Kalau ada kata-kata yang belum diubah atau nama tokoh yang masih nama Korea, tolong kasih tau dan maklumi yah.
•••
"Jinara, Bunda mana?" Tanya Wilnan saat melihat si bungsu baru saja turun dari lantai dua namun tanpa kehadiran sang bunda.
Jinara yang sedang memakai jam di tangannya mendongak lalu mengerjap pelan, "Lagi bikin alis..-"
Bungsu Aksara itu turun dari tangga dan duduk di sebelah Wilnan, mengabaikan para kakaknya yang mengerang kesal karena sedari tadi sudah lama menunggu sang bunda yang sedaritadi belum juga selesai berdandan. Bahkan Jay, tokoh utama dalam hari ini pun sudah pasrah dan malah tertidur di sofa - mengabaikan jika baju yang ia kenakan bisa saja kusut.
"Naik haji dulu keknya keburu nih kalau sambil nungguin bunda bikin alis.." keluh Key, ia menyenderkan tubuhnya ke belakang sambil menghela nafas.
Lelah juga menunggu Minara berdandan, seperti menunggu kepastian si dia.
"Keburu Bang Jaya skripsian lagi ih, kasihan Abang nanti tua di sini." timpal Dava yang tak kalah kesal sembari melirik kakak sulungnya yang sedang tertidur.
"Nunggu bunda bikin alis kita bisa mengumpulkan 7 bola naga sekalian mengambil kitab suci di ujung timur. Mengitari Sahara, berkemah di kutub dan berkeliling dunia. Serius." gerutu Wilnan sedikit berlebihan dan mendramatisir, membuat kedua kakaknya yang mendengar hal itu mendengus geli.
"Udah sabar, anak-anak. Kalian gak mau kan ntar alis bunda gak simetris? Yang malu kita sendiri lohh." bujuk Mahendra namun sayangnya diacuhkan oleh para anak-anaknya. Ayah Aksara itu berusaha menjadi pihak netral walaupun ia tahu itu sangatlah sulit.
"Ayah kita udah nunggu hampir satu jam loh. Kurang sabar apalagi kita tuh? Ibaratnya yah, kaki kita itu udah ada lumut saking lamanya nunggu bunda selesai." Kali ini, si kalem Shaka ikut menyuarakan pendapatnya.
"Bang Jay wisuda nih, gue mau lihat dia pas pemindahan tali toga, jangan sampe dia telat.."
"Masih ada satu jam lagi anak-anak, yang sabar yah?"
"Nanti kalau di jalan macet gimana? Kan jarak dari rumah ke kampus Bang Jaya jauh, gimana kalau telat?"
"Iya bener, kasihan Bang Jaya kalau telat."
"Yaudah sabar yah, sabar. Bunda sebentar lagi turun, kok." Mahendra meringis, memang paling sulit menenangkan kelima anaknya yang jikalau sudah satu pikiran. Lagipula ia juga bingung, apa sih yang dilakukan istrinya itu sampai sangat lama sekali di dalam kamar? Menguras sumur?
"Abang lagi nonton apa?" Tanya Jinara pada Wilnan yang sedaritadi sedang fokus menonton sesuatu di handphone. Ia mendekatkan kepalanya dan mengintip layar ponsel itu penasaran.
"Jurnalrisa." jawab Wilnan lalu menggeser handphone itu agar sang adik bisa ikut menonton.
Jinara mengangguk mengerti dan kini ia ikut menonton. "Kenapa Abang gak bikin aja channel Jurnal Wilnan?? Nanti kita kolaborasi untuk mengungkap kematian Marimar. Nanti kita telusuri pake kekuatan cenayang abang, siapa yang bunuh Marimar. Kasihan Bang Jay galau ayamnya hilang dan dibunuh."
Fyi, Marimar adalah ayam milik Jay yang sudah dipelihara dengan sepenuh hati dari telur sampai besar. Namun sayangnya, suatu hari Marimar menghilang dari kandang dan entah pergi kemana. Konon katanya, Jay mendapatkan mimpi jikalau Marimar datang dan memberitahukan jikalau ayam kampung gembul itu dibunuh.
Wilnan menghela nafas kemudian menjeda tontonannya, ia menoleh ke arah Jinara dengan wajah datar. "Tanpa di ramal pun, gue tau pembunuh Marimar siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Kakak + Day6
FanfictionMenjadi satu-satunya perempuan dalam keluarga Aksara tak lantas membuat Jinara diperlakukan bagai ratu oleh kelima kakak laki-lakinya. Apalagi, mereka adalah tipe orang yang sulit mengekpresikan rasa sayang dan cenderung berkelit untuk mendapat perh...