Sakura mencoba berjalan secepat dan sejauh yang ia bisa. Tanpa alas kaki, tanpa sepeserpun uang, dan juga tanpa ponsel.
Cuaca mulai memburuk. Langit yang seharusnya terang kini meredup, hingga air turun sedikit lalu menderas membuat Sakura terpaksa meneduh di pinggiran emperan toko yang lusuh.
Sebuah toko serba ada menjadi tujuan Sakura untuk merehatkan sejenak kaki-kaki nya yang mulai lemah karena yang ia lakukan sedari tadi hanya berjalan dan berjalan. Ia melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada seorangpun yang mengikutinya.
Ia mencoba mendekap tubuh ya sendiri dengan kedua tangannya. Suhu tubuhnya yang masih belum normal dan suhu cuaca yang kurang baik hanya akan memperburuk keadaannya.
Ia tidak akan menyesal.
Jika ia akhirnya akan mati disini, ia tidak akan menyesal.
Ia telah membuat keputusan ini, maka segala akibatnya akan ia tanggung sendirian.
Sebut saja Sakura pecundang besar. Karena kabur begitu saja dari segala masalah yang sedang melandanya. Vonis hukuman apa untuk Sakura atas kasus nya juga belum diputuskan, maka seharusnya sidang masih berjalan. Tapi, ia memutuskan untuk meninggalkan semuanua begitu saja.
Termasuk karir nya.
Ia tidak peduli.
Sasuke. Kakashi. Sai. Karir nya. Vonis nya. Paparazzi itu.
Semuanya mutlak menghancurkan hidupnya.
Hujan semakin membesar ketika Sakura sudah tidak bisa lagi menahan udara yang terus mendingin. Kuku-kuku jari nya sudah membiru, bibirnya bergemelatuk, dan pelukkan pada dirinya sendiri semakin erat.
"Sakura? Sedang apa kau disini? Kau baik-baik saja?" akhirnya seorang pria datang menghampirinya. Ia terlihat cemas. Gerakan gesit nya sesegera mungkin memeriksa seluruh keadaan Sakura.
"Sakura, kau demam," ujarnya lagi. "Ayo kuantar kau pulang,"
Sakura merasa tangannya ditarik. Namun, ia mencoba menahannya.
"Aku tidak mau pulang," bisik Sakura lemah. "Aku ingin pergi," lanjutnya lagi.
Pria itu, Naruto, kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh gadis merah jambu di hadapannya.
"Ada apa?" tanya Naruto.
"Tidak ada. Hanya saja aku ingin mencari udara segar,"
Naruto mendengus. Ia akhirnya melepas genggamannya pada Sakura, dan kemudian melepas mantel tebalnya lalu ia pakaikan pada Sakura. Sakura terenyak dengan apa yang dilakukan oleh pria dihadapannya ini. Ia hanya diam saja dengan perlakuan Naruto, karena memang ia kedinginan.
"Terima kasih," sahut Sakura perlahan.
"Kau basah, Sakura. Kau mau ikut ke rumah ku?"
Sakura mengangguk.
Ia percaya ini akan berjalan dengan baik. Bersembunyi di rumah Naruto setidaknya akan membuatnya aman untuk sesaat, karena mereka pasti tidak akan terlintas di pikiran mereka bahwa Sakura adalah di tempat Naruto.
"Ayo, mobilku ada di sebrang sana,"
Naruto yang berada di sisi kiri Sakura berusaha melindunginya ketika menyebrang jalan. Tangan kirinya menggenggam lengan Sakura dan tangan kanannya berusaha melindungi kepala Sakura dari hujan yang semakin menderas.
Ia membukakan pintu, dan mempersilakan Sakura untuk masuk.
Perjalanan menuju rumah Naruto hanya ditemani oleh suara hujan dan beberapa kali suara klakson kendaeaan di luar sana. Tak ada percakapan sedikitpun, baik Naruto maupun Sakura keduanya sama-sama terdiam, saling membungkam bibirnya, hingga keadaan menjadi sangat kaku dan canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Lawyer
General FictionMature content (18+) Sakura Haruno, si model cantik dan terkenal yang tengah terkena skandal penyerangan kepada salah satu paparazzi membuatnya diseret ke meja hijau dan dihujat oleh banyak orang. Hal ini membuatnya mencari seorang pengacara yang ma...