13

55 4 0
                                    

Hallo semua. Jangan lupa vote🌟🌟🌟 sebelum membaca ya. Karena setiap vote berarti banget buat Author.😊

Happy Reading guys.❤❤

.

.

.

Suara tangisan, Naraya dengar dengan jelas kala matanya terbuka. Matanya menyeleksi setiap sudut tempat yang didominasi oleh warna putih itu. Pandangannya masih sedikit kabur.

"Pah, Nara udah bangun." Suara lembut July bergema ditelinga Naraya.

Naraya sedikit menoleh kesebelah, yaitu menoleh kearah sumber suara itu berasal. Disitu Naraya lihat mamanya dengan wajah sembab dan disebelah juga ada papanya. Terlihat jelas raut wajah khawatirnya.

"Nara udah sadar pa." July berjalan mendeket dan mencium kening Naraya, menyalurkan kehangatan untuk Naraya.

Naraya mengamati sekitar, disitu juga terdapat Rhea, tapi Rhea sudah tertidur pulas di sana. Dan tanpa sengaja mata Naraya menangkap pemandangan langka.

Naraya mencoba berkedip berkali kali mencoba meyakinkan diri, bahwa apa yang dia lihat itu tidak salah. Disitu, di kursi sebelah Rhea, terdapat Nataya yang sama sama tidur seperti Rhea. Iya Nataya. Cowok yang paling Naraya suka.

Naraya tersenyum simpul melihatnya. Lalu beralih menatap Kedua orangtuanya. Naraya bersyukur, karena masih diberi hidup oleh Allah. Dan dalam hati Naraya berharap, penyakitnya itu bisa hilang dengan segala keajaiban. Sungguh Naraya menginginkannya.

"Pah, panggil dokter cepetan pa." Daniel hanya menurut, lalu berjalan menuju keluar kamar untuk memanggil dokter.

Tak lama Papanya datang bersama seorang dokter, ya Naraya kenal dokter itu. Dokter tersebut hanya menggeleng geleng tak percaya atas tindakan Naraya. Sedangkan Naraya hanya tersenyum kikuk.

Diperiksanya Naraya, mulai dari detak jantung, hingga matanya. Naraya tuh suka bingung, apa si hubungannya sakit sama mata? Emang mata bisa bilang kalo Naraya sakit. Ah semoga saja tidak.

Setelah selesai, dokter mengajak papanya berbincang sedikit di ruangannya. Dan papanya hanya mengangguk lalu berlalu pergi bersama dokter tersebut.

Naraya melirik Nataya yang masih terlelap disiposisinya lalu beralih melirik mamanya "Ma. Nataya kok ada disini?"

"Dia yang bawa Nara kesini sayang." Tutur July sembari mengusap kepala anak kesayangannya itu.

Naraya mencoba mengingat kembali akan apa yang dia alami sebelum berakhir di Rumah Sakit ini. Naraya hanya mengingat dirinya sendiri di halte sampai sakit dikepalanya mendominasi, dan gelap. Begitu yang dia ingat.

.
.
.

"Nara, makan dulu dong. Ini lo belom makan dari tadi." Rhea berusaha menyodorkan sendok yang berisi makanan itu ke mulut Naraya. Tapi Naraya selalu menolak.
"Ahhh manja bener jadi anak. Sini makan Aaaaaaa.." Rhea terus berusaha membujuk Naraya seperti emak emak lagi nyuapin anaknya makan.

"Gue ga laper Rhea." Naraya mencoba berkilah.

Ya memang dari tadi Naraya tidak makan, karena tak memiliki nafsu sama sekali untuk makan. Matanya hanya menerawang keluar jendela, memikirkan bagaimana bisa dia mengalami penyakit seperti ini.

Saat sedang menyelami ingatannya tentang penyakitnya, terdengar suara ketukan di pintu. Naraya mencoba menyadarkan diri dan moleh kearah pintu.

Ahh mata gue salah kali ah. Gumam batinnya mencoba menyadarkan diri atas apa yang dia lihat.

"Eh Lo Nat." Rhea menyadarkan ketidak yakinannya Naraya.

Memang benar, yang dia lihat adalah Nataya. Astaga serasa terbang ke atas awan kalau Naraya di jenguk gini.

Nataya hanya mengangguk mengiyakan ucapan Rhea.

"Sini duduk. Sama siapa kesini?" Tanya Rhea sambil meletakkan bubur yang Rhea pegang tadi dinakas lalu berjalan ke arah Nataya.

"Sendiri." Nataya tak perlu panjang lebar untuk menjawab pertanyaan Rhea. Ya memang Nataya malas untuk menjawab panjang kali lebar.

Rhea hanya menggangguk paham. Ya memang dia sendiri bisa dilihat, dibelakangnya tak ada orang lagi selain Nataya.

"Lo duduk aja disitu. Gue mau lanjut nyuapin Nara dulu." Rhea mempersilahkan Nataya duduk di ruang tamu ruangan.

Seperti biasa, Nataya hanya mengangguk paham. Tak perlu kata kata panjang kali lebar. Nataya melihat arah Rhea melangkah.

Melihat semua tingkah Rhea yang berusaha menyuapi Naraya dan Naraya yang terus menolak untuk makan. Nataya kesal sendiri melihat Naraya yang terus terusan menolak untuk makan.

Eh ngapa gue kesel sendiri si. Batin Nataya heran.

Nataya berdiri dan melangkah mendekat ke arah ranjang Naraya berada. Lalu mengambil alih mangkuk ditangan Rhea yang berisi bubur itu. Rhea dan Naraya terpaku ditempat melihat apa yang dilakukan Nataya.

Duhhh bakal disuapin nih keknya. Batin Naraya bersorak gembira melihat Nataya mengambil alih mangkuk bubur dari tangan Rhea.

Nataya menarik pelan tangan Naraya lalu meletakkan mangkuk buburnya disana "Makan." Kalimatnya tegas, seperti tak bisa dibantah.

Lalu Nataya berbalik kembali duduk di kursinya sambil menatap Naraya. Sedangkan Naraya hanya cengo menatap perlakuan Nataya.

Dasar es batu. Gue pikir mau disuapin. Eh malah disuruh makan sendiri. Gumam Naraya kesal sambil menyendokkan bubur ke mulutnya kasar.

"Nahh gitu dong na dari tadi. Kan gue ga capek." Celetuk Rhea saat melihat Naraya menyendokkan bubur ke mulutnya dengan wajah masam.

"Bcd." Jawab Naraya pelan ke arah Rhea.

"Ahh kasar. Dedek Rhea akit ati." Jawab Rhea dengan dibuat buat.

"Jijik gue dengernya Rhe." Jawab Naraya sambil membuang muka kesal dengan Rhea.

.
.
.

Jember

.
Icha

NARAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang