Mantan

4.4K 586 271
                                    

Jinara memasukkan seluruh bukunya dari laci ke dalam tas. Ia mengangkat bangku ke atas meja lalu merapihkan meja belajarnya yang di kolong meja terdapat banyak bungkus coklat. Bel telah berbunyi beberapa menit lalu dan kini kelas sudah agak sepi karena para siswanya telah pulang.

"Jinara jangan lupa piket..-" tegur Mahesa saat ia akan keluar kelas. Jinara mengangguk dan mengangkat jempolnya. "Iya siap, Mahesa."

"Gue pulang duluan. Hati-hati lo pulang." Ucap ketua kelas Jinara itu lalu berjalan keluar.

"Iya, siapp. Hati-hati di jalan juga, Esa." Jawab Jinara sembari melambaikan tangan pada sosok Mahesa yang sudah berjalan jauh.

"Lo pulang sama siapa?" Jinara menoleh saat Hanas, sahabatnya bertanya. Ia menatap Hanas yang sedang duduk di meja itu sembari mengangkat bahu. "Tidak tahu."

"Gue anterin." ucap Hanas mutlak. Jinara menggeleng kemudian berjalan menuju pojok kelas di mana ada tong sampah untuk membuang sampah yang telah ia kumpulkan. "Nggak deh, kan kamu ada kencan sama Ratna. Kasian Ratna nunggu."

"Kalau gitu Waldi yang anter." Ucap Hanas yang lagi-lagi dibalas gelengan oleh Jinara. " gak deh. Waldi kalau bawa motor suka kayak orang bosa hidup, ngebut banget."

"Ya terus lo mau pulang sama siapa? Cepetan, mau sore. Ntar para abang lo khawatir, atau lo pulang bareng Wilnan?"

Jinara mengehela nafas saat ia mendengar Hanas si Ice Prince tiba-tiba begitu cerewet padanya. Semenjak kejadian 5 bulan lalu, di mana kabar hoax kematiannya tersebar, para sahabatnya itu memang semakin ketat menjaganya, mereka tidak ingin kejadian Jinara diculik terulang kembali. Bahkan ke kamar mandi pun harus dijaga, berasa jadi anak presiden Jinara tuh, dikawal terus menerus tanpa ada celah.

"Padhyaaaaa." baru saja Jinara akan menjawab pertanyaan Hanas, dari ambang pintu munculah beberapa orang dengan heboh. Ada Sonia, Daniar, Waldi, dan Siti masuk dengan beberapa bungkus makanan yang sepertinya mereka baru saja dari kantin,

"Kenapa?" Tanya Jinara.

"Pulang sama Waldi yah? Kasian si memble mau date." Ucap Sonia sembari memakan cilok dan mengunyahnya pelan.

Jinara kembali menggeleng. "kapok aku pulang sama Waldi. Berasa senam jantung."

"Hehehe, ya habis kan dulu Bang Shaka udah nelpon terus. Makin panik gue tuh." jawab Waldi sembari tersenyum lebar dan memperlihatkan gingsulnya yang menawan. Lagipula, tindakannya itu bukan tanpa sebab karena Shaka jikalau Jinara pergi dengan pria walaupun itu Hanas atau Waldi, dalam 10 menit sekali selalu menelpon sehingga membuat Waldi terpaksa mengebut agar ia tidak diomeli Shaka.

"Terus lo mau pulang sama siapa?" Sonia bertanya dengan nada khawatir.

"Bareng Wilnan? Tapi anak SMA kan pulang jam 4 sedangkan sekarang baru jam setengah tiga dek, lo mau nunggu selama itu dimana?" terang Siti. Karena mereka adalah anak SMK, dan ini hari Jumat sehingga mereka pulang lebih awal dibandingkan dengan tetangga mereka yaitu SMA.

Jinara mendelik, merasa tidak suka disebut dek oleh Siti. Sebenarnya, para sahabat Jinara dengan Jinara itu memiliki selisih umur 2 tahun karena si bungsu Aksara itu masuk kelas akselarasi karena ingin mengikuti langkah Dava, yaitu lulus sekolah lebih awal.

"Di pos satpam lah," Jawab Jinara.

"Ya udah, kita antar kesana." Ucap Daniar yang diangguki oleh Siti.

"Aku harus piket dulu, kalau gak piket Mbak Siti marah-marah kelas kotor."

Hanas menghela nafas melihat kelakuan Jinara yang keras kepala itu, padahal sikap mereka itu menggambarkan jika mereka khawatir dan takut terjadi apa-apa pada Jinara. "Yaudah, kalau gitu gue duluan. Kasian si Ratna nunggu.." pamit Hanas kemudian ia berjalan keluar kelas.

[✓] Kakak + Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang