Gibah dan Nostalgia

4.7K 525 369
                                    

Jinara membolak-balik halaman buku yang sedang ia baca. Matanya terlihat fokus melihat barisan angka yang tertera dalam buku. Akhirnya, setelah berjuang berkutat dengan laporan dan sidang pkl, ia dihadapkan dengan Ujian Negara atau UN. Lusa, Jinara akan melaksanakan UN dan ia sedang belajar sekarang. Handphone, WiFi, bahkan laptopnya disita oleh Shaka agar Jinara bisa lebih fokus belajar. Waktu bermainnya juga dikurangi dan malah Jinara lebih sering diberi ikan dan sayur. Padahal mereka semua tau jika Jinara kurang menyukai dua hal itu.

Buku tebal yang berisi contoh soal matematika itu ditutup oleh Jinara. Ia menghela nafas kemudian mengambil buku lainnya yang ada di atas meja. Otaknya sudah sangat panas dalam menerima rumus-rumus matematika dan malah membuatnya mual.

Kertas coretan sudah bertebaran dimana-mana, didalamnya terdapat banyak sekali angka yang membuat otak semakin panas. Jinara menyerah terhadap matematika dan memilih menjernihkan otaknya dengan Bahasa Inggris.

"Serius amat neng."

Jinara langsung menoleh dan agak terkejut saat mendapati di atas ranjang ada Jay, Shaka, dan Key tengah duduk sembari memeluk bantal. Mereka memasang wajah tanpa dosa dan Jay malah tersenyum tidak jelas sendiri. Jinara tercengang, mereka seperti ninja, kehadiran nya tidak terdeteksi. "Lah kalian ngapain disini?"

"Mengawasi kamu belajar." jawab Shaka tanpa beban sembari mengunyah permen karet.

Jinara kembali berbalik, dan memilih melanjutkan kegiatan belajarnya. Para kakaknya ini seperti kurang kerjaan saja. Padahal tanpa diawasi juga Jinara pasti belajar.

"Halah, santai dikit kali. Prinsip ujian itu, datang kerjakan lupakan. Udah gitu aja." celetuk Jay sesat dan membuat Key semangat menghujat sang kakak. "Itu mah lo aja kali, bang."

"HEH L- AWWWW." Jay akan bicara dengan nada tinggi namun tiba-tiba pahanya dicubit oleh Shaka. Shaka melotot, memberi tanda kalau Jay harus diam.

Jay meringis kemudian menyingkirkan tangan Shaka yang masih bertengger di pahanya. "Lo gak boleh fitnah sembarangan, buang sampah juga gak boleh sembarangan." ucap Jay sembari mengusap pahanya yang masih perih. Cubitan Shaka tidak main-main ternyata.

"UN SMK lusa, yang SMA kapan yah?"

"Gak tahu, kok lo nanya gitu?"

"Yahh, nanti kita juga harus mengawasi Wilnan lah." Ucap Shaka.

"Wilnan sudah ada Dava yang jadi tutornya. Santai, Dava lebih galak kalau menyangkut soal-soal."

Diam-diam Jinara menyetujui perkataan yang Key katakan. Dan karena hal itu, jikalau ia kesulitan belajar, ia lebih sering meminta bantuan pada Shaka dibandingkan Dava, karena Dava jika sudah mengajar memiliki aura guru killer.

"Nggak kerasa yah, adik adik kita sudah dewasa. Hampir lulus sekolah semua. Padahal baru kemarin loh gue ngajarin Dava main sepeda terus dianya jatuh masuk selokan. Terus bukannya nangis dia malah seneng soalnya bisa berenang sama kecebong."

Jay dan Shaka sontak tertawa mendengar curhatan Key. Mereka seketika bernostalgia ke beberapa tahun lalu di mana Dava tercemplung ke selokan. Anehnya, yang menangis itu Key karena ia takut dimarahin Minara sedangkan Dava hanya tertawa bahagia saat dibawa pulang walaupun badannya sudah bau dan kotor.

"Kalau perasaan aku sih, baru saja kemarin aku panik nangis nangis gegara Wilnan sama Dava hilang, ternyata mereka sembunyi di kandang ayam."

Mereka kembali tertawa mengingat kejadian saat Dava sama Wilnan hilang karena main petak umpet. Setelah beberapa jam mencari, rupanya si kembar itu sedang tidur di kandang ayam milik tetangga sebelah.

[✓] Kakak + Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang