Kedua mata yang mulanya terpejam itu kini terbuka. Sepasang netra yang tersembunyi kini menampakkan aura nya yang membuat semua orang terpana. Ia mengerjap sambil menatap bayangan cermin di depannya, masih tidak percaya dengan apa yang ia sedang lihat sekarang.
Balutan kebaya putih nampak membalut tubuhnya dengan indah, hiasan wajahnya pun tampak cantik dan cocok dikenakan. Sesekali ia menghembuskan nafas untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh tak menentu. Ia berdiri, berjalan kesana-kemari untuk mengurangi perasaan gugup yang semakin lama semakin membesar. Sebentar lagi, statusnya akan berubah, tidak akan bersama lagi bersama kakak dan keluarganya. Sebentar lagi, ia akan sah menjadi seorang istri.
"Jinara..-"
Ia menoleh ke arah pintu saat namanya dipanggil, dan matanya terpaku pada tempat dimana sang ibu berada. "udah bunda?"
Minara berjalan menghampiri dengan senyuman menenangkan, "Acara seserahan nya udah. Ayo, kita keluar."
Bunda Aksara itu menuntun putri bungsunya itu dengan pelan dan berhati-hati bak membawa benda mudah pecah. Jinara berjalan pelan, menyesuaikan tubuhnya dengan heels dan rok yang ia kenakan. Berkali-kali ia mengambil nafas gugup, membuat Minara yang menyadari hak itu tersenyum maklum. Tanpa sadar, setitik air mata jatuh dari kedua mata Minara, tak disangka, gadis kecilnya yang dulu hobi main comberan telah tumbuh menjadi gadis cantik yang kuat.
"BUNDAAAAAAAAAAAAAA!"
Keduanya menoleh saat suara ribut tiba-tiba datang dan Minara buru-buru menyeka air mata. Itu Jay, yang sudah rapi dengan tuxedo hitam tengah berlari mendekat dengan keempat adiknya mengekor di belakang.
"Apa?" Tanya Minara.
"Pokoknya yang nganter adek, harus Jay!" ucapnya kekeuh membuat Minara memutar mata malas. Padahal hal ini sudah dibalas sejak kemarin malam, atau bahkan saat acara siraman, mengapa Jay belum mengerti juga, sih?
Minara memajukan tubuhnya dan menghalangi Jay yang akan menarik tangan sang adik, "gak! Sana balik, biar Jinara sama bunda!"
"Mending sama Shaka aja, bun!" Tiba-tiba datang Shaka dari belakang dan mendorong Jay yang menghalangi jalan. Ia menatap Minara dengan tatapan penuh harap.
"Apaan bim, gue dulu yang nyampe duluan kesini woe. Sana lo balik!" cibir Jay tak terima dan mencoba mendorong balik tubuh Shaka yang menghalangi tubuhnya.
"Shaka aja yang nganter adek ke depan.." pinta Shaka pada sang bunda dengan nada memelas, memohon agar ia saja yang mengantar Jinara.
"DAVA POKOKNYA BUNDA!" Kali ini datang Dava, Key dan Wilnan secara bersamaan dan mengundang lebih banyak perdebatan.
Minara mengehela nafas panjang, lelah melihat anak-anaknya yang malah berebut untuk mengantar Jinara ke depan padahal sudah jelas jikalau itu adalah tugasnya. "mengantar pengantin wanita itu tugas seorang ibu yah. Sana pergi ah, ganggu aja."
"Ayolahhh Bun, sama Jay aja yah? Bunda di sana aja temenin Ayah."
"Sama Wilnan aja.."
"Shaka ih!"
"Dava, pokoknya Dava!"
"Apaan sih?! Yang jelas gue yang anterin yah!"
"Udah diem!" Perintah Minara yang bagai sihir itu rupanya berhasil membuat Pandawa Aksara terdiam dengan raut wajah cemberut mereka.
Minara menuntun kembali Jinara dengan hati-hati, ia memelototi para putranya yang malah semakin gigih merebut Jinara dari genggaman tangannya. Kelima putra Aksara itu akhirnya mengalah dan mengekor dibelakang Jinara dan Minara walaupun dalam hati sudah mengomel sedemikan rupa karena kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Kakak + Day6
FanfictionMenjadi satu-satunya perempuan dalam keluarga Aksara tak lantas membuat Jinara diperlakukan bagai ratu oleh kelima kakak laki-lakinya. Apalagi, mereka adalah tipe orang yang sulit mengekpresikan rasa sayang dan cenderung berkelit untuk mendapat perh...