kukatakan kemarin merupakan sesuatu hal yang memalukan?
Memikirkan hal ini tidak ada gunanya.
Apa boleh buat. Itu semua sudah terjadi. Aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
Setelah memakai uwabaki milikku, aku menuju kelas yang berada di lantai dua.
Aku berdiri di pintu belakang yang selalu kugunakan untuk masuk dan melihat keadaan kelas sambil menyandarkan tangan kiriku di kosen pintu. Saat ini, aku terlihat seperti sedang mencari seseorang. Tidak salah karena aku sedang mencari Nazuka-san dan Shimizu-san.
Saat memandangi suasana kelas yang sudah ramai ini, tiba-tiba di belakangku terdengar suara seseorang, "Nggak masuk, Amamiya-kun?"
Suara lembut itu berdengung di telingaku. Suara yang sangat familiar bagiku karena pemilik suara inilah yang mengajakku berbicara pertama kali saat aku kembali ke sekolah ini. Dia adalah Fuyukawa Yukina-san.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in My High School Life
Teen FictionAmamiya Ryuki, seorang anak laki-laki yang berasal dari suatu desa di Prefektur Nagano, mendapatkan beasiswa bersekolah di salah satu SMA yang terkenal di Jepang, Keiyou Gakuen Koukou yang terletak di Tokyo. Impiannya untuk dapat bersekolah di SMA...